x

dampak polusi udara

Iklan

Tarno Harto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 September 2023

Jumat, 3 November 2023 13:40 WIB

Memaknai Sebab Akibat

Tiada akibat tanpa sebab atau tiada sebab tanpa akibat. Sebab menjadi pemicu bagi akibat. Memaknai sebab berawal dari pola fikir, pola kata, dan pola tindak agar berakibat bermanfaat dan bukan sebaliknya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendahuluan

Memaknai berbagai peristiwa yang terjadi di muka bumi baik dalam skala individu, keluarga, masyarakat, lokal, regional, dan internasional dengan segala akibat yang ditimbulkannya dapat difahami dengan prinsip sebab-akibat. Secara sederhana berbagai peristiwa yang terjadi adalah lahir sebagai akibat dari berbagai sebab. Jadi tiada akibat tanpa sebab atau sebaliknya tiada sebab tanpa akibat. Dengan kata lain, bila diharapkan, diinginkan akibat baik, bermanfaat, maka prosesnya harus baik dan benar.

Memang manusia adalah serigala bagi manusia yan lain, baik dalam skala individu dan kelompak. Manusia karena emosi setaniyahnya lebih kejam dari serigala itu sendiri. Sebuas buasnya serigala tidak akan memangsa anaknya. Dalam diri manusia terdefault rasa kasih sayang, empati dan simpati, tata nilai, nurani, dan akal sehat yang merupakan sifat illahiyah dari sang Pencipta, Tuhan YME, Allah SWT. Dari sifat ini manusia dapat membedakan perbuatan sebagai jelamaan pola piker bener-salah dan baik-buruk.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam upaya menciptakan kehidupan yang harmoni, aman, nyaman, adil, sehat bagi setiap orang dalam keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dibuat kesepakatan bersama dalam bingkai prinsip dasar kehidupan bersama, berupa perundang-undangan, dan kebijakan yang saling mengikat berlaku umum, tanpa membedakan status sosial. Saling bantu, saling angkut, saling dukung berbasis kepentingan bersama. Inilah sebuah cara memaknai sebab yang berakibat baik dan memberikan manfaat bersama sebagai bangsa.

 

Prinsip Dasar Sebab-Akibat

Dalam sistem produksi, sebab-akibat dapat diperluas aplikasinya menjadi proses-produk, usaha-hasil, simpton-gejala, dan dalam matematika dinyatakan dalam bentuk persamaan Y = AX + B sebagai persamaan garis lurus atau malah eksponensial atau polinomial. Jika Y merupakan hasil, produk, gejala, akibat maka X adalah sebab, simpton, proses yang terdiri dari tahapan operasi atau tindakan. Setiap tindakan operasi akan melibatkan faktor produksi manusia, material, mesin, metoda dan lingkungan yang disingkat menjadi [4M, 1E]. Faktor material, mesin, metoda, dan lingkungan dapat dikondisikan dan diatur dengan mudah, namun tidak untuk faktor manusia.

Faktor manusia tidak dapat dimasukan ke dalam faktor produksi karena manusia bersifat unik yang tidak dapat diatur seperti faktor mesin, material, metoda, dan lingkungan. Keunikan manusia terletak pada variabel pendengaran, penglihatan, nurani, dan akalnya. Nurani merupakan berfungsi sebagai respon baik-buruk dalam merespon pendengaran dan penglihatan, sedangkan akal berfungsi sebagai respon benar-salah. Dengan demikian bila respon akhir sebagai resultante seharusnya benar-baik. Namun karena manusia mempunyai emosi ilahiyah dan setaniyah, boleh jadi respon akhir sebagai resultante kemungkinan adalah baik-salah, benar-buruk, salah-buruk.

Faktor manusia yang unik, menjadikan Y, produk, hasil, gejala menjadi penyumbang, kontributor ketidakpastian. Eliminasi ketidakpastian yang bersumber pada faktor manusia dalam berbagai proses ini digantikan dengan robot, mesin otomatis yang dikenadalikan software. Persamaan matematika sederhana ini dapat memberikan pelajaran berharga untuk mendapatkan kepastian akibat, hasil, produk, Y yang telah ditentukan atau disepakati bersama. Dampak dari proses produksi yang otomasi adalah kualitas produk menjadi seragam dari waktu ke waktu, produk cacat minimal, biaya produksi optimal, waktu yang dijajikan ke pelanggan terpenuhi.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, implementasi sebab-akibat ini lebih mudah karena Y sebagai akibat, produk, hasil, gejala sangat tergantung pada tingkat kualitas X yang merupakan sebab, usaha, proses, simpton dapat diukur berdasarkan UUD45, rasa keadilan, kebebasan berpendapat, kesetaraan dalam berbagai aspek kehidupan. Dalam bahasa yang lugas, untuk para pengemban amanah rakyat pembuat dan pelaksana perundang-undangan dan kebijakan yang baik dan benar senantiasa mengacu pada arah kiblat, yaitu UUD45 dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat, bukan malah justru meninggalkan dengan membangun narasi sudah usang dan ketinggalan jaman. Narasi yang kedengarannya logis ternyata justu menyesatkan dan terkesan membodohi serta membohongi masyarakat merampas hak rakyat dan masyarakat.

 

Memaknai Sebab-Akibat

Memaknai sebab-akibat dalam sistem produksi sebab, berlaku aksioma atau krido bahwa semua tindakan untuk memproduksi barang berakibat kepada kualitas barang yang dapat diterima atau ditolak oleh pelanggan. Baik proses, usaha, dan X bukan tunggal, melainkan lebih dari satu (bisa 2 atau lebih) dan terkadang bersinergi, berkomplementasi satu sama lain. Karena itu, dalam implementasinya tidak dapat diselesaikan secara seri tetapi harus paralel.  Setiap M dan E akan diurai menjadi bagian bagian yang mungkin terkandung sumber penyebab terjadinya kegagalan Y memenuhi persyartan spesifikasi. Dengan cara demikian, sumber penyebab terjadinya kegagalan dilakukan pencegahan dan perbaikan.

Analogi dengan sistem produksi, produk perundang-undangan, dan kebijakan yang dihasilkan sebagai akibat, hasil, produk, Y. Kualitas pejabat tercermin pada produknya, sedangkan produknya akan dikonfirmasi dengan UUD45 sejalan atau tidak. Senajutnya, dari aspek  implementasi perundangan-undangan dan kebijakan dapat dinilai dengan sebab-akibat. Pendetailan setiap faktor akan mengungkapkan sumber penyebab riil terjadinya akibat, hasil, produk dan Y. Dengan demikian perbaikan harus dilakukan hanya terhadap penyebab kegagalan, bukan dikenakan kepada keseluruhan faktor. Memaknai sebab-akibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari berbagai aspek kehidupan dengan jelas dan nyata. Faktor penyebab utamanya adalah manusia, karena dalam diri manusia telah didefault akal dan nurani sebagai alat yang berfungsi  sebagai benar-baik Sementara berbagai keinginan dapat dituntun oleh illahiyah dan setaniyah.

Bilamana penguasa, pemegang amanah rakyat, pencinta kekuasan, harta dan kemewahan dituntun oleh setaniyah, maka kebijakan dan perundang-undangan yang dihasilkan cenderung melanggengkan kekuasaan, mengabaikan nurani dan akal, azas kepatutan dan kepantasan, etika, jauh dari kata nilai kemanfaatan, tetapi justru berakibat pada memburuknya situasi yang penuh dengan kekacauan, demo, caci makian di media masa. Sementara ketika illahiyah hadir, produk kekuasaan seperti perundang-undangan dan kebijakan harus mengacu kepada kepentingan dasar masyarakat, keadilan rakyat, kemandirian, harga diri sebagai bangsa, pemanfaat sumber daya alam dan pemanfaatkan sumber daya manusia dalam negri.

Berbagai peristiwa keluarga, kelompok masyarakat terpecah, rekayasa implementasi perundangan untuk kepentingan pribadi, beradanya dipersimpangan jalan terjadi  tanpa mengindahakan etika, kepatutan dan kepantasan, peristiwa alih fungsi hutan yang tidak terkontrol, kebakaran hutan terjadi karena alami atau kecerobohan manusia yang menggagu kesehatan masyarakat, musnahnya ekosistem hutan, kegiatan keseharian masyarakat, bisnis penerbangan. Laju pertumbuhan jumlah penduduk memerlukan peningkatan penyediaan pelayan medis, farmasi, makanan dan minuman. Kondisi demikian sebagai tiada akibat tanpa sebab.

 

Kesimpulan

Memaknai sebab-akibat pada dasarnya bersifat netral, berubah menjadi positif atau negatif sangat dipengaruhi oleh orang yang mengimplementasikan. Seperti halnya pisau tajam, sebab-akibat dapat bermanfaat positif bila digunakan sesuai fungsi dan peruntukannya seperti memotong daging, sayuran. Implementasi seba-akibat berbuah malapetaka bila digunakan untuk menghalangi, membelenggu, mengkebiri tata nilai yang menjadi hak dasar individu, keluarga, masyarakat, lokal, regional, dan bahkan internasional.

Hak dasar seperti kebebasan menyuarakan pendapat bebas dari rasa takut dan ketakutan, memperoleh kehidupan layak dan keadilan, adanya persamaan, menjalankan agama yang menjadi keyakinan, berpartisipasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta melaksanakan kritik dan masukan untuk kebaikan dan kemaslakatan bersama. Dengan berpegang prinsip-prinsip dasar hidup dan kehidupan demikian akan dapat dan mampu mencegah intrik-intrik individu dan kelompok dari kehancuran.

Krido the man behind the gun dalam sebab-akibat sangat sesuai dengan cita-cita umat manusia. Pola pikir, pola bicara, dan pola bertindak sudah harus merujuk pada prinsip dasar yang menjadi hak bagi setiap manusia sebagai prasyarat hidup berdampingan secara wajar. Ego yang mengarah kepada merasa bisa sendiri akan berubah menjadi bisa merasa menghargai sesama, asal mula dan kontribusi orang lain, yang berdampak sifat hormat, empati dan simpatik. Karena itu tiada sebab akan lahir akibat.

Ikuti tulisan menarik Tarno Harto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu