x

Iklan

Reszky Fajarmahendra Riadi

Guru Sekolah Dasar & Pecandu Belajar
Bergabung Sejak: 4 September 2020

Senin, 7 Maret 2022 08:36 WIB

Menyoal Pemikiran Dumbing us Down Oleh John Tylor Gatto Pada Podcast Deddy Corbuzier

Pada tayangan podcast di youtube Dedy Corburzier tanggal 3 Maret 2022 yang berjudul Bongkar Tujuan Tersembunyi Dari Sekolah. Terdapat percakapan 6 Tujuan sekolah modern dari buku Dumbing Us Down: The Hidden Curriculum Compulsory Schooling karya John Tylor Gatto. Siapa itu John Tylor Gatto, dan apa pemikirannya serta bagaimana menanggapi pemikiran tersebut bisa dibaca pada tulisan ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Enam Tujuan Sekolah Modern Versi Gatto

Dewasa ini terdapat pandangan skeptis terhadap sekolah, anggapan paling banyak adalah apa yang kita pelajari di sekolah tidak 100% berpengaruh kepada kehidupan profesional. Selain itu ada yang berpendapat bahwa sekolah menjadi wadah kepentingan penguasa untuk membuat tunduk manusia dengan segala peraturan-peraturan dan kegiatan yang ada di sekolah.

Pada tayangan podcast di youtube Dedy Corburzier tanggal 3 Maret 2022 yang berjudul Bongkar Tujuan Tersembunyi Dari Sekolah, terdapat percakapan 6 Tujuan sekolah modern dari buku Dumbing Us Down: The Hidden Curriculum Compulsory Schooling karya John Tylor Gatto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Siapa itu John Tylor Gatto? Beliau adalah seorang edukator di Amerika, mendedikasikan hidupnya untuk mengajar selama 30 tahun di New York. Selain itu juga ia mendapat 3 penghargaan sebagai guru terbaik di New York selama 3 tahun berturut-turut pada tahun 1989, 1990,1991.

Narasumber mengutip buku tersebut dengan menerangkan keenam tujuan sekolah tersebut, karena rasa penasaran, saya membaca bukunya secara langsung ternyata Gatto hanya mengutip Inglis pada lecturenya di Harvard, 6 tujuannya antara lain; (1) fungsi penyesuaian atau adaptif, yaitu sekolah membangun kebiasaan untuk tetap patuh pada otoritas, sehingga akan menumpulkan penilaian kritis peserta didik. (2) Fungsi integrasi. Fungsi ini disebut juga sebagai fungsi konformitas, yaitu membuat manusia seseragam mungkin dan dapat di prediksi. hal ini menurut Inglis sangat berguna untuk memanfaatkan dan memanipulasi tenaga kerja yang besar.

(3) Fungsi diagnostik dan direktif. Sekolah dimaksudkan untuk menentukan peranan sosial yang tepat dari peserta didik. Sekolah menggiring peserta didik untuk meyakini pilihan yang diberikan tanpa ada pilihan lainnya. (4) Fungsi Pembeda. Setelah melakukan diagnosis anak-anak diurutkan berdasarkan peran sosialnya dan dilatih hanya sejauh tujuan mereka dalam strata sosial, dan tidak lebih. (5) Fungsi Selektif. Dalam fungsi ini merujuk pada teori seleksi alam Darwin mengenai ras yang disukai. singkatnya adalah sekolah menandai peserta didik yang tidak layak dengan nilai buruk, penempatan remedial dan hukuman lainnya, sehingga menciptakan pandangan inferior kepada mereka. pandangan tersebut menjadikan mereka tidak dipilih dalam perkembang biakan manusia. (6) Fungsi Propaedeutik. Dimana sebagian kecil anak-anak elit akan diajari bagaimana mengelola proyek yang berkelanjutan ini, bagaimana mengawasi dan mengendalikan populasi yang sengaja dibodohi dan dideklarasikan agar pemerintah dapat berjalan tanpa tantangan.

 

Peta Dunia

Dari keenam tujuan sekolah modern tersebut menjadikan saya berpikir keras apakah ada lembaga elit yang mengatur sedemikian rupa, sehingga tatanan persekolahan menjadi sangat mencerminkan kepalsuan, dan apakah kebaikan dan pengajaran selama ini terhadap peserta didik  sengaja untuk pelanggengan status quo.

Saya meyakini tidak begitu karena pada jaman pra kemerdekaan peran pendidikan dilembaga sekolah sangat penting, para founding nation kita adalah orang terdidik oleh Sekolah Belanda, karena adanya keberuntungan untuk sekolah (karena dahulu tidak semua pribumi bisa sekolah, hanya keturunan priyayi, dan raja yang bisa sekolah) mereka memberikan ilmu kepada lainnya, yang kemudian memberi pencerahan untuk melakukan perlawanan kepada para penjajah untuk keluar dari Indonesia dan memproklamirkan kemerdekaan. Saya tidak tahu apabila sekolah bagi pribumi pada masa itu tidak ada, pasti penjajahan masih akan ada sampai sekarang.

Sistem persekolahan juga sudah berubah, sekarang peserta didik sebagai aktor pembelajaran dengan menekankan pembelajaran berbasis masalah dan proyek yang bisa dia selesaikan, sehingga menajamkan kemampuan analisa dan daya kritisnya. Selanjutnya pada Kurikulum Merdeka dibuat fleksibel agar peserta didik juga dapat mempelajari pengetahuan yang ia minati. Sekarang juga semua sekolah sudah tidak eksklusif, dari strata sosial dan ekonomi bisa berada di dalam satu kelas, konsep sekolah sudah egaliter bagi sekolah negeri.

 

Cara Agar Tidak Terprovokasi

Tulisan dari Gatto bisa dibilang sangat provokatif, namun kita bisa ambil positif dari tulisan tersebut adalah untuk memunculkan ruang diskusi dan juga memperbaiki kelemahan pada sistem pendidikan. Bagi para masyarakat yang tidak mempunyai perimbangan pemahaman mengenai konsep yang ditawarkan Gatto akan salah memahami lembaga sekolah, dan bisa jadi dikemudian hari akan menarik anaknya dari sekolah, dan juga mengutuk lembaga sekolah.

Padahal narasumber dan Dedy masih menyekolahkan anak mereka, dan menggunakan pemahaman mereka untuk memberikan insight kepada anaknya mengenai lembaga sekolah, kegiatan persekolahan dan masa depan yang akan dapat dia raih.

Dalam buku The Death of Expertise karya Tom Nichols menyatakan bahwa di Amerika Serikat, dan negara maju lainnya mulai banyak orang awam yang kekurangan pengetahuan dasar, orang-orang awam juga menolak aturan dasar mengenai pembuktian, dan tidak mau belajar menyusun argumen logis. Tom menyatakan kebebalan ini hadir dari era informasi yang deras, saking derasnya tidak sempat untuk menyaring lalu menelannya semua. Selain generasi awam yang bebal Toms juga menyatakan adanya era skeptisme tentang lembaga sekolah dan universitas, banyak yang beranggapan bahwa kedua hal tersebut hanya sebagai komoditas tanpa memahami adanya hal-hal fundamental dalam pembentukan karakter dan membuat generasi pembelajar yang mencintai pengetahuan.

Nampaknya era keterbukaan informasi meluas, bukan hanya negara maju saja namun negara berkembang juga dapat menyicipi era tersebut, selain melimpahnya informasi juga nyatanya era ini menyimpan banyak informasi yang keliru, karena kekurangan nalar kritis sehingga informasi yang keliru kadang bisa kita anggap sesuatu yang benar.  Apa yang dikemukakan oleh Gatto harus direnungi oleh pembacanya, serta mempunyai versi lainnya terhadap pemikirannya. Jika hal tersebut dilakukan. Solusi yang hadir dalam diskusi tersebut bisa dijadikan acuan untuk memilih sekolah terbaik bagi anak-anak.

Pendidikan dan persekolahan di Indonesia dewasa ini memang jauh dari kata sempurna, namun sekarang sudah on the right track. Namun bila masih tidak percaya pada lembaga sekolah, silahkan untuk mendidik anak dengan sistem pendidikan yang diyakini. Karena sejatinya semua tempat adalah sekolah, dan semua orang adalah guru.

 

 

Ikuti tulisan menarik Reszky Fajarmahendra Riadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler