x

Ilustrasi Penataan Arsip, Pixabat.com

Iklan

Agus Buchori

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 November 2021

Jumat, 19 November 2021 14:54 WIB

Kearsipan dan Kaitannya dengan Ayat Alquran (AlBaqarah ayat 282)

Sebenarnya Alquran pun telah mengingatkan pentingnya sebuah catatan saat dua orang sedang bertransaksi untuk suatu urusan keperdataan. Catatan ini pun harus dibuat di depan saksi-saksi yang dapat dipercaya agar kelak reliabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Di dalam surat Al Baqarah ayat 282 telah dengan jelas mengisaratkan hal tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebagai makhluk sosial kita tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain. Kita berinteraksi dalam berbagai bidang kehidupan. mulai dari interaksi bidang sosial, ekonomi, dan budaya.  Untuk membuktikan keberadaan interaksi inilah  diperlukan catatan-catatan sebagai bukti adanya proses transaksi yang pernah berlangsung pada suatu waktu.

Arsip tercipta karena adanya transaksi kegiatan antara dua pihak. Transaksi yang legal dan sah tak pernah lepas dari keberadaan arsip. Dari kegiatan resmi inilah arsip bisa hadir untuk membuktikan dua belah pihak yang sedang bermufakat jika dikemudian hari ada masalah yang berkaitan dengan transaksi tersebut.

Nilai kebuktian arsip inilah yang memegang peranan penting untuk mengamankan hak hak keperdataan seseorang dalam bertransaksi. Hal ini disebabkan arsip tercipta seiring dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi. Konteks terjadinya arsip sangat menguatkan bobot informasi yang dikandungnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagaimana definisi arsip yang tertuang dalam Undang-undang No 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan bahwa arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga Negara, pemerintah daerah, lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Merekam dalam berbagai bentuk salah satunya adalah mencatat. Sebelum ada kertas, orang memakai media untuk mencatat pada media seperti kulit hewan, kayu, dan kadang kain sutra yang harganya terlalu mahal. Semua itu tidak praktis dan makan biaya.

Sebenarnya Alquran pun telah mengingatkan pentingnya sebuah catatan saat dua orang sedang bertransaksi untuk suatu urusan keperdataan. Catatan ini pun harus dibuat di depan saksi-saksi yang dapat dipercaya agar kelak reliabilitasnya bisa dipertanggungjawabkan. Di dalam surat Al Baqarah ayat 282 dijelaskan:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

Di ayat tersebut telah jelas perintah untuk mencatat segala yang berkaitan dengan hutang piutang. Dalam kaitannya dengan kearsipan ayat ini bisa menjadi pedoman bahwa rekaman kegiatan itu penting karena keterbatasan daya ingat kita sebagai manusia.

Lebih dari sekedar perintah mencatat, bagaimana catatan itu dibuat pun menjadi pertimbangan penting agar arsip tersebut dapat dipercaya (Reliabel).  Jika dikaitkan dengan proses penciptaan arsip, ayat ini sangat menginspirasi, ternyata proses penciptaaan pun harus   sesuai dengan aturan yang ada. Dan Alquran sudah menunjukkan bagaimana pentingnya arsip sejak semula diciptakan hingga mempunyai reliabilitas yang tinggi di kemudian hari.

Kejelasan tulisan, saksi-saksi dan kejujuran saat menuliskan jika dikaitkan dengan Tata Naskah adalah bagaimana arsip tercipta meliputi huruf yang digunakan hingga kewenangan penandatanganan  yang ada di dokumen tersebut harus terpenuhi agar arsip tersebut dikatakan otentik sesuai dengan aslinya. Bahkan, Alquran pun mensyaratkan juru tulis yang jujur agar tak ada pihak yang dirugikan (berat sebelah), dengan kata lain dokumen yang tercipta memang sesuai dengan apa adanya sebagamana peristiwanya berlangsung.

Apakah catatan tersebut hanya dicatat semata? tentunya diperlukan penyimpanan yang aman karena sewaktu-waktu semua itu bisa diperlukan kembali. Meski tidak secara detail, ayat Alquran tersebut menjelaskan proses pengarsipan, namun analogi akan pentingnya sebuah catatan dalam bermuamalah bisa menjadi sandaran kita bersama sebagai insan kearsipan untuk lebih mawas diri mengingat tanggung jawab kita yang begitu besar.

Melihat ayat tersebut, dapat diartikan bahwa mengarsip adalah perintah agama untuk mencegah ketidakjujuran yang bisa saja terjadi. Arsiparis dapat berbangga bahwa apa yang dijalaninya merupakan salah satu ibadah karena arsiparis mengelola catatan-catatan hasil transaksi yang kelak bisa dijadikan sebagai bukti pelaksananan kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sudah bukan waktunya lagi menganggap kearsipan sebagai kegiatan yang tidak penting dan bisa dibebankan kepada sembarang orang, mengingat nilai kebuktian dari arsip tersebut. Pengelola arsip dan arsiparis  pun haruslah bisa menjadi sosok yang jujur, yang jika dikaitkan dengan ayat tersebut di atas, mereka ini adalah saksi-saksi yang bisa menilai keautentikan sebuah catatan yang pada akhirnya nanti informasi yang dikandungnya bisa membuktikan kejadian sebuah peristiwa. Salam Arsip! 

Ikuti tulisan menarik Agus Buchori lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler