x

Wikipedia

Iklan

Rivaldi Maulana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 24 Oktober 2022

Selasa, 25 Oktober 2022 09:02 WIB

Respon Amerika Serikat Terhadap Uji Coba Nuklir Korea Utara Tahun 2017

Artikel ini menjelaskan respon Amerika Serikat pada masa pemerintahan Donald Trump ketika Korea Utara melakukan uji coba Nuklir pada tahun 2017

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Respon Amerika Serikat Terhadap Uji Coba Nuklir Korea Utara Tahun 2017

Kita semua tahu bahwa pengembangan nuklir adalah salah satu perbincangan hangat dalam beberapa dekade terakhir khususnya di wilayah Asia Timur. Beberapa negara telah melakukan pengembangan untuk memiliki nuklir yang dapat menjaga stabilitas keamanan negaranya masing-masing salah satunya adalah Korea Utara. Permasalahan nuklir Korea Utara ini dapat menjadi suatu ancaman untuk Amerika Serikat sebagai negara adidaya. Di sisi lain Korea Selatan sebagai negara yang dekat dengan Korea Utara dari segi geografis telah melakukan pengembangan dan meningkatkan kemampuan militernya agar dapat berkerja sama dengan Amerika Serikat dalam hal menjaga keamanan dari negara yang bersangkutan.

Korea Utara memulai pengembangan teknologi nuklirnya pada tahun 1950 yang tidak terlepas dari bantuan dari Uni Soviet. Para pakar-pakar teknologi Korea Utara telah diajarkan untuk mengembangkan nuklir oleh Uni Soviet sehingga Korea Utara memiliki keunggulan dalam pengembangan teknologi nuklir. Pada tahun 1960-an, mulailah secara keseluruhan Korea Utara dapat memproduksi serta memperoleh roket dan rudal untuk mendukung program rudalnya. Korea Utara tercatat telah beberapa kali melakukan uji coba nuklirnya, negara tersebut pertama kali mulai melakukan uji coba peluncuran nuklir miliknya pada 9 Oktober 2006 dengan kekuatan 1 kiloton pada masa pemerintahan Kim Jong Il. Selama era pemerintahan Kim Jong Il, Korea Utara hanya melakukan uji coba nuklir sebanyak dua kali pada Oktober 2006 dan Mei 2009. Namun ketika terjadinya pergantian rezim di pemerintahan Korea Utara yaitu pada rezim Kim Jong Un, intensitas uji coba peluncuran nuklir Korea Utara pun ditingkatkan yaitu dimulai sejak tahun 2013.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada tahun 2013, pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, melakukan uji coba nuklir pertamanya sebagai pemimpin Korea Utara dan merupakan uji coba nuklir Korea Utara yang ke tiga selama Korea Utara berdiri. Kegiatan uji coba rudal ini dilakukan tidak lain untuk dijadikan sebagai alat penawaran yang ingin ditukar dengan bantuan ekonomi dari Amerika Serikat. Hal ini dilakukan pasca pemberhentian supply makanan yang dilakukan oleh Amerika Serikat serta pembekuan bank perdagangan internasional Korea Utara pada tahun 2013. Pada 6 Januari 2016, Korea Utara melakukan uji coba nuklir keempatnya. Presiden Obama merespon dengan menjatuhkan sanksi Executive Order 13722. Pada dokumen tersebut dituliskan bahwa semua properti dan kepentingan yang ada di Amerika serikat yang memiliki hubungan dengan Pemerintah Korea Utara diblokir.

Pada 2017 Amerika Serikat mengalami pergantian pemerintahan. Presiden Donald Trump dari Partai Republik yang terpilih dan akan menjabat selama empat tahun kedepan. Isu nuklir Korea Utara tentu tidak luput dari fokus pemerintahan Donald Trump. Pada awal pemerintahan Donald Trump di tahun 2017, Korea Utara telah melakukan beberapa kali uji coba peluncuran rudal nuklir, Tercatat pada tahun 2017, Korea Utara telah tiga kali melakukan uji coba ICBM Pada 4 Juli 2017, Korea Utara menyatakan telah berhasil meluncurkan Intercontinental Ballistic Missiles (ICBM) Hwasong-14 yang dapat menjangkau Alaska dan terbang dalam jarak tempuh 930 kilometer dengan ketinggian 2.803 kilometer sebelum akhirnya mendarat di perairan Jepang. ICBM merupakan peluru kendali balistik antar benua yang dapat terbang dari satu benua ke benua lainnya dengan jangkauan lebih dari 5.500 kilometer dan pengujian kedua dilakukan pada tanggal 28 Juli. Uji coba kedua terhadap Hwasong-14 yang telah diperbaharui menghasilkan rudal balistik ini mampu terbang dengan jangkauan maksimal 10.000 kilometer dan diperkirakan dapat menjangkau wilayah Amerika Serikat seperti West Coast, Chicago, dan New York.

Kemudian pada 28 November 2017, Kim kembali menguji ICBM terbarunya, Hwasong-15 yang jangkauan maksimalnya adalah 13.000 kilometer dan diperkirakan dapat mencakup seluruh wilayah Amerika Serikat. Kegiatan uji coba rudal balistik tersebut dianggap sangat mengancam stabilitas keamanan AS yang dijadikan target utama rudal Korea Utara. Pada National Security Strategy (NSS) yang baru, Trump menyatakan bahwa nuklir Korea Utara menimbulkan ancaman global dan untuk itu membutuhkan respons global. Trump juga menyampaikan komitmennya bekerja sama dengan dengan Korea Selatan melalui militer.

Sejak saat itu Amerika Serikat menerapkan Maximum Pressure Strategy (Strategi Tekanan Maksimum) dengan meminta DK PBB untuk memberikan sanksi yang lebih keras kepada Korea Utara. AS selaku negara super power yang juga merupakan salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB telah berupaya untuk merealisasikan denuklirisasi Korea Utara, yang mana salah satunya ialah memberlakukan embargo dan menutup segala akses keuangan yang diperintahkan langsung oleh Presiden Donald Trump terhadap Korea Utara guna untuk membatasi ruang gerak serta meminimalisir kemampuan Korea Utara dalam melakukan pengembangan program nuklirnya. Amerika Serikat melalui DK PBB memberika tekanan maksimum melalui empat sanksi resolusi. Adalah Resolusi 2397 yang merupakan resolusi terakhir di tahun 2017. Resolusi tersebut merupakan sanksi yang paling berat bagi Korea Utara karena adanya pembatasan impor minyak bumi sebesar 89%.

Selain Strategi Tekanan Maksimum, Amerika Serikat juga menerapkan Engagment Strategy (Strategi Keterlibatan). Maksud dari Strategi Keterlibatan adalah Amerika Serikat akan meminta negara-negara yang berpengaruh terhadap Korea Utara untuk terlibat dalam menerapkan sanksi dan membuka dialog diplomatik. Amerika Serikat meminta Tiongkok untuk menerapkan dan mematuhi sanksi terhadap Korea Utara, karena Tiongkok dirasa memiliki pengaruh besar untuk perekonomian Korea Utara.

Meskipun AS dan Korea Utara sempat melakukan perundingan pada KTT AS-Korea Utara pada bulan Februari 2018, Donald Trump selaku pemegang kekuasaan AS menyatakan tidak akan melonggarkan sanksi ekonomi yang diberikan terhadap Korea Utara. Sanksi tersebut masih tetap berlaku. Hal ini disampaikan oleh Donald Trump pasca mewakili AS untuk melakukan perundingan terkait denuklirisasi Korea Utara dengan presiden Kim Jong Un di Hotel Capella, Pulau Sentosa Singapura.

Ikuti tulisan menarik Rivaldi Maulana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu