Final Rule of The Game Pemilu 2024 Cacat Konstitusi

Jumat, 17 November 2023 06:27 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seharusnya sebagai seorang calon negarawan dan mengklaim dirinya mewakili generasi muda, Gibran Rakabuming Raka memberikan contoh menghormati hasil putusan MKMK. Faktanya, ia malah tidak sedikitpun melirik berbagai polemik soal itu.

Pengertian pemilu atau singkatan dari pemilihan umum adalah proses demokratis untuk memilih wakil rakyat atau pejabat pemerintahan secara langsung oleh warga negara suatu negara. Pemilihan umum merupakan mekanisme penting dalam sistem demokrasi modern yang memberikan rakyat untuk berpartisipasi dalam menentukan pilihan pemimpin dan kebijakan negara.

Berbagai filsuf menerjemahkan pemilu lahir dari konsepsi dan gagasan besar demokrasi yang berarti merujuk John Locke dan Rousseau, keterjaminan kebebasan, keadilan dan kesetaraan bagi individu dalam segala bidang. Dalam demokrasi, ada nilai-nilai partisipatif dan kedaulatan yang dijunjung tinggi dan harus dijalankan oleh warga negara dan instrumen negara baik pada level legislatif, yudikatif maupun eksekutif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tujuan utama dari pemilu adalah memberikan kesempatan kepada warga negara untuk menyampaikan suara mereka dan memilih para pemimpin yang akan mewakili mereka di pemerintahan melalui mekanisme yang diatur dalam aturan perundang-undangan. Pemilihan Umum, warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk memberikan suara mereka kepada kandidat atau partai politik yang mereka pilih. Hasil pemilu kemudian digunakan untuk menentukan siapa yang akan memegang jabatan politik, baik di tingkat lokal, regional, maupun nasional.

Selanjutnya pemilu merupakan salah satu bagian dari proses sekaligus hasil dari sebuah sistem demokrasi.Meski demokrasi secara substansial dengan nilai-nilai yang menjunjung tinggi keterbukaan, kebebasan dan hak asasi baru sepenuhnya dijalakan pasca runtuhnya kekuasaan Orde Baru, Negara Indonesia sebenarnya telah mengenal Pemilu pertama kali sejak tahun 1955 hingga yang terakhir pada 2019 lalu. Pemilihan Umum yang pertama dilaksanakan pada masa Orde Lama ketika Presiden Soekarno menjabat dengan keikutsertaan empat partai besar yakni PNI, NU, PKI dan Masjumi serta beberapa partai kecil lainnya seperti Partai Katholik, Parkindo dan PSII.

Setelah masa Pemilu Orde Lama, pemilu selanjutnya diadakan pada tahun 1971 ketika Orde Baru dengan keiskusertaan sepuluh partai. Setelah serangkain pemilu yang ‘dikuasai’ oleh Orde Baru dengan hanya mengizinkan tiga partai yakni PPP, PDI dan Golkar. Fase reformasi membawa Indonesia pada Pemilu 1999, dimana partai dikembalikan pada fungsi awalnya. Kemudian diadakan kembali pada 2004 dengan perkembangan pada pola pemilihan presiden yang dilakukan secara langsung.

Setelah pelaksanaan pemilu dengan sistem pemilihan presiden langsung, maka pada tahun 2009, 2014, 2019 diadakan kembali sistem pemilu yang sama dengan perbaikan pada beberapa kekurangan pada pemilu sebelumnya. Hingga saat ini pemilu 2024 dengan berbagai otak-atik rule of the game atau aturan main yang sangat kontroversional yaitu putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 Mahkamah Konstitusi tentang usia minimal calon wakil presiden yang terbukti cacat konstitusi hingga konflik kepentingan ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

 

Gugatan Terkait Usia Capres-Cawapres Tiada Henti

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan memberi sanksi atas pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman dalam memutus gugatan soal syarat capres-cawapres. Meski secara putusan tersebut tidak membatalkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, hal ini dinilai menyalahi etika dalam sidang. Dengan begitu, Anwar sebatas diberi sanksi berupa pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). MKMK dalam putusannya memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru dalam waktu 2 X 24 jam. Selain itu Anwar juga tidak boleh terlibat dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan atau sengketa pemilu dan pilpres.

Sementara itu, berbagai gugatan dari masyarakat sipil terus diajukan seperti, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menerima setidaknya empat permohonan gugatan perbuatan melawan hukum dari Advokat Alumni Unsoed (756/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst), PH Hariyanto dkk yang menggugat KPU dan Anwar Usman (perkara 752/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst), Mardi Jaya dkk (730/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst), dan Brian Demas Wicaksono dkk (717/Pdt.G/2023/PN Jkt.Pst).

Bersamaan dengan seluruh proses di PN Jakpus dan MA, MK juga kebanjiran permohonan pengujian ulang Pasal 169 Huruf q UU Pemilu. Ada delapan permohonan yang masuk ke MK. Permohonan pertama diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia), Brahma Aryana, yang teregister dengan nomor perkara 141/PUU-XXI/2023. Perkara ini sudah disidangkan untuk pertama kalinya dan hingga kini menunggu sidang berikutnya.

Selain Brahma Aryana, MK juga menerima tujuh permohonan pengujian pasal yang sama. Lima permohonan sudah diregister yang diajukan, antara lain, oleh Lamria Siagian (150/PUU-XXI/2023), Fatihus Sakinah dkk (148/PUU-XXI/2023), Marion (147/PUU-XXI/2023), Heri Purwanto dkk (146/PUU-XXI/2023), dan Denny Indrayana dkk (145/PUU-XXI/2023). Sementara dua permohonan lainnya belum diregister, diajukan oleh Saiful Salim yang diajukan pada 14 November dan Russel Butarbutar dkk yang diajukan pada 13 November.

Penulis melihat fenomena yang ada dalam tubuh demokrasi Indonesia seperti hilangnya hakikat demokrasi yaitu pemilik republik ini adalah rakyat. Ya seharusnya sebagai seorang calon negarawan dan mengklaim dirinya mewakili generasi muda yaitu Gibran Rakabuming Raka memberikan contoh untuk menghormati hasil putusan MKMK dan berbagai keluhan rasa rakyat melalui gugatan diberbagai peradilan. Bukan malah tidak sedikitpun melirik berbagai polemik yang ada.

Pemilu Dibayangi Ketidakpastian Hukum

Perjalanan Pemilu 2024 penulis membagi dalam tiga fase. Pertama, fase sebelum Pemilu berbagai macam pola menentukan Rule of The Game atau aturan main. Diketahui otak-atik aturan main mulai dari permohonan Opened Sistem Atau Closed system bagi legilatif yang diputuskan oleh Mahkamah Kontitusi tetap Opened Sistema atau sistem terbuka. Dan yang mengagetkan bagi seluruh masyarakat adalah Age Threshold batas usia calon wakil presiden yang diputuskan oleh mahkamah konstitusi pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Terbukti setelah putusan MK tersebut berbagai kalangan masyarakat sipil menaruh curiga karena adanya konflik kepentingan ketua MK Anwar Usman. Berbagai media menyoroti kronologis proses putusan dan akhirnya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) pada Putusan MKMK Nomor 02/MKMK/L/11/2023 memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama Prinsip Ketakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, dan Prinsip Kepantasan dan Kesopanan. Alhasil, MKMK memberhentikan Hakim Konstitusi Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. “Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor.

Kedua, fase tahapan Pemilu yaitu pendaftaran dan penetapan Paslon Capres dan Cawapres. Selanjutnya masa kampanye bagi pasangan Capres dan Cawapres, yang dapat dikatakan pertarungan pengumpulan dukungan dari tuan Negara kita yaitu rakyat. Dan yang terakhir adalah pemilihan secara langsung hingga penetapan oleh penyelenggara Pemilu yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) siapa yang menang dan yang kalah.

Terakhir yaitu fase ketiga setelah Pemilu yang  terkadang terlupakan untuk dibahas. Karena hampir mayoritas sorot analisa hari ini hanya pada  fase pertama dan kedua. Padahal fase yang terakhir menjadi analisa yang tidak terlepaskan bagaimana apabila calon yang cacat secara konstitusi menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

Saat ini fase kedua sedang dilaksanakan, KPU telah menghelat rapat pleno penetapan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang akan berlaga dalam Pilpres 2024. Hasilnya, pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, serta Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming dinyatakan sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden secara resmi lewat Keputusan KPU RI Nomor 1632 Tahun 2023.

Pertanyaan esensial yang sampai saat ini belum terjawab adalah apakah frasa ’pernah menjadi kepala daerah’ itu ditujukan untuk gubernur atau termasuk bupati atau wali kota. Untuk mempertegas frasa itu dibutuhkan putusan baru. Karena hanya MK yang bisa mengevaluasi putusannya sendiri. Tentu, kondisi saat ini bayang-bayang ketidakpastian hukum bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan adanya putusan MKMK dan berbagai gugatan diberbagai peradilan hingga permohonan baru atas putusan MK menjadi pertimbangan serius dalam memilih calon presiden dan wakil presiden pada pemilu 2024.

Meminjam adagium hukum Politiae legius non leges politii adoptandae yang artinya  politik harus tunduk pada hukum, bukan sebaiknya menjadi refleksi serius bagi rakyat Indonesia terkhusus generasi muda yang sedang mempersiapkan diri menyambut Indonesia emas 2045. Apakah dengan mengorbankan konstitusi sebagai aturan hukum tertinggi di Indonesia hanya untuk mencapai kekuasaan politik adalah hal yang wajar atau perbuatan tercela yang harus dihukum secara moral oleh masyarakat sebagai pertimbangan memilih pasangan capres dan cawapres.

Penulis :

Rifqi Nuril Huda Mahasiswa Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Wakil Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Ketua Umum Akar Desa Indonesia

Bagikan Artikel Ini
img-content
Rifqi Nuril Huda

Penulis Indonesia, Pegiat Desa, Pengamat Energi

0 Pengikut

img-content

Terabaikannya HGU IKN

Rabu, 4 September 2024 11:26 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler