Photo by cottonbro studio:
Manusia itu dilahirkan dalam fitrah kebaikan. Tapi bisa saja terjerumus, tergantung bagaimana dia mendapatkan pendidikan dan pengaruh dari luar selama hidupnya. Itulah kenapa agama dan nasihat-nasihat di dalamnya penting, sebagai pengingat dan pegangan.
Semua orang pada dasarnya punya empati, tidak usah merasa eksklusif dengan bilang "orang normies" dan "aku merasa berbeda". Prinsipnya, selama itu baik, lakukan tanpa banyak mikir. Semakin banyak mikir, semakin besar ketakutan. Dan seringkali ketakutan itu hasil dari sesuatu yang tidak nyata, tidak ada, tapi lahir dari ketidaktahuan dan pemikiran yang berlebihan.
Korban bullying masa depannya hancur karena pikirannya mandek, terkungkung dalam pikiran negatif yang stagnan dan tidak berkembang. Walaupun hal ini tidak sepatutnya disalahkan karena lingkungannya yang mengekang perkembangan mentalnya.
Tapi ingat, tidak ada yang bertanggung jawab tentang masa depan seseorang selain dia sendiri. Berharap ada superhero yang menolong? Wake up saja. Memang kadang ada yang begitu, tapi kenyataannya setiap orang punya masalah masing-masing, dan mereka terlalu sibuk dengan masalahnya itu.
Pembuli sukses? Kehidupannya bahagia? Itu bukan penyebab utama. Penyebab utama adalah rasa percaya diri . Siapapun, yang punya rasa percaya diri, self esteem, yang tinggi, pasti bakal bahagia dan sukses. Siapapun, termasuk korban bully sekalipun.
Sebagai guru tingkat dasar, saya pernah menangani pembulian di sekolah. Fokus saya adalah meningkatkan self esteem dan rasa percaya diri anak. Untungnya untuk melakukan rekayasa sosial di tingkat sekolah dasar tidak begitu sulit, jadi setiap kasus bisa memiliki akhir yang baik.
Tapi saya juga tahu di tingkat pendidikan selanjutnya tantangannya lebih berat, terlebih kalau sudah masuk lingkungan kerja. Sulit melakukan rekayasa sosial karena orang juga beranggapan, semakin besar maka semakin dewasa, semakin dituntut untuk bisa mengatur diri sendiri.
Meski sebenarnya korban bully butuh bantuan, tapi tetap, aktor utama adalah diri sendiri. Rasa takut itu nyata, tapi sadari bahwa seringkali yg ditakuti itu tidak benar-benar ada.
Seperti kata para guru, "Rasakan cubitan rasa takut itu, tapi tetaplah melangkah maju."
Ikuti tulisan menarik Sigid lainnya di sini.