x

Pendaki Jateng Taklukkan Puncak Gunung Slamet, Bendera Pengayoman Gagah Berkibar

Iklan

Malik Ibnu Zaman

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 16 Oktober 2022

Rabu, 4 Oktober 2023 06:47 WIB

Mengenal Dua Tokoh Revolusioner dari Tegal

Tegal faktanya bukan hanya sekedar Warung Tegal yang menjamur ada di mana-mana, ataupun logat ngapak. Masyarakat Tegal khususnya dan orang pada umumnya harus tahu bahwa Tegal lebih dari itu.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tegal faktanya bukan hanya sekedar Warung Tegal yang menjamur ada di mana-mana, ataupun logatnya yang unik (Ingat loh yah logat Tegal itu bukan ngapak, sebab ada perbedaan intonasi, pengucapan, dan arti kata antara dialek Tegal dengan dialek Banyumas). Masyarakat Tegal khususnya dan orang pada umumnya harus tahu bahwa Tegal lebih dari itu.

Jika misalnya kita mempelajari sejarah dan antropologi Tegal, maka kita akan dibuat berdecak kagum dengan Tegal, akan menemukan sesuatu yang unik. Misalnya watak masyarakat Tegal digambarkan sebagai “Banteng loreng binoncengan”, diibaratkan sebagai kerbau liar yang hanya dapat ditunggangi dan dikuasai oleh seseorang yang mengenal betul perwatakannya. Jadi watak masyarakat Tegal itu berani melawan dan kritis, tetapi bisa patuh terhadap orang yang lemah lembut, ramah, dan berwatak baik.

Banteng loreng binoncengan merupakan cerita legenda dalam dongeng rakyat Tegal yaitu seorang anak penggembala yang menjaga kerbaunya dengan penuh kasih sayang, sehingga ketika harimau datang hendak menerkam si penggembala, kerbau itu melindungi dan menyelamatkan tuannya meski menderita luka parah di sekujur tubuhnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Melihat dinamika yang ada di Tegal dari dulu hingga sekarang, khususnya dinamika politik Tegal, saya mengamini bahwa memang benar demikian, bahwa watak masyarakat Tegal itu “Banteng loreng binoncengan”.

Nah, jangan salah, Tegal banyak melahirkan banyak tokoh besar di bidangnya, sebut saja sutradara kondang Imam Tantowi, sastrawan Agus Noor, sutradara Chaerul Imam, sastrawan Eko Tunas, dan lain sebagainya. Bukan hanya itu, Tegal juga melahirkan tokoh yang pemikirannya revolusioner, yaitu Sunan Panggung dan Kutil.

 

1# Sunan Panggung

Ada beragam versi mengenai siapa Sunan Panggung atau Mbah Panggung, ada yang mengatakan ia merupakan kakak dari Sultan Trenggono (Sultan yang memerintah Demak tahun 1521-1546), ada yang mengatakan ia merupakan putra dari Sunan Kalijaga dan Siti Zaenab (Saudara Sunan Gunung Jati). Kemudian ada beberapa versi cerita mengenai Sunan Panggung, tetapi cerita tersebut memiliki kemiripan satu sama lain.



Sunan Panggung memiliki dua anjing, satu berwarna hitam bernama Iman, kedua berwarna kemerah-merahan bernama Tokid. Kedua anjing tersebut selalu ikut ke manapun Sunan Panggung pergi, bahkan ikut jumatan di masjid, duduk di belakang Sunan Panggung. Suatu ketika datanglah utusan dari Sultan Trenggono agar Sunan Panggung menghadap ke Demak. Sunan Panggung tahu betul apa yang akan menimpa dirinya.



Berangkatlah Sunan Panggung dari rumahnya di Randu Sanga, dekat Tegal menuju Demak melalui pantai utara. Utusan tadi diminta oleh Sunan Panggung untuk membawa kedua anjing tersebut, sepanjang perjalanan utusan tadi dijilati wajahnya oleh anjing tersebut. Sesampainya di Demak terjadi perdebatan seru antara Sunan Panggung dengan Sultan Trenggono dan para walisanga.



Sunan Panggung pun dihukum bakar diri di api unggun, ia melepaskan kedua sandalnya dilemparkan ke api unggun. Kedua anjing tersebut diperintahkan untuk mengambilnya, anjing masuk ke kobaran api, bermain-main sebentar di dalamnya, lalu kembali dengan membawa sandal Sunan Panggung. Lalu Sunan Panggung masuk ke dalam kobaran api, menancapkan tongkatnya dan menjadikannya sebagai meja, di dalam kobaran api ia menulis suluk.



Setelah selesai menulis api itu padam, diserahkanlah suluk tersebut ke Sultan Trenggono. Sunan Panggung pun menghilang, melanjutkan perjalanannya bersama dengan kedua anjingnya. Ada juga versi yang menceritakan bahwa Sunan Panggung lenyap dilalap api. Suluk tersebut bernama Suluk Malang Sumirang.



George Quinn dalam bukunya Wali Brandal Tanah Jawa, mengatakan bahwa karya tersebut tergolong dalam kelompok teks keagamaan yang berkenaan dengan tasawuf gaya Jawa. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa Pengarang Suluk Malang Sumirang secara langsung menyerang aturan dan pembatasan dalam agama, dan secara tidak langsung menyerang aturan dan pembatasan dalam masyarakat luas yang diatur oleh agama.



Makam Mbah Panggung berada di Kelurahan Panggung, Kecamatan Tegal Timur, Kota Tegal.



2# Kutil



Kutil merupakan tokoh kunci dalam Peristiwa Tiga Daerah yaitu peristiwa dalam sejarah revolusi Indonesia yang terjadi antara Oktober sampai Desember 1945 di Tegal, Brebes, dan Pemalang. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa di mana elite birokrat, residen, bupati, wedana, camat, kepala desa diganti dengan aparat pemerintah baru yang terdiri dari aliran Islam, Sosialis, dan Komunis.



Ketika meletus revolusi sosial tersebut, Talang menjadi daerah yang terkenal waktu itu, hal ini disebabkan oleh Kutil, ia dikenal sebagai jagoan rakyat Talang. Namanya dikagumi, dihormati, dan sekaligus ditakuti oleh banyak orang waktu itu. Bisa dikatakan Kutil merupakan wakil dari tradisi protes sosial petani di Jawa, ia menjadi tokoh penggerak massa.



Ia merupakan orang pertama dalam sejarah Republik Indonesia yang dijatuhi hukuman mati melalui proses pengadilan resmi di Pekalongan. Nama aslinya Sakhyani, dinamai Kutil karena sewaktu kecil raut mukanya terdapat kutil yaitu bintil-bintil kecil, meskipun ketika dewasa bintil-bintil kecil itu hilang, nama Kutil tetap melekat pada dirinya. Ia merupakan anak kedua seorang pedagang emas dari Taman, Pemalang. Banyak orang menganggap Kutil berasal dari Madura.



Ketika besar ia tiba di Talang, menempati sebuah rumah di Dukuh Pesayangan. Lalu Kutil membuka tempat pangkas rambut di Desa Kajen, sembari menjadi tukang pangkas rambut ia juga menjadi tukang emas kecil-kecilan. Ia dieksekusi di Pantai Pekalongan pada 5 Mei 1951, tempat ia dieksekusi dan dimakamkan sampai sekarang belum ada yang tahu pasti di mana tempatnya.

 

Itulah dua tokoh revolusioner dari Tegal, Sunan Panggung dan Kutil.

Ikuti tulisan menarik Malik Ibnu Zaman lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu