x

urban farming

Iklan

Fathimah A. S.

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Mei 2020

Senin, 18 Mei 2020 16:52 WIB

Urban Farming sebagai Program Pengentasan Kemiskinan Surabaya (Studi Kasus Kelompok Tani di Kelurahan Keputih)

Pertanian identik dengan tanah pedesaan yang cenderung luas, bersih dan produktif. Namun, dewasa ini pertanian juga mulai dikembangkan di perkotaan. Hal ini tidak lain karena adanya masalah kemiskinan di perkotaan. Surabaya merupakan ibu kota Jawa Timur sekaligus kota terbesar kedua di Indonesia. Dengan predikat ini, tentu Surabaya tidak dapat lepas dari permasalahan urbanisasi dan ketimpangan sosial. Urban Farming merupakan program yang dicetuskan sejak tahun 2009 hingga sekarang guna membantu masyarakat miskin sehingga tetap terjamin kualitas hidupnya, yaitu tetap dapat mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi yang berbahan sayur dan ikan berkualitas di tengah perkotaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pertanian identik dengan tanah pedesaan yang cenderung luas, bersih dan produktif. Namun, dewasa ini pertanian juga mulai dikembangkan di perkotaan. Hal ini tidak lain karena adanya masalah kemiskinan di perkotaan. Meningkatnya jumlah urbanisasi penduduk menuju perkotaan yang tidak diiringi dengan persiapan yang matang, mengakibatkan terjadinya peningkatan kemiskinan di daerah perkotaan terutama di daerah pinggiran perkotaan. Dengan demikian, masalah ketersediaan pangan dan akses terhadap pangan juga dihadapi oleh masyarakat akibat pendapatan yang tidak terdistribusi secara merata, kemiskinan semakin meningkat, diiringi dengan menurunnya lahan produktif di perkotaan serta tidak meratanya distribusi pangan.

Surabaya merupakan ibu kota Jawa Timur sekaligus kota terbesar kedua di Indonesia. Dengan predikat ini, tentu Surabaya tidak dapat lepas dari permasalahan urbanisasi dan ketimpangan sosial. Banyak masyarakat sekitar Kota Surabaya yang berusaha mencari peruntungan di kota ini. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk yang tinggal di Surabaya cenderung meningkat setiap tahun dan mengakibatkan munculnya banyak persoalan kota, seperti pengangguran, kemiskinan, kurang gizi, kriminalitas, peningkatan jumlah penduduk, kepadatan penduduk, timbulnya bangunan-bangunan liar, kurangnya lapangan pekerjaan dan meningkatnya jumlah kebutuhan pangan.

Berdasarkan data BPS, diketahui bahwa presentase penduduk miskin di Kota Surabaya dalam periode 2010 sampai 2019 cenderung fluktuatif dengan rata-rata penurunan dari tahun ke tahun berkisar 0,17%. Tren ini menunjukkan kinerja baik karena pada tahun 2019 presentase penduduk miskin hingga level 4,51% atau setara dengan jumlah penduduk miskin sebanyak 130,55 ribu orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, penurunan pada tahun 2019 ini mencapai minus 0,37 persen dan relatif lebih rendah dibanding penurunan tahun sebelumnya yaitu sebesar minus 0,51. Bahkan, jika dilihat secara jangka panjang penurunan presentase penduduk miskin di Surabaya cenderung berada pada fase melandai. Hal ini bisa jadi karena penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan adalah mereka yang masuk dalam kategori kemiskinan kronis (chronic poverty) yaitu kemiskinan hadir meski tanpa adanya krisis, kebijakan tak berpihak pada kepentingan rakyat, atau bencana.

Salah satu faktor penyebab sulitnya mengentaskan penduduk dengan kemiskinan kronis adalah adanya kurang percaya diri pada masyarakat bahwa nasibnya berubah. Kebanyakan ditengarai akibat rendahnya kapabilitas yang dimiliki akibat pendidikan dan kesehatan yang rendah. Oleh karena itu perlu adanya program yang dapat mengentaskan penduduk yang terkategori dalam kemiskinan kronis, selain dengan bantuan agar dapat bertahan hidup, perlu pula peningkatan kapabilitas penduduk miskin dan pemberdayaan agar penduduk miskin dapat keluar dari lingkaran kemiskinan.

Manajemen perkotaan adalah suatu upaya untuk mengerahkan sumber daya perkotaan guna mengatasi suatu masalah perkotaan melalui tahapan sistematis, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelakasanaan (actuating), dan pengendalian (controlling). Pemerintah menginisiasai berbagai program sebagai bentuk manajemen perkotaan guna mengentaskan masyarakat dari lingkaran kemiskinan.

Pemberdayaan masyarakat miskin beberapa tahun ini menjadi topik utama pemerintah sebagai upaya menurunkan angka kemiskinan. Pemberdayaan kemiskinan merupakan upaya pengentasan kemiskinan tidak hanya menjadikan masyarakat sebagai objek pembangunan, namun menjadikan masyarakat sebagai pusat yang berperan aktif dengan tangan mereka sendri agar dapat keluar dari lingkaran kemiskinan, sehingga pemberdayaan yang ada bersifat berkelanjutan.

Pemberdayaan sebagai program yang tidak lepas dari manajemen perkotaan, sehingga dalam prosesnya senantiasa ada controlling sehingga pemberdayaan yang ada dapat sesuai dengan sasaran yaitu pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini, pemerintah berperan sebagai pemantik diawal dan pengontrol pemberdayaan.

Pemerintah Kota Surabaya melakukan berbagai Program Penanggulangan Kemiskinan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2016-2021. Selain program peningkatan kesempatan kerja, Program Peningkatan Keberdayaan Masyarakat juga dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat diantaranya pertanian perkotaan (Urban Farming).

Hal ini dilatarbelakangi oleh kondisi sektor Pertanian Kota Surabaya yang selama ini kurang berkontribusi dalam sektor ekonomi secara keseluruhan. Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di sektor ini masih kalah jika dibandingkan dengan sektor lain yang lebih dominan yaitu perdagangan, industri pengolahan, dan akomodasi. Sektor pertanian pada tahun 2018 menyumbang sebesar 0,17% terhadap PDRB Kota Surabaya. PDRB Sektor tersebut pada tahun 2018 mecapai Rp 581,67 miliar (Atas Dasar Harga Konstan) berkurang dari tahun sebelumnya (2017) yang sebesar Rp589,91 miliar.

Adanya penurunan nilai PDRB sektor pertanian menunjukkan adanya penurunan jumlah produksi pertanian. Banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah kondisi lahan di Kota Surabaya yang semakin terbatas karena penggunaan lahan permukiman, industri dan perdagangan. Oleh karena itu, penting untuk merumuskan program di sektor pertanian dengan berbagai keterbatasan lahan. Urban Farming menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi pertanian di wilayah perkotaan sekaligus dapat meningkatkan pemberdayaan masyarakat miskin.

Urban Farming merupakan program yang dicetuskan sejak tahun 2009 hingga sekarang guna membantu masyarakat miskin sehingga tetap terjamin kualitas hidupnya, yaitu tetap dapat mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi yang berbahan sayur dan ikan berkualitas di tengah perkotaan. Dengan terpenuhinya bahan pangan hasil bertani sendiri maka dapat meningkatkan kesejahteraan karena dapat mengurangi pengeluaran untuk bahan pangan.

Manfaat selanjutnya adalah dapat menambah penghasilan keluarga ketika hasil pertanian tersebut dijual. Program ini didesain khusus untuk masyarakat miskin yang tinggal di perkotaan yang padat dengan jumlah lahan terbatas. Program urban farming juga turut berkontribusi dalam penyediaan ruang terbuka hijau kota dan ketahanan pangan. Selain itu, program ini juga memiliki tujuan akhir yaitu pengentasan kemiskinan.

Sasaran kegiatan Program Urban Farming adalah seluruh keluarga miskin yang tersebar di 31 kecamatan di Surabaya. Pada tahun 2009, SKPD di bawah Pemerintah Kota Surabaya yang melaksanakan kegiatan Urban Farming adalah Dinas Pertanian dan Kantor Ketahanan Pangan, namun sejak 2010 pihak yang berwenang atas kegiatan ini adalah Dinas Pertanian.

Kemudian, dalam pelaksanaannya ada petugas pendamping teknis dari Dinas Pertanian yang biasa disebut dengan PPL (Petugas Penyuluh Lapangan) yang bertugas untuk memberi bimbingan teknis, motivasi dan pendampingan mengenai budidaya. Dari pihak kelurahan sendiri, program ini dipantau oleh Kasie Kesra Kelurahan. Sementara, untuk sumber pendanaan program Urban Farming diperoleh dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Salah satu lokasi penerapan Urban Farming adalah Kelurahan Keputih. Kelurahan Keputih terletak di Surabaya Timur di bagian ujung timur. Di Kelurahan Keputih terdapat lahan yang cukup luas yang belum dimanfaatkan seperti lahan tidur dan rawa-rawa yang merupakan perbatasan antara wilayah darat dan laut.

Berdasarkan PPLS 2011, jumlah penduduk miskin di Kecamatan Sukolilo menempati urutan nomor 11 dari 31 kecamatan se- Kota Surabaya. Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin se-Kecamatan Sukolilo pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan tahun 2013 mengalami sedikit peningkatan dari 4.416 menjadi 4.463. Sedangkan jumlah penduduk miskin di Kelurahan Keputih menempati urutan ke-6 dari 7 kelurahan di Kecamatan Sukolilo, dengan presentase 12,05% (400 keluarga).

Dari sini dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat Kelurahan Keputih dihuni oleh rumah tangga yang mampu. Namun, berbeda dengan kondisi mayoritas, pada wilayah RW VIII mayoritas dihuni oleh warga miskin. Kelompok Tani Tegal Makmur adalah sebagian dari penduduk miskin yang dibentuk oleh kelurahan. Mereka menempati wilayah Kelurahan Keputih, tepatnya di Keputih Tegal Timur Baru RT 03 dan RT 04 RW VIII Kelurahan Keputih. Penyebab kemiskinan yang ada di Kelurahan Keputih adalah akibat urbanisasi ke Kota Surabaya dengan bekal pendidikan yang memadai sehingga sulit mendapatkan pekerjaan di sektor formal yang layak untuk kelangsungan hidup.

Program Urban Farming merupakan upaya pengentasan kemiskinan sekaligus peningkatan keterampilan masyarakat miskin. Sebelum dilakukan praktik, terdapat kegiatan peningkatan keterampilan berupa pelatihan mengenai berkebun dengan tujuan mempelajari praktik urban farming, kegiatan tersebut meliputi cara budidaya tanaman pangan dan holtikultura, cara pemanenan, waktu panen, dan cara pengadministrasi kegiatan untuk laporan ke Dinas Pertanian.

Pada praktik urban farming, terdapat dua jenis komoditas yang dikembangkan dalam kegiatan ini, yaitu budidaya ikan (perikanan) dan budidaya tanaman holtikultura (pertanian). Terdapat beberapa bantuan yang diberikan, bantuan pada jenis komoditi perikanan berupa paket benih ikan, pakan dan media. Sedangkan bantuan untuk tanaman holtikultura berupa paket benih, pupuk, media tanam, dan polybag.

Penerapan urban farming dapat diterapkan di lahan manapun, seperti di pekarangan, di lahan-lahan terlantar, bahkan di atap rumah, asalkan terdapat lahan kosong. Pada praktiknya, pelaksanaan urban farming mendapat antusias dan partisipasi Kelompok Tani Tegal Makmur, walaupun terdapat beberapa kendala yaitu pada musim kemarau kelompok tani tidak dapat menanam di lahan komunal akibat persediaan air sangat minim, dan kendala lainnya adalah adanya gangguan hama di lahan pertanian kelompok tani.

Monitoring dalam Program Urban Farming dilaksanakan dalam beberapa tahap, yaitu PPL melakukan monitoring tiap seminggu sekali, pemantauan oleh Kasi Kesra Kelurahan, monitoring oleh Dinas Pertanian dengan mengadakan pertemuan dengan Ketua Kelompok Tani tiap 3 bulan sekali, dan monitoring yang dilakukan oleh tiap Kelompok Tani berupa pelaporan hasil kegiatan tiap bulan.

Namun kendalanya adalah terkadang Kelompok Tani masih belum melakukan anjuran terkait admistrasi laporan kegiatan. Evaluasi juga dilakukan secara rutin baik semesteran ataupun tahunan. Namun pada penerapannya, Dinas Pertanian hanya satu kali melakukan evaluasi selama program berjalan, seharusnya ketika evaluasi berjalan dengan baik maka Dinas Pertanian dapat meningkatkan target urban farming kedepannya demi peningkatan penghasilan masyarakat dan pengentasan kemiskinan.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan output urban farming adalah meningkatkan koordinasi antar pemangku kepentingan guna memberdayakan masyarakat miskin sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan, melaksanakan evaluasi secara berkala dan tepat waktu sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang terjadi pada saat penerapan program sehingga target pengentasan kemiskinan dapat terealisasi, perlu adanya peningkatan bantuan untuk mendukung kegiatan budidaya, perlu adanya intervensi teknologi guna meminimalisir gangguan hama, perlu adanya pertimbangan teknik pertanian dari sistem konvensional menjadi sistem hidroponik sebagai upaya pencegahan ketika musim kemarau dimana persediaan air cenderung minim, dan mengarahkan masyarakat yang tergabung dalam program urban farming untuk menambahkan add value dari hasil panen perikanan dan pertanian sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani dan berkontribusi pada ekonomi wilayah.

Ikuti tulisan menarik Fathimah A. S. lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB