-
Oleh: Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKISaat virus corona atau Covid-19 menyergap lebih dari 200 negara, dunia seolah berhenti berputar. Lebih dari 1,25 miliar manusia mengurung diri di rumah, bekerja di rumah, dan belajar pun darirumah. Serba online. Lalu lalang kendaraan bermotor pribadi dan angkutan masal pun nyaris stop total. Virus corona bak monster penghisap darah; lebih dari 3 juta manusia terkonfirmasi positifCovid-19 dan lebih dari 1 juta manusia tercerabut nyawanya.Tragisnya, virus corona bukan saja mengakibatkan krisis kesehatan global, tetapi juga krisis ekonomi dan sosial. Virus dari Wuhan initelah mendestruksi sektor ekonomi dan perdagangan di seluruh dunia. Negara sekelas Amerika pun terseok-seok hingga nyaris ke titik nadir. Bahkan banyak negara yang pertumbuhan ekonominya menjadi minus!Salah satu komoditas perdagangan yang tersungkur oleh virus corona adalah minyak mentah dunia, yang kini harganya ambyar di bawah 20 dolar Amerika Serikat per barel. Bahkan di pasar Amerika harga minyak mentah terkoreksi sampai ke level minus, di bawah nol dolar Amerika Serikat. Memang rontoknya harga minyak mentah dunia tidak serta merta karena pandemi Covid-19 saja, tetapi juga faktor lain, misalnya karena perang dagang (minyak) antara Arab Saudi dengan Rusia.Ambyarnya harga minyak mentah dunia, dan kemudian disusul rendahnya konsumsi BBM di level ritel (turun hingga 50 persen), akibatnya banyak negara melakukan “banting harga” terhadap BBM-nya. Contoh, di Amerika Serikat, BBM dengan oktan number (RON) 87, hanya dijual 28 dolar Amerika Serikat per galon (3,8 liter) atau sekitar Rp 2.500-an per 1, 25 liter. Di negeri jiran Malaysia, harga BBM denganRON 97 harganya hanya RM 1,55 atau sekitar Rp 5, 425 per liter.Namun anehnya, fenomena seperti itu tidak terjadi di negeri +62 alias Indonesia. Pemerintah dan juga Dirut PT Pertamina hingga kini masih bergeming, ogah menurunkan harga BBM. Berbagai alasan pun dikemukakan, seperti; impor minyak mentah Pertamina masih menggunakan patokan harga dua bulan sebelumnya (Feb/2020)—yang harganya masih berkisar US$ 50/barel, menguatnya nilai tukar dolar terhadap rupiah, dan anjloknya konsumsi BBM, antara 25-50 persen.Boleh saja pemerintah dan bos Pertamina berdalih seperti itu, dan (mungkin) secara empiris memang benar adanya. Tetapi jika merujuk pada harga minyak mentah dunia (ICP), plus mengacu pada KeputusanMenteri ESDM No. 62.K/MEM/2020 tentang formula harga dasar penjualan eceran BBM, maka turunnya harga BBM dilevel ritel adalah keniscayaan. Mengacu pada Kepmen ESDM No. 62/2020 tersebut, BBM premium kisaran harganya adalah Rp 4.000-an/liter, dan bensin selevel pertamaks (RON 92) berkisar Rp 5.500-6.000/liter. Alamaak, murah nian?Selanjutnya: Tiga sikap atas harga BBM dan Kontraproduktif Harga Murah
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
IklanTerpopuler
Tebar Ikaga 2023, Wujud Sikap Bersyukur kepada Almamaternya
Oleh: Supartono JW
4 hari lalu
Mengamankan Museum yang Sepi Pengunjung
Oleh: Mpu Jaya Prema
5 hari lalu
Mungkinkah Pilpres 2024 adalah jatah Prabowo?
Oleh: Stanislaus Bandut
4 hari lalu
Terkini
Interaksi Imajinasi, Tantangan Terbesar Penulis Fiksi
Oleh: Agus Buchori
1 jam lalu
Bukan Kaulah Tanahku, Tapi Aku Manusiamu
Oleh: Bryan Jati Pratama
4 jam lalu
50 Tahun Mmebantu Melestarikan Orangutan
Oleh: Edy Hendras Wahyono
4 jam lalu
Terpopuler
Tebar Ikaga 2023, Wujud Sikap Bersyukur kepada Almamaternya
Oleh: Supartono JW
4 hari lalu
Mengamankan Museum yang Sepi Pengunjung
Oleh: Mpu Jaya Prema
5 hari lalu
Mungkinkah Pilpres 2024 adalah jatah Prabowo?
Oleh: Stanislaus Bandut
4 hari lalu

Proses pengisian BBM di SPBU Cikini, Jakarta, Selasa, 14 April 2020. TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan
Senin, 8 Juni 2020 14:46 WIB