x

ilustr: ACR

Iklan

Oktavianna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 Desember 2021

Rabu, 15 Desember 2021 14:46 WIB

Romantisme dalam Novel Layla Majnun Karya Syekh Nizami Ganjavi

Artikel ini membahas tentang novel yang bergenre romantisme kisah cinta sejatih Qays kepada Layla di daerah Jazirah Arab.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

     Syekh Nizami Ganjavi merupakan pujangga yang terkenal dalam sejarah Islam. Beliau juga sufi yang menyusun kisah-kisah cintanya melalui karya-karya sastra yang sangat monumental. Beliau telah malahirkan karya sastra bergenre romantisme. Salah satu karya sastra yang sangat terkenal berjudul “Layla Majnun” menceritakan kisah cinta Layla dan Qays yang dilatarbelakangi budaya bangsanya sendiri. Karya sastra Layla Majnun ini mengambil latar belakang Gurun Sahara di Jazirah Arab dan pegunungan Kurdi di Iran Barat yang terbit pada tahun 2009. 
    Qays merupakan putra yang lahir dari seorang raja besar bernama Sayyid yang menjadi pemimpin di suku Banu Amir. Qays merupakan seorang laki-laki yang sangat tampan. Ditinjau dari ungkapan Sayyid.
“Seorang bayi laki-laki, seorang anak yang sangat tampan bagaikan bunga mawar yang baru saja mekar, bagaikan sebuah berlian yang keindahannya dapat mengubah malam menjadi siang”.
Qais tumbuh dewasa dengan ketampanannya yang sangat sempurna menjadi seorang anak yang ceria dan aktif membuat setiap orang yang melihatnya terpesona akan ketampanannya Qais. 

“Api telah menyala dalam hati Qays dan Layla, dan api itu saling menerangi satu sama lain. Apakah yang mereka lakukan untuk memadamkan nyala api itu? Tidak, mereka tidak memadamkan nyala api tersebut“
    Syair Qays usai ia melihat cantiknya wajah seorang wanita keturunan bangsawan Arab. Qays telah jatuh cinta ketika ia belum sama sekali mengenal cinta lebih dalam. Begitupun dengan Layla, Layla pun merasakan cinta yang sama kepada Qays. Akan tetapi, cinta keduanya tak disetujui. Qays bukan hanya kehilangan Layla, Qays juga telah kehilangan akalnya sendiri. Itu sebabnya, Qays dipanggil si gila atau Majnun. Majnun berputar-putar dalam keadaan tak sadar, mengungkapkan kekaguman dan kecantikan Layla kepada siapapun yang ia temui. Maka dari itu, banyak orang yang berjumpa dengan Majnun dan menyapa “Ini dia si orang gila, si Majnun!”
    Layla menyimpan kesedihan di dalam kamar, sedangkan Qais menyebar kesedihannya di tempat umum. Selain gila, Qais atau Majnun juga dikenal seorang penyair. Setiap ia berjalan menelusuri dunia hingga ia tinggal di hutan bersama hewan-hewan dan dibaluti pakaian yang tak menutupi seluruh tubuhnya, Majnun menyampaikan cintanya untuk Layla melalui syair-syair yang ia bacakan ketika berjalan-jalan sambil tertawa. Ia menghiraukan seluruh orang yang memanggilnya “Ini dia si orang gila, Majnun”. Ia sadar akan kehilangan akalnya sebab ketidaksetujuan percintaannya dengan Layla. Ia tidak ingin kembali seperti Qais biasanya jika tanpa hidup bersama Layla. Suku Banu Amir seringkali memberikan nasihat-nasihat untuk melupakan cinta Layla, tetapi Qais tetap mencintai wanita bangsawan Arab yang memiliki wajah cantik. 
    Kisah cerita cinta pada Layla Majnun ini mengalirkan romantisme. Aliran romantisme ini lebih memprioritaskan perasaan manusia yang mengandung amanat tersirat dan tersurat bagi pembaca. Sebagaimana menurut Putra (2016: 2) berpendapat bahwa aliran romantisme adalah suatu aliran seni yang lebih mengkhususkan pemahamannya kepada perasaan manusia sebagai unsur yang paling dominan. Sedangkan menurut Endraswara (2003: 33) berpendapat bahwa romantisme merupakan aliran yang menggunakan prinsip bahwa karya sastra merupakan cerminan kehidupan manusia yang berliku-liku dengan menggunakan bahasa yang indah sehingga dapat menyentuh emosi pembaca. Keindahan menjadi faktor utama dalam aliran romantisme. 
    Sebagaimana pada kisah cerita Layla Majnun yang didalamnya menceritakan kisah cinta Layla dan Qays. Seperti pada ungkapan perasaan Qays kepada Layla.
“Bagi Qays, Layla bak matahari, yang merambat naik di langit hatinya dengan keindahan dan sinar yang tak ada bandingannya. Hari demi hari, cahaya yang dipancarkan Layla semakin terang. Menerangi tak hanya dunia Qays namun juga dunia mereka-mereka yang beruntung dapat berjumpa dengannya”
Di katakan romantisme karena faktor utama dalam keindahannya yakni mengungkapkan perasaan cinta kepada Layla sangat menyentuh perasaan. Pada kata “Hari demi hari, cahaya yang dipancarkan Layla semakin terang”  merupakan ungkapan perasaan cinta kepada Layla karena wajahnya yang sangat memancarkan cahaya membuat Qais dan yang melihatnya sangat terpesona. 
    Cinta Qays kepada Layla sangat besar, begitupun Layla yang juga mencintai Qays. Keduanya tak ingin dipisahkan, namun kehilangan akalnya Qays membuat warga di sukunya Layla menyembunyikan Layla dengan sangat hati-hati. Seperti pada ungkapan syair:
“Cinta sejati adalah sesuatu yang nyata, dan api yang menjadi bahan bakarnya akan menyala selamanya, tanpa sebuah awalan dan tanpa sebuah akhiran, api cinta sejati yang menyala di jiwanya bagaikan obor yang terus menyala hingga akhir hayatnya”.
Syair ini sangat mengandung romantisme, karena pada kata “api cinta sejati yang menyala di jiwanya bagaikan obor yang terus menyala hingga akhir hayatnya” membuktikan bahwa cinta Qays kepada Layla hanya bisa dipisahkan oleh Maha Pencipta. Sampai akhir hayatnya, Qays dan Layla tetap mencintai meskipun bertolak belakang dengan kenyataannya. Luka Qays tak dapat diobati oleh apapun, sekalipun di hadapan Ka’bah Allah. Tak ada seorang pun di dunia ini yang dapat melepaskan rantai cinta Qays yang mengikat hatinya. Sebagaimana ungkapan Qays ketika di depan Ka’bah:
“Ya Allah! Katakan padaku bahwa aku akan mendapatkan kembali kesadaranku jika kutinggalkan cinta, tapi sejujurnya kukatakan bahwa hanya cintalah yang kumiliki! Cinta adalah kekuatanku. Jika cinta itu mati, maka aku akan mati bersamanya. Begitulah takdirku, seperti yang telah kau ketahui. Ya Allah, kumohon kepada-Mu, biarkan cintaku tumbuh! Biarkan ia berkembang menjadi sempurna dan berlangsung terus, bahkan jika aku berangsur menghilang lalu mati. Izinkan aku minum dari mata air cinta hingga dahagu terpuaskan. Dan bila aku sudah mabuk karena anggur cinta, biarkan aku menjadi lebih mabuk lagi”.
    Kabar kematian Layla terdengar oleh Majnun di tengah hutan bersama hewan-hewan berbagai macam jenis yang menjadi teman Majnun di hutan. Majnun berdo’a di atas makam Layla:
“Ya Allah, sang Pencipta! Segalanya kumohon kepada-Mu, ringankanlah beban hidupku ini! Bebaskan aku dan biarkan aku melangkah menyusul kekasihku! Lepaskanlah ikatan rantai yang mengikatku pada dunia yang kejam ini dan biarkan aku terbang!”
“Layla, cintaku...”
    Ungkapan terakhir Majnun ini sangat membawa suasana pembaca akan indahnya kisah romantisme Layla dan Majnun meskipun tidak berakhir baik. Keduanya saling mencintai meski tidak saling memiliki. Dengan cinta sejati Majnun kepada Layla, berakhir di makam yang saling berdampingan. Keduanya telah bahagia bersama. 
    Tak dapat diragukan lagi. Kisah cinta Layla Majnun ini sangat mengandung romantisme yang sangat dalam. Kesetiaan dan kecintaan Qays kepada Layla telah berhasil membuat cerita kisah novel Layla Majnun sangat menarik perhatian pembaca. Tak heran, karya sastra bergenre romantisme ini sangat populer di kalangan remaja. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Oktavianna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu