x

Diambil dari https://www.phcppros.com/articles/1407-world-s-water-problems\xd

Iklan

amie ahsani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Maret 2021

Selasa, 16 Maret 2021 17:30 WIB

Bijak dengan Air, Bijak dalam Kehidupan

Air adalah kehidupan. Tanpa air maka mustahil ada kehidupan. Hampir 70% komposisi tubuh manusia adalah air, 70-71% bagian muka bumi adalah air. Air bersinggungan pada semua aktivitas manusia. Mulai dari aktivitas pribadi seperti mandi dan makan, hingga aktivitas publik seperti sanitasi, produksi, kesehatan. Bahkan kini air menyentuh ranah geopolitik yang berkaitan dengan hubungan antarnegara. Maka tidak heran, jika ancaman krisis air adalah momok bagi masyarakat dunia. Tidak ada yang bisa hidup tanp air. Maka gunakan air dengan bijak adalah pilihan!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Air merupakan anugerah bagi planet bumi dan semua makhluk hidup di dalamnya. Berkat 70% bagian air di bumi, planet ini menjadi satu-satunya planet yang dapat dihuni diantara planet lain di Bima Sakti. Bahkan mungkin di seluruh luar angkasa! Air menjadi salah satu pemberian Tuhan yang tidak menerapkan pajak dan pungutan bagi makhluk yang memakainya. Pun dalam berbagai kepercayaan dan agama, air menjadi salah satu kata yang paling banyak disebut dibanding kata lainnya. Islam mendeskripsikan air sebagai kehidupan, pengetahuan dan sains yang disebut 63 kali dalam Al-Qur’an. Sementara umat kristiani menyebutkan 722 kali kata air dalam Bibelnya. Selain itu, bicara soal air adalah bahasan tentang seluruh aspek kehidupan.  Mulai dari ranah pangan, kesehatan, sanitasi, produksi, bisnis sampai kini air juga menjadi isu geopolitik yang menyangkut hubungan antarnegara. Siklus air secara global menyumbang peran penting dalam mengontrol iklim suatu negara, siklus karbon, dan nutrisi dalam lapisan tanah.

Menjadi sumber daya alam yang penting dan mudah didapat, bukan menjadikan air menjadi komoditas yang dihargai lebih. Justru sebaliknya. Air menjadi salah satu sumber daya yang terdampak setelah era revolusi industri. Seiring berjalannya waktu dapat dilihat sendiri bahwa keberadaan air menjadi sangat mengkhawatirkan. Air permukaan seperti air sungai, air sumur, air danau, yang dulu masih menjadi sumber mata air kini dipandang pun rasanya tidak nyaman.

Salah satu kasusnya di Indonesia adalah kota megapolitan DKI Jakarta. Balai Pengelolaan Lingkungan dalam Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) DKI Jakarta menyebutkan bahwa Indeks Pencemaran (IP) 13 sungai yang mengalir di DKI Jakarta berada pada posisi tercemar, yaitu 99,24%. Sementara kategori IP yang memenuhi baku mutu hanys  0,76%.  Indeks pencemaran yang tinggi akan mempengaruhi kualitas air sungai. Apalagi jika sumber air permukaan seperti air sungai dijadikan sebagai air baku air minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Kualitas air yang rendah akan menjadi permasalahan yang serius dalam memenuhi kebutuhan dan hak masyarakat terhadap air bersih. Masalah tersebut akan menjadi rantai masalah lain mulai dari tingkat sanitasi yang rendah, tingkat kesehatan menurun dan munculnya berbagai penyakit.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Secara global, tahun 2018 Laporan Perkembangan Air Dunia (World Water Development Report-WWDR) milik PBB (United Nations) menyampaikan bahwa ketersediaan air bersih dalam kondisi krisis, dan kemungkinan akan memburuk dalam waktu kedepannya. Krisis yang dimaksud dalam konteks WWDR sangat erat kaitannya dengan hasil publikasi ilmiah yang disampaikan oleh UNU-INWEH (United Nations University_Institute for Water, Environtment and Health) tahun 2016. Krisis air yang dihadapi bukan hanya tentang kelangkaan dan ketidakseimbangan antara persediaan dan kebutuhan, namun juga meliputi bencana alam yang melibatkan air (misal banjir, tsunami, longsor), kesehatan dan kebersihan air, rusaknya infrastruktur air (misal peresapan air yang rusak atau berkurang akibat adanya pembangunan), dan degradasi ekosistem. 

Laporan WWDR tahun 2018 menggaris bawahi tentang kelangkaan air yang mengancam 7,7 milyar penduduk dunia. Hingga kini ada sekitar 3,6 milyar orang atau sekitar 47% dari total populasi dunia yang mengalami krisis air terutama di wilayah negara berkembang seperti Afrika dan Asia. Salah satu contohnya adalah Sungai Nil, yang menjadi salah satu ikon popular di benua Afrika, sekaligus sebagai sumber mata air, justru kini menjadi sengketa wilayah negara yang dilewati. Masing-masing negara memperebutkannya sebagai sumber mata air demi mencukupi pasokan air bagi warganya.

Perkiraan pada tahun 2050, ketika populasi global mecapai 9,4-10,2 milyar, akan terjadi peningkatan kelangkaan air berkisar pada 22-34%. Itu artinya, akan ada 57% pupulasi global yang hidup dalam kelangkaan air minimal dalam jangka 1 bulan tiap tahunnya. Perkiraan tersebut memang belum pasti. Namun melihat pertumbuhan penduduk yang makin meningkat dan diikuti dengan makin banyaknya kebutuhan air bersih, hasil perkiraaan tersebut dapat benar-benar terjadi. Dalam 100 tahun teakhir saja  kebutuhan air bersih meningkat 600%.  Apalagi ditambah dengan kondisi ketersediaan kualitas air bersih yang makin menurun, tidak akan menampik perkiraan bahwa krisis air bersih adalah isu nyata yang harus dipikirkan bersama.

Menurut WWF (World Wide Fund for Nature), minimal ada 4 faktor utama penyebab terjadinya krisis dan kelangkaan air, empat faktor tersebut adalah;

  1. Pertumbuhan Penduduk

Telah dijabarkan sebelumnya, bahwa pertumbuhan penduduk sangat berkaitan erat dengan meningkatnya jumlah kebutuhan air bersih.

  1. Perubahan Iklim

Perubahan iklim berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada sistem hidrologi. Dalam WWDR tahun 2020 dijabarkan bahwa perubahan iklim tidak bisa lepas dari pertumbuhan penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan pola konsumsi, produksi agrikultural yang makin intensif, dan pengembangan daerah perkotaan. Lima hal tersebut secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kebutuhan air dan peningkatan limbah.

Sementara itu  perubahan iklim akan memberi dampak  pada sistem sosial dan lingkungan. Perubahan sistem hidrologi akan mempengaruhi ketersediaan air, kualitas air, cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim juga akan berpengaruh pada perkembangan penyakit yang berhubungan dengan air, misalnya hepatitis, demam berdarah, muntaber, dan lain-lain.

  1. Polusi

Polusi pada air sesungguhnya menjadi isu utama penyebab  penurunan kualitas air. Polusi sendiri berhubungan erat dengan kepadatan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Data terbaru menyebutkan ada sekitar 12% populasi global mengkonsumsi air yang tidak layak  dan sumber air yang tidak aman. Dan lebih dari 30% penduduk global tingal tanpa sanitasi yang layak. Selain itu sumber pencemaran air juga berasal dari industry. Hampir 80% industri di dunia, membuang limbah industrinya di berbagai tempat tanpa perlakuan terlebih dahulu.

  1. Agrikultur

Agrikultur menjadi penyokong ketersediaan pangan di dunia. Namun nyatanya, sektor ini menjadi salah stau penyebab kelangkaan air. Dalam salah satu artikelnya, WWF menyampaikan bahwa hampir 70% ketersediaan air di muka bumi digunakan untuk sektor agrikultur, terutama sistem irigasinya. Namun 60%-nya, terbuang percuma karena sistem yag bocor, budidaya tanaman yang membutuhkan terlalu banyak air, hingga sistem irigasi yang tidak efektif dan efisien. Selain itu penggunaan pupuk kimia dan pestisida juga  mempengaruhi kualitias air.

Sekretaris Jendral PBB tahun 2007, Ban Ki  Moon, mengungkapkan pendapatnya bahwa kelangkaan air akan membawa pada gerbang kemiskinan. Negara dengan kisis akan akan mengalami kesulitan sosial dan penghambatan pembangunan. Kelangkaan air juga akan menciptakan ketegangan pada daerah-daearah rawan konflik. Akan ada saatnya Ketika seseorang membutuhkan air ia akan membawa senjata. Kalimat terakhir dari Ban Ki Moon begitu mengerikan. Bahwa akan ada saatnya, entah di mana, ketika harga air adalah harga nyawa manusia.

Kondisi demikian yang menyebabkan beberapa lembaga non-profit dunia mulai membuat organisasi yang berfokus pada manajemen dan pengelolaan air. Mulai dari WWF (World Wide Fund for Nature), The Water Project, dan Global Water. Salah satu aksi WWF adalah melakukan pembinaan pada perusahaan air baik di tingkal lokal maupun global. Pembinaan ini bertujuan agar perusahaan-perusahaan air dapat mmeberikan pelayanan terbaik namun tetap bertanggung jawab sehingga tidak ada pemborosan air maupun limbah yang tidak mendapat perlakuan sebelum dibuang ke lingkungan. Sementara The Water Project dan Global Water lebih banyak melakukan aksi untuk mendistribusikan air dan membuat pompa air atau sumur ke wilayah yang kekurangan air, seperti kawasan Afrika.

Perhatian dan aksi dari lembaga-lembaga dunia, menjadi secercah harapan bagi pengelolaan air guna menanggulangi dampak krisis air yang makin buruk. Pengelolaan air sendiri selayaknya harus dilakukan seluruh lapisan masyarakat. Mulai dari unit ekonomis terkecil yaitu keluarga, pemerintah, hingga tingkat global. Di Indonesia sendiri pemerintah telah menerbitkan UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Undang-undang tersebut menjadi dasar bahwa air yang digunakan untuk kepentingan rakyat dikelola oleh negara seadil-adilnya.

Kita sendiri sebagai masyarakat sudah sepatutnya berkontribusi dalam pengelolaan dan pemberdayaan air. Kontribusi yang dapat kita lakukan dapat meliputi; hemat dalam penggunaan air, tidak membuang sampah pada sumber air ataupun sumber aliran air (misal sungai, parit), meminimalisir penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang dapat menurunkan kualitas air, memberdayakan sawah tadah hujan untuk optimalisasi penggunaan air hujan dalam agrikultur, mengurangi pola konsumsi air yang tidak perlu, memperhatikan daerah resapan air ketika membangun rumah atau gedung dan lain sebagainya.  Usaha kecil yang kita lakukan, jika dilakukan bersama dapat memberi kontribusi nyata dalam mencegah krisis air kedepannya. Karena bagaimanapun juga, tanpa air, maka tidak ada kehidupan untuk generasi penerus kita. Bijak dalam pengelolaan air adalah pilihan. Karena bijak pada air adalah bijak pada kehidupan. Baik kehidupan kita kini, kehidupan makhluk lain dan kehidupan generasi mendatang.

#HariAirDuniaXXIX2021

#MengelolaAirUntukNegeri

#SigapMembangunNegeri

 

Referensi:

Held, I. M., and B. J. Soden, 2006: Robust responses of the hydrological cycle to global warming, J. Climate, 19, 5686–5699.

Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, 2015, Status lingkungan hidup daerah Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, Laporan, BPLHD DKI Jakarta, Jakarta.

Wada, Y. et al., 2016, Modelling global water use for the 21st century: The Water Futures and Solutions (WFaS) initiative and its approaches, Geosci, Model Dev., 9, 175–222.

World Water Assessment Programme (Nations Unies), 2018, The United Nations World Water Development Report 2018 (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, New York, United States) www.unwater.org/publications/ world-water-development-report-2018/,  diakses pada tanggal 10 Maret 2021.

World Water Assessment Programme (Nations Unies), 2020, The United Nations World Water Development Report 2020 (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization, New York, United States) www.unwater.org/publications/ world-water-development-report-2020/ , diakses pada tanggal 10 Maret 2021.

Burek, P. et al, 2016,  Water Futures and Solution: Fast Track Initiative (Final Report), IIASA Working Paper (International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), Laxenburg, Austria.

Mekonnen, M. M. & Hoekstra, A. Y, 2016, Four billion people facing severe water scarcity, Sci. Adv., 2, e1500323.

World Health Organization, 2015,  WHO/UNICEF Joint Water Supply and Sanitation Monitoring Programme,Progress on sanitation and drinking water: 2015 update and MDG assessment (World Health Organization, New York, United States.

Sebastian, F. P., 1974, Purified Wastewater: The Untapped Water Resource, J. Water Pollut. Control Fed, 46, 239–246.

WWF, 2014, Water Scarcity. http://worldwildlife.org/threats/water-scarcity diakses pada tanggal 12 Maret 2021.

Martha, Jessica, 2017, Kelangkaan Air dan Ancaman Terhadap Keamanan Global, Jurnal Ilmu Politik dna Komunikasi (JIPSi), Vol VII No. 2.

Guppy, L., Anderson, K., 2017, Water Crisis Report, United Nations University Institute for Water (UNU-INWEH), Environment and Health, Hamilton, Canada.

Boretti, A., and Rosa, L., 2019, Reassessing the projections of World Water Development Report, npj Clean Water, 2: 15, https://doi.org/10.1038/s41545-019-0039-9.

Ikuti tulisan menarik amie ahsani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu