x

Iklan

Yafet Ronaldies

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Senin, 3 Juli 2023 16:41 WIB

Overthinking? Sah-sah Saja, bah!

Justru overthinking hadir sebagai penyeimbang dalam kehidupan. Agar kita lebih awas terhadap keputuan-keputusan yang diambil dan kejar. Fokus utama dan tujuan prioritas memang adalah menggapai pikiran yang positif dengan bijak.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Wabah overthinking sedang sangat familiar dengan para milenial dan generasi Z (Gen Z). Lebih spesifik lagi mereka yang masih duduk di bangku kuliah banyak yang mengidap gejala ini. Mengapa lebih banyak dari kalangan kaum ini? Karena mereka dihadapkan banyak sekali pilihan yang bisa dikejar untuk menata masa depan sesuai dengan jurusan/keahlian. Apalagi bagi mahasiswa tingkat akhir, plus ditambah kisah asmara, semua itu menambah guncangan berlebihan. Ibaratnya mereka dihajar dair kiri dna kanan. 

Lantas bagaimana mereka para pekerja (yang sudah bekerja), apakah juga bisa mengalami overthinking? Jawabannya, yah, itu pasti, bahkan lebih kompleks dibanding yang kalangan mahasiswa. Karena para pekerja berhadapan dengan kehidupan yang penuh realistis dan kadang diluar nalar. Mereka yang bekerja akan dihantui di alam pikir, hal-hal yang harus mereka dapatkan, seperti kesukseskan dan nikah di umur yang efektif (tidak terlalu lama). Misalkan, para pekerja itu biasanya mendapatkan overthinking dilingkungan kerja, kemudian efek tekanan dari atasan, tuntutan/tulang punggung keluarga, dan belum menemukan pasangan hidup. Ini yang penulis katakan, bahwasannya overthinking para pekerja itu lebih kompleks dan agak lebih berat, yaaahh bisa dibilang sedikit lagi bisa menyentuh tahap stres.

Akan tetapi penulis memandang overthinking itu sah-sah saja, ibaratnya tidak ada masalah. Ya, fine-fine gitu, aja deh, pokoknya overthinking. Memang banyak bertebaran quotes di sosial media untuk yang mengajak kita unutk beranjak dari overthinking.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penulis beranggapan kita tidak bisa menghindar bahkan hidup tanpa overthinking. Bulan berganti bulan, minggu berganti minggu, hari berganti hari, bahkan jam berganti jam selalu ada saja hal-hal overthinking yang kita dapatkan/pikirkan.

Overthinking ini sangat variatif sesuai kondisi, situasi, status para manusia. Biasanya overthinking disebabkan pikiran yang banyak ditambah bumbu-bumbu negatif dari apa yang kita pikirkan. Atau terkadang prediksi-prediksi negatif kita terkait aktifitas dan kerjaan kita, yang kadang membuat overthinking makin merajalela. Kadang respons kita terhadap sesuatu hal itu belebihan, pada realitanya belum tentu itu terjadi.

Memang tidak mudah dalam meredakan habit dari overthinking karena bisa saja muncul secara tiba-tiba. Inilah yang membuat kita sulit membendung kebiasaan itu. Menurut penulis, solusi ari al itu tidak ada. Karena semuanya kembali kepada masing-masing mindset kepribadian. Walaupun satu menit overthinking biasanya muncul terus menerus ketika kita belum menemukan jalan keluarnya. Lalu apa yang harus kita lakukan, ketika dilandai overthinking? Menurut penulis, ini hanyalah sebuah permainan pikiran di otak kita, yang seolah-olah terjadi pertarungan antara pikiran negatif dan pikiran positif. Nah, dari situlah biasanya terjadi, ketika pikiran positif dikalahkan sama pikiran negatif, maka disitulah overthinking timbul. Walaupun presentase pikiran positif menang 90%, dan pikiran negatif cuman 10%, tetap kita bisa merasakan overthinking. Karena bagaimanapun juga pikiran positif mesti di dominasi oleh pikiran negatif. Berat memang kalau kita mau mengalahkan gejolak overthinking. 

Hadirnya overthinking, sebenarnya tidak melulu itu salah dan berdampak buruk/kurang baik terhadap kehidupan, aktifitas, pekerjaan, pendidikan kita. Justru overthinking hadir, sebagai penyeimbang dalam kehidupan. Agar kita lebih aware, terhadap keputuan-keputusan yang bakalan kita ambil dan kita kejar. Fokus utama dan tujuan prioritas memang adalah menggapai pikiran yang positif dengan bijak. Perlu diketahui, jikalau overthinking itu bisa menjadi pertimbangan kita dalam beranjak untuk menjadi lebih baik, karena ada hal-hal yang kita pikirkan terlebih dahulu dampak negatifnya. Kemudian, ketika sudah menemukan celahnya, kita dalam menutupi celah dari overthinking tersebut, dengan cara merespons dengan pikiran positif.

     Note: Kata “bah” itu bahasa keseharian dari Kalimantan, kebetulan penulis berasal dari Kalimantan Utara, Kota Tarakan. Makna kata”bah” itu seperti penekanan/penegasan terhadap sesuatu.

Ikuti tulisan menarik Yafet Ronaldies lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu