x

Luhut Binsar Pandjaitan. Sumber foto: flickr.com

Iklan

Sutri Sania

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Senin, 8 November 2021 06:11 WIB

Deretan Kejanggalan Klarifikasi Menko Luhut terkait Kasus Bisnis PCR

Menko Luhut sudah angkat bicara mengenai keterlibataan dirinya dalam permainan bisnis tes PCR. Ia mengatakan bahwa tak sepeser pun keuntungan masuk ke kocek pribadinya dan sepenuhnya niatnya hanya untuk membantu masyarakat di tengah kesulitan pandemi Covid-19. Publik pun malah memiliki pertanyaan-pertanyaan baru kala mendengar klarifikasinya. Apa mungkin, di dunia ini ada perusahaan yang tak mengambil untung dari kegaitan operasionalnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menko Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya berikan klarifikasi terkait keterlibatan dirinya dalam bisnis tes PCR senilai triliunan rupiah di masa pandemi Covid-19.

Lewat unggahan Instagram Story-nya, dirinya mengaku tak pernah ambil untung dari bisnis tes usap PCR ala PT GSI, "Saya tidak pernah sedikit pun mengambil keuntungan pribadi dari bisnis yang dijalankan PT Genomik Solidaritas Indonesia," tulis Luhut di akun Instagram pribadinya, @luhut.pandjaitan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih lanjut, ia menjelaskan partisipasinya bersama dengan perusahaan yang lain seperti Grup Andika, Adaro, Northstar, dan lain-lain adalah semata-mata untuk membantu kesulitan Indonesia dengan penyediaan tes PCR dalam kapasitas besar di awal pandemi Covid-19. Dan, seluruh pemegang saham tidak ada yang mengambil profit.

Luhut mengatakan bahwa pengadaan tes PCR oleh PT GSI ini tidak bisa diberikan secara gratis karena ini adalah bentuk kewirausahaan sosial.  Seolah menegaskan bahwa di balik aksinya membantu, ia dan kawan kawannya tetap ingin berwirausaha.

Hmm, berwirausaha tanpa mencari keuntungan sama sekali? Apa mungkin? Lalu, uang yang didapatkan PT GSI ketika rakyat melakukan tes Covid-19 dengan jasanya dialihkan ke mana?

Luhut pun berdalih bahwa keuntungan yang didapat oleh GSI diberikan juga ke masyarakat dalam bentuk tes swab gratis, untuk tenaga kesehatan, dan RSDC Wisma Atlet.

Namun hingga kini RSDC Wisma Atlet belum bersuara terkait apakah benar perusahaan Luhut dan PT GSI membantu kegiatan operasional di RSDC Wisma Atlet.

Publik Masih Tak Percaya

Mendengar klarifikasi Luhut di Instagram, publik tidak langsung percaya begitu saja. Semua menjadi semakin bertanya-tanya dengan jawaban inkonsisten dari seorang Luhut.

Ingat kan, waktu awal-awal dalam klarifikasinya, Luhut menegaskan bahwa ia tidak mengambil keuntungan sama sekali dari bisnis tes PCR tersebut. Namun, kemudian Luhut menyatakan bahwa keuntungan dari bisnis tes PCR ini diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.

Jadi, adakah keuntungan bagi Luhut dkk senyata-nyatanya? Apa rakyat harus dipaksa percaya bahwasanya ketika Luhut CS beramal lewat nama perusahaan, mereka tidak mencari profit sama sekali? Kalau memang niat dan ikhtiar membantu Indonesia, mengapa tidak menggunakan nama Yayasan atau Foundation seperti pada umumnya.

Padahal, jika Luhut membuat yayasan ketimbang bergerak dengan nama perusahaan, ia bisa menggandeng pihak pemerintah untuk ikut mengontrol penyelenggaraan tes Covid-19. Toh, pandemi ini adalah masalah nasional bahkan dunia, sudah seharusnya negara yang berada di garda terdepan untuk menyelesaikannya.

Begitupun dengan serangkaian tes untuk menguji keberadaan virus Covid-19 di manusia. Screening dan tracing adalah kunci penting menghadapi pandemi. Luhut pun juga pernah berkata begitu kala dirinya minta maaf tentang tidak maksimalnya PPKM Jawa-Bali pada bulan Juli lalu.

Mungkinkah, kala dirinya sadar bahwa screening dan tracing adalah kunci menghadapi pandemi, ia membelot dan makin mengembangkan bisnis PCR-nnya? Bahkan hingga ketika Presiden yang meminta menurunkan harga tes PCR, dari yang dulunya Rp2 jutaan di awal pandemi kini menjadi Rp300 ribuan tarif tertingginya, ia memutar otak dan membuat kebijakan syarat perjalanan semua moda transportasi harus menggunakan tes PCR?

Tak hanya itu, rakyat pun makin heran. Jika tes PCR bisa beroperasi dengan Rp300 ribuan, mengapa kewirausahaan sosial Luhut dkk tidak menggunakan harga terendah tersebut selama ini? Mengapa harus menunggu Presiden menyuruhnya? Apa karena aksinya sudah diketahui oleh Presiden?

Buntut dari kasus ini sudah memasuki babak baru. Luhut dan pejabat lainnya yang berada di pusaran bisnis tes PCR sudah dilaporkan masyarakat, tidak hanya ke KPK namun juga BPK dan DPR. 

Ya, berterimakasih dengan putusan MK terbaru di UU No. 2 tahun 2020 tentang Perppu Covid-19 terutama di ayat (1) Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di pasal 27 UU Nomor 2 tahun 2020. Kini sudah inkrah mengatakan bahwa tak ada pejabat yang bisa kebal hukum, terutama jika itu terkait penyelewengan dana di masa pandemi Covid-19.

Dengan adanya perubahan ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan institusi penegak hukum seperti KPK maupun Polri, dapat melakukan penyelidikan jika adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat atau negara. 

Sejumlah pihak juga menilai tindakan Luhut tidak hanya korupsi dan makan uang diatas penderitaan rakyat namun juga nepotisme. Para pebisnis tes PCR bisa berbisnis lancar hingga dulang triliunan rupiah karena ada campur tangan Luhut sebagai menteri.

“Apa yang dilakukan tentu melanggar UU NOmor 29 tahun 1999 soal Penyelenggaraan Bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),” ujar Trubus Rahardiansyah. Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti 

Klaim Luhut yang menyebutkan dirinya tidak megambil untung meski memakai nama perusahaan masih membuat publik curiga. Sekarang ini, yang bisa menghapus ketidakpercayaan masyarakat akan pengkhianatan pemerintah adalah para penegak hukum termasuk Presiden itu sendiri. 

Jika presiden semakin lama memelihara ketidakpercayaan rakyat, justru malah membuat justru malah membuat kecurigaan baru bahwa Presiden pun juga terlibat membuat masyarakatnya menderita.

Presiden kini sedang karantina mandiri selepas kepulangannya dari kunjungan kerja luar negeri tepat di hari Jumat (5/11). Kira-kira seperti apa sikap presiden terhadap kasus ini dan bagaimana upayanya menindak tegas para pembantunya di kabinet pemerintahan? Yang pasti, semuanya sedang menunggu.

Ikuti tulisan menarik Sutri Sania lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler