x

Ganjar Pranowo memberikan salam kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputeri dan Katua DPP Puan Maharani, di Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Juni 2022. Tempo/M taufan Rengganis

Iklan

Syabar Suwardiman Seorang Guru

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 November 2021

Rabu, 6 September 2023 18:49 WIB

Keterlibatan Perempuan dalam Problem Sosial

Banyak problem sosial mampu diselesaikan perempuan. Perempuan hanya dengan sapu ijuk berhasil menghalau tawuran antarpelajar, membubarkan sarang perjudian. Di tengah budaya patriarki, para perempuan bisa menunjukkan kehebatan mereka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Emak-emak berhasil membubarkan tawuran pelajar, hanya dengan senjata sapu ijuk.  Di tempat lain emak-emak juga berhasil membubarkan tempat  perjudian dan gudang miras.   Ini adalah contoh-contoh nyata peran perempuan dalam mengatasi masalah sosial.  Berita terkait hal tersebut dengan mudah bisa dicari dengan bantuan Google.

Dalam perjalanan sejarah Indonesia, peran perempuan juga sangat menonjol, baik tampil di medan pertempuran  maupun pada bidang lainnya.  Tercatat yang tampil di medan pertempuran, ada Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, Nyi Ageng Serang, Martha Christina Tiahahu, sementara yang melalui jalur pendidikan, Kartini dan Dewi Sartika.  Itu yang tercatat, padahal saat perjuangan sangat banyak sekali perempuan yang ikut berperan untuk melawan penjajah.

Perempuan berasal dari Bahasa Jawa kuna, yaitu empu, yang berarti orang terhormat, tuan, yang dimuliakan.  Menyebut lawan jenis dari laki-laki dengan kata perempuan berarti memberikan penghormatan khusus terhadap jenis kelamin yang disandangnya.  Saking mulianya ketika beranjak dewasa, perempuan dengan posisinya disebut juga Ibu.  Sebuah sebutan takzim bagi perempuan baik sudah bersuami maupun belum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam budaya kita penghormatan pada perempuan sesungguhnya sudah sangat luar biasa.  Misalnya menyandangkan kata ibu dengan pusat kota, sebagai Ibu Kota.  Ini tidak lain karena kemampuan mengayomi dari seorang perempuan, sehingga layak untuk disematkan kata penghormatan itu.

Perempuan dan Problem Sosial  Dirinya

Dari pengalaman penulis, perempuan Indonesia adalah perempuan yang sangat tangguh.  Selain mampu bekerja secara bersamaan mengerjakan beberapa tugas dalam rumah tangga, ternyata para perempuan Indonesia juga dituntut untuk multitasking dalam pekerjaan publik.  Setiap rapat sekolah mayoritas yang hadir ke sekolah adalah perempuan, pengambilan rapor anak di dua sampai dengan tiga sekolah juga yang mengambil adalah perempuan.  Fatherless country, negara tanpa ayah juga melekat pada negara kita.  Padahal para perempuan juga sama bekerja di sektor publik, tetapi urusan anak-anak juga menjadi bagian dari peran multitasking-nya tadi.

Dibandingkan laki-laki perempuanlah yang disela-sela pekerjaan di sektor publik masih sempat untuk menanyakan keadaan anak-anak, bahkan juga masih sempat menyiapkan makanan bagi anggota keluarganya.  Menjadi ironis ketika sistem patriarki menjadikan perempuan sebagai subordinat dalam keluarga dengan peran yang sangat besar.  Ada sebuah pengalaman dari seorang rekan perempuan yang bekerja di sektor publik, dia bekerja untuk menghindari tuduhan dari keluarga laki-laki  hanya bisa bergantung dan memanfaatkan suami.  Padahal dalam kajian feminisme  tugas  perempuan di sektor non publik (rumah tangga) jika dihitung sebagai sebuah pekerjaan tidak sebanding dengan “bayaran” dari gaji suami.  Namun itulah fenomena di tengah masyarakat kita.

Dalam banyak kasus yang kontradiktif, perempuan yang harusnya dihormati justru selalu menjadi korban dari keadaan sosial.  Perdagangan orang,  kekerasan dalam rumah tangga, korban pelecehan dan pemerkosaan, dan kasus-kasus lainnya, justru paling banyak menimpa perempuan. Membuat miris karena pelaku perdagangan orang yang menimpa perempuan justru melibatkan perempuan itu sendiri.  Problem terbesar di antara perempuan. 

Syukurnya di Indonesia pada masa kini juga lahir perempuan-perempuan hebat. Beberapa jabatan strategis dijabat oleh perempuan, sekadar menyebut beberapa jabatan yang dipegang perempuan ada Ketua DPR RI, Rektor ITB, UGM dan UNPAD, Dirut Pertamina serta Ketua Partai yang selalu menentukan kandidat presiden. Di luar pemerintahan ada yang menjabat Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia.

Perempuan di Indonesia dari pengalaman penulis selalu dihadapkan pada pilihan dilematis.  Ketika sekolah dari SD hingga SMA, banyak perempuan yang berhasil meraih ranking.  Namun sesudah lulus, pilihan dilematis pada karier atau berumah tangga  masih sering dialami perempuan.  Meskipun sebenarnya pilihan-pilihan itu pada hakekatnya tetap memosisikan perempuan pada posisi mulia.  Fenomena ini hanya membuktikan bahwa perempuan adalah makhluk yang sangat unik dan tangguh.    

Peran Perempuan Dalam Solusi ProblemSosial

Terlepas dari masalah kontradiktif  perempuan, dalam banyak kajian kepemimpinan perempuan, ternyata kepemimpinan perempuan bersifat transformatif.  Contoh nyata dalam kasus ini adalah saat Megawati menjadi presiden mampu mengantarkan demokrasi Indonesia secara mulus.  Kita ingat pada tahun 2004 di bawah kepemimpinan Presiden Megawati mampu menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung  dengan baik.  Terpilihlah SBY yang sebelumnya adalah menteri bawahan Presiden Megawati.

Selain mampu bersifat transformatif, kemampuan perempuan  untuk menyelesaikan masalah sosial karena pertama kemampuan multitasking mengerjakan banyak tugas dalam waktu relatif bersamaan.  Kemampuan ini sudah melekat pada dirinya.  Kedua, kemampuan komunikasi yang luwes, sehingga ini menjadi modal ketika perempuan terlibat dalam pemecahan masalah sosial, ketiga menurut penulis melibatkan hati, sifat afektif ini melekat sebagai fitrah pada perempuan.  Kasih sayangnya muncul dalam setiap penyelesaian masalah, tetapi tetap bisa bertindak tegas.  Keempat, memiliki empati yang dalam terhadap masalah yang dihadapinya.

Kemampuan dasar tadi akan makin teruji dengan baik jika diasah dan dilatih khusus, sesuai bidang keterlibatan mereka.   Pelatihan ini akan menghilangkan stigma ketidakmampuan perempuan untuk bersikap dan bertindak objektif.  Tentunya masyarakat harus menjadi bagian penting untuk menerima peran dan keterlibatan perempuan dalam berbagai bidang.  Dengan begitu kita akan bebas dari stigma isu gender dan menempatkan perempuan pada tempat terhormat seperti sebutannya.

 

Ikuti tulisan menarik Syabar Suwardiman Seorang Guru lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu