x

Iklan

Iwan Kartiwa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Rabu, 28 Desember 2022 19:26 WIB

Pilih Jadi Calon Guru Penggerak atau Calon Pengajar Praktik?

Dalam perjalanannya program PGP (pendidikan guru penggerak) saat ini sudah memasuki rekrutmen angkatan 8,9 dan 10. Sejumlah rekan guru bertanya dan meminta pandangan karena dihadapkan pada dilema mana yang harus dipilih dan mana kiranya yang lebih baik, cocok dan mampu untuk diikuti sehingga dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam program PGP.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Iwan Kartiwa

(Pengajar Praktek PGP Angkatan 5 Kabupaten Sumedang dan CKS SMA Provinsi Jawa Barat Tahun 2021)

Antusiasme guru untuk mengikuti program pendidikan guru penggerak (PGP) makin hari makin meningkat. Hal ini agak berbeda dengan sebelumnya, saat itu program PGP direspon tidak seantusias dan semeriah saat ini. Mungkin ada beberapa alasan mengapa PGP pada angkatan-angkatan awal tidak begitu menarik perhatian guru. Setidaknya hal itu dapat bermuara pada empat aspek terkait dengan informasi, motivasi, persepsi, dan apresiasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Soal aspek informasi umumnya terkendala oleh keterbatasan akses informasi. Artinya pada awal-awal PGP berlangsung, informasi belum begitu menyebar sehingga tidak diketahui oleh banyak komunitas guru. Para guru yang aktif berburu informasi dan terkoneksi dengan berbagai sumber informasi yang utamanya berasal dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Ristek, tentu akan menjadi pihak pertama yang mengetahui dan memahami seleksi program PGP. Sebaliknya rekan-rekan guru yang terbatas akses informasinya baik karena problem perangkat, koneksi informasi maupun kendala geografis tentu akan menjadi pihak yang agak tertinggal dibanding guru yang disebutkan di atas tadi.

Soal kedua terkait aspek motivasi. Tidak semua guru memiliki gairah atau motivasi tinggi untuk mengikuti berbagai pelatihan peningkatan kompetensi diri contohnya melalui berbagai kegiatan diklat, workshop, bimtek atau sejenisnya. Motivasi sebagaimana diketahui sangat dipengaruhi oleh factor internal terkait dengan kemauan dan semangat pribadi yang bersangkutan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam dirinya, tapi tak kalah pentingnya juga adalah factor eksternal. Tidak sedikit rekan guru rendah aspek motivasinya karena lemahnya support system disekitarnya baik lingkungan dimana dia bekerja, dukungan keluarga maupun tempat tinggal serta orang-orang yang berada dekat dengan dirinya.

Aspek ketiga soal persepsi. Persepsi muncul dari opini yang berkembang dan mempengaruhi pola pikir serta pola sikap seseorang. Persepsi dapat berasal dari personal (individu) maupun komunal (kelompok) sebagai bentuk respon atau pernyataan sikap sebuah organisasi. Persepsi guru secara personal maupun komunal yang tercermin dalam pernyataan sikap organisasi profesi guru tertentu menimbulkan respon yang beragam terhadap PGP. Pada awal-awal PGP digulirkan, persepsi beberapa individu guru maupun organisasi profesi guru tertentu boleh dikatakan tidak terlalu respek, kesan nyinyir dan apriori masih cukup kuat terasa di lapangan. Maka tidaklah aneh, kalau diawal-awal PGP diluncurkan masih muncul persepsi yang kurang memihak sehingga antusiasme mengikuti PGP masih terasa sepi dibanding antusiasmenya saat ini.

Aspek keempat adalah soal apresiasi (manfaat dan penghargaan). Pada awal-awal PGP dibuka, banyak guru yang masih bertanya-tanya dan menunggu apa bentuk apresiasi yang diperoleh ketika sudah selesai menuntaskan program PGP. Awalnya sebagian besar CGP memahami apresiasi program PGP sama seperti kegiatan diklat lainnya yaitu berupa menimgkatnya pemahaman materi (peningkatan kognisi/pengetahuan), bertambahnya relasi sosial (mengenal banyak guru dari berbagai jenjang pendidikan) dan tentu saja ada reward finansi (keuangan) untuk penggantian biaya transportasi, konsumsi, akomodasi dan komunikasi (kuota internet).

Apresiasi lainnya adalah sertifikat kegiatan selama 6 bulan dengan 310 JP serta sertifikat guru penggerak. Hal yang sedikit terlupakan dan perlu penguatan informasi adalah bahwa apresiasi dalam bentuk sertifikat guru penggerak tadi pada gilirannya nanti akan menghadirkan opportunity (kesempatan) untuk para lulusan/alumni PGP dalam peningkatan karir. Karir yang dimaksud adalah dapat menjadi syarat untuk mengikuti seleksi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah. Hal ini sebagaimana ketentuan  Permendikbud Ristek No. 40 Tahun 2021 bahwa salah satu syarat menjadi Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah tersebut adalah memiliki sertifikat guru penggerak. Setelah hal ini ditegaskan antusiasme para guru terhadap program PGP setiap angkatan semakin meningkat.

Dalam perjalanannya program PGP saat ini sudah memasuki rekrutmen angkatan 8,9 dan 10. Sejumlah rekan guru bertanya dan meminta pandangan karena dihadapkan pada dilema mana yang harus dipilih dan mana kiranya yang lebih baik, cocok dan mampu untuk diikuti sehingga dapat berpartisipasi dan berkontribusi dalam program PGP. Untuk berpartisipasi dalam progam PGP ada dua posisi seleksi yang dapat diikuti komunitas guru yaitu seleksi sebagai calon guru penggerak dan satu lagi sebagai calon pengajar praktik (CPP). Nah, dari kedua posisi ini hanya salah satu yang dapat dipilih dan tidak mungkin diikuti dua-duanya. Oleh sebab itu seorang guru yang hendak bergabung dalam program PGP memang sebaiknya benar-benar dapat memahami dan mengetahui mana yang lebih pas dan cocok hingga pada akhirnya mampu diikuti dan memiliki nilai prosfektif bagi pengembangan karir berikutnya. Atas dasar hal itu maka berikut ini beberapa pertimbangan untuk memilih dan menentukan apakah mengikuti seleksi CGP atau CPP.

Pertama, syarat seleksi. Untuk CGP disyaratkan kriteria umum dan kriteria seleksi. Dalam kriteria umum disebutkan beberapa ketentuan yaitu: 1). Guru ASN maupun NON ASN baik dari sekolah negeri maupun sekolah swasta, pada satuan pendidikan formal jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB yang memiliki SK Mengajar, 2). Kepala sekolah yang belum memiliki Nomor Registrasi Kepala Sekolah (NRKS),berstatus definitif dari ASN maupun NON ASN baik dari sekolah negeri maupun sekolah swasta, pada satuan pendidikan formal jenjang TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan SLB, 3). Memiliki akun guru di Data Pokok Pendidikan (Dapodik), 4). Memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1/D4, 5). Memiliki pengalaman mengajar minimal 5 (lima) tahun, 6). Memiliki masa sisa mengajar tidak kurang dari 10 (sepuluh) tahun atau memiliki usia tidak lebih dari 50 tahun saat registrasi. Sementara itu yang menjadi syarat kriteria umum untuk CPP adalah sebagai berikut: 1). Tidak sedang mengikuti kegiatan diklat latsar PNS, PPG, dan sebagai asesor Pendidikan Guru Penggerak atau Program Sekolah Penggerak, 2). Tidak sedang proses rekrutmen kepala sekolah penggerak, pelatih ahli/fasilitator sekolah penggerak atau sedang menjalankan tugas sebagai kepala sekolah penggerak, pelatih ahli/fasilitator sekolah penggerak pada Program Sekolah Penggerak (PSP), 3). Tidak sedang menjadi instruktur, pelatih lapang, pengawas lapang pada Program Organisasi Penggerak (POP), 4). Tidak sedang proses rekrutmen calon guru penggerak, calon fasilitator atau sedang menjalankan tugas sebagai calon guru penggerak, atau fasilitator pada Program Pendidikan Guru Penggerak (PGP), 5). Mendapat izin dari pimpinan/ atasan langsung tempat bekerja, 6). Memiliki keinginan yang kuat untuk menjadi calon pengajar praktik, 7). Bersedia mendampingi CGP selama proses Pendidikan Guru Penggerak, 8). Bagi calon peserta yang sedang mengikuti proses seleksi CPP PGP angkatan sebelumnya, mohon untuk melanjutkan seleksi tersebut dan tidak mengikuti seleksi CPP PGP angkatan yang sedang berlangsung, kecuali peserta yang sudah dinyatakan tidak lulus pada seleksi sebelumnya.

Memperhatikan kriteria umum tadi maka, rekan-rekan guru yang relative masih berusia muda direkomendasikan mengikuti seleksi CGP. Sebaliknya yang sudah mendekati usia 50 tahun atau masa kerja bagi guru ASN yang masih tersisa kurang dari 10 tahun justru lebih berpeluang mengikuti seleksi CPP. Para guru yang relative berusia lebih muda juga patut mempertimbangkan kriteria khusus yang ada pada posisi CPP. Kriteria khusus pada CPP memiliki tingkat persaingan/kompetisi yang lebih ketat. Kriteria khusus CPP ternyata berasal dari beragam sumber mulai dari guru penggerak, guru, kepala sekolah, akademisi, hingga Praktisi/Konsultan Pendidikan (Pegiat/pelaksana praktik pendidikan yang bergabung di dalam komunitas organisasi pendidikan (KOP), LSM dan fasilitator pendidikan di daerah).

Kedua, tantangan implementasi. Materi diklat PGP dengan tagihan karya dan aksi nyata memerlukan energi dan strategi implementasi yang tidak mudah. Oleh sebab itu guru-guru muda yang enerjik, kreatif, inovatif dan memiliki kemampuan penguasaan IT yang baik patut memilih program CGP. Hal ini sesuai dengan kriteria seleksi bagi posisi CGP yaitu: 1). Menerapkan pembelajaran yang berpusat pada murid, 2). Memiliki kemampuan untuk fokus pada tujuan, 3). Memiliki kompetensi menggerakkan orang lain dan kelompok, 4). Memiliki daya juang (resilience) yang tinggi, 5). Memiliki kompetensi kepemimpinan dan bertindak mandiri, 6). Memiliki kemampuan untuk belajar hal baru, terbuka pada umpan balik, dan terus memperbaiki diri, 7). Memiliki kemampuan berkomunikasi dengan efektif dan memiliki pengalaman mengembangkan orang lain, 8). Memiliki kedewasaan emosi dan berperilaku sesuai kode etik. Mengacu pada kriteria seleksi diatas, maka rekan-rekan guru yang sudah lebih berpengalaman, punya jam terbang mengajar yang relative lama, memiliki rekam jejak pendampingan guru, serta mempunyai kemampuan andragogi (pendidikan bagi orang dewasa) yang baik, maka lebih direkomendasikan untuk lebih memilih posisi CPP.

Keiga, proyeksi opportunity (kesempatan peningakatan karir). Dalam struktur program PGP, baik CGP maupun CPP memiliki alur jenjang peningkatan peran atau penugasan dengan tugas, tanggung jawab dan pendapatan yang berjenjang pula. Seorang CGP setelah dinyatakan lulus menjadi GP (guru penggerak) dapat naik kelas menjadi PP (pengajar praktik), naik kelas lagi menjadi fasilitator dan instruktur. Demikian pula seorang CPP setelah dinyatakan lulus jadi PP dapat naik kelas menjadi seorang fasilitator dan selanjutnya menjadi seorang instruktur. Hal yang menarik adalah selain peningkatan peran atau penugasan, pada posisi CGP yang kemudian menjadi GP maka yang bersangkutan otomatis memiliki peluang penimgkatan karir yang lebih terbuka setelah yang bersangkutan menyelesaikan progam PGP dan mendapatkan sertifikat pelatihan serta sertifikat guru penggerak. Kedua sertifikat inilah yang nantinya menjadi syarat penting yang harus dimiliki untuk menjadi calon kepala sekolah dan calon pengawas sekolah. Bandingkan dengan CPP yang sudah jadi PP maka posisi ini tidak memiliki peluang/kesempatan tersebut. Adapun bila menginginkannya maka PP tersebut harus mengikuti program recognisi. Apa sebenarnya program recognisi itu?

Menurut Permendikbud No. 26 tahun 2022 dalam Pasal 10 disebutkan bahwa (1). Pendidikan Guru Penggerak memberikan rekognisi pembelajaran lampau dengan memberikan pengurangan beban belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 terhadap: a. Guru sebagai pelatih ahli pada PSP; b. Guru sebagai Fasilitator pada PSP; c. Guru sebagai Pengajar Praktik pada pendidikan Guru Penggerak; atau d. Guru yang memiliki surat keputusan penugasan sebagai kepala sekolah yang ditetapkan sebagai pelaksana PSP dan telah melaksanakan tugas pada PSP selama 3 (tiga) tahun berturut-turut'. (2) Pengurangan beban belajar terhadap Guru sebagai petatih ahli pada PSP dan Guru sebagai Fasilitator pada PSP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, dan Guru sebagai Pengajar Praktik pada pendidikan Guru Penggerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diberikan paling banyak 76% (tujuh puluh enam persen)' (3) Pengurangan beban beiajar terhadap Guru yang memiliki surat keputusan penugasan sebagai kepala sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan sebesar 100% (seratus persen)'

Jadi bagi para guru dimanapun berada, silakan mempertimbangkan mana yang lebih pas untuk diikuti apakah menjadi CGP atau CPP. Semuanya memiliki tantangan dan tanggungjawabnya masing-masing. Semuanya kembali kepada pilihan masing-masing. Jauh lebih penting dari pada itu adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran kita bersama untuk terus memulai perubahan pendidikan ke arah yang lebiih baik. Sebagaimana semboyan program PGP bahwa semua guru harus selalu tergerak, bergerak dan menggerakan menuju transformasi pendidikan yang kita dambakan bersama. Wallahu a’lam bish-shawabi ( والله أعلمُ ﺑﺎ ﻟﺼﻮﺍﺏ ).

Ikuti tulisan menarik Iwan Kartiwa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler