x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 14 Desember 2023 16:01 WIB

Pilpres Bukan Arisan Capres

Pernyataan Prabowo untuk merangkul semua kekuatan politik apabila ia memenangi pilpres 2024 bukan keputusan yang arif apabila ini berarti semua partai diberi tempat di pemerintahan. Langkah ini mengabaikan bagaimana demokrasi yang sehat seharusnya bekerja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apa yang akan dilakukan capres apabila memenangkan kontestansi nanti? Sejauh mengikuti pemberitaan tempo.co, baru Prabowo Subianto yang mengungkapkan rencananya. Dalam acara Konsolidasi Pemenangan Prabowo-Gibran kepada kader koalisi dan relawan yang hadir di Sentul International Covention Center, Bogor, Jawa Barat, 10 Desember 2023, diberitakan oleh tempo.co bahwa Prabowo menyatakan: “Kalau yang diberi mandat Prabowo-Gibran, saya akan merangkul semua kekuatan di Indonesia, tidak ada yang akan saya tinggalkan, baik yang milih dan yang tidak, baik yang cinta dan benci saya.”

Sangat mungkin yang dimaksud Prabowo dalam konteks tersebut adalah merangkul partai-partai politik yang berkompetisi dengan partai-partai pengusungnya, baik partai-partai yang mengusung pasangan Ganjar-Mahfud maupun yang mengusung Anies-Muhaimin. Partai yang mengusung Prabowo adalah Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, PSI, dan beberapa partai lain.

Pernyataan tersebut sepintas lalu terkesan arif, karena Prabowo terkesan ingin memulihkan iklim persaingan yang mungkin keras menjelang maupun selama pilpres berlangsung. Ia ingin mendinginkan relasi yang sempat memanas dan menimbulkan ketidaknyamanan di antara sesama elite politik. Katakanlah, ini merupakan upaya rekonsiliasi di antara mereka setelah mengikuti puncak kompetisi politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Seperti apa bentuk ‘rangkulan’ yang ditawarkan Prabowo itu, apakah ia akan memberi tempat di kabinet kepada semua partai politik yang menyambut tawarannya? Bila ajakan Prabowo ini disetujui oleh elite partai politik lainnya, maka pemerintahan yang terbentuk akan mewakili seluruh kekuatan politik formal. Barangkali pula, kabinet akan gemoy. Sebagai langkah rekonsiliasi politik, tawaran Prabowo itu tampak menarik dan bijaksana, tapi apakah ini langkah yang sehat bagi perkembangan demokrasi kita?

Dengan rencananya tersebut, Prabowo tampak ingin mengulang apa yang dilakukan oleh Jokowi, khususnya terhadap dirinya sendiri. Sebagai kompetitor dari proses pilpres yang relatif keras, ternyata kemudian Prabowo bersedia ‘dirangkul’ oleh Jokowi. Langkah ini mengecewakan para pendukungnya di pilpres 2019 yang kemudian mengritik Prabowo sebagai akomodatif terhadap kekuasaan. Prabowo dianggap mengabaikan peran sebagai kekuatan politik yang dapat menjalankan fungsi kritik dan penyeimbang agar kekuasaan pemerintahan dapat terkontrol demi kepentingan rakyat banyak.

Sebagai pesaing dalam pilpres, Prabowo mungkin puas memperoleh jabatan menteri pertahanan yang sesuai dengan passion-nya di samping kursi lain di kabinet yang diberikan kepada politisi Gerindra. Bahkan lebih dari itu. Ternyata, relasi politik antara Prabowo dan Jokowi semakin erat dengan munculnya duet Prabowo-Gibran sebagai capres-cawapres untuk pilpres 2024. Prabowo semakin menjauh dari warga pendukungnya dalam pilpres 2019 dan beralih kepada Jokowi yang membangun pendukungnya sendiri terlepas dari PDI-P.

Bila kemudian Prabowo-Gibran menang pilpres dan berhasil merangkul mayoritas partai politik yang memiliki mayoritas kursi di Dewan Perwakilan Rakyat, maka keseimbangan politik tidak akan berubah ke arah yang lebih sehat. Situasi distribusi kekuatan politik akan tetap timpang sebagaimana terjadi saat ini, karena DPR didominasi oleh mayoritas anggota partai politik pendukung pemerintah. Fungsi kontrol dan penyeimbang DPR terhadap pemerintah tidak berjalan dengan sehat, sehingga aspirasi rakyat tidak tersalurkan dengan semestinya, karena tidak ada partai politik yang berminat menjalani peran penyeimbang.

Pernyataan Prabowo yang akan merangkul semua kekuatan politik apabila ia memenangi pilpres 2024 pada akhirnya bukan keputusan yang arif apabila ini berarti semua partai diberi tempat di kabinet. Langkah ini mengabaikan bagaimana demokrasi yang sehat seharusnya bekerja, di antaranya dijalankannya dengan baik fungsi kontrol dan penyeimbang DPR terhadap pemerintah. Apabila kebiasaan seperti ini terus berulang, maka pilpres akan menjadi tidak ubahnya arisan. Semua partai akan memperoleh giliran untuk mendudukkan calonnya di RI-1. Jikalaupun tidak menang arisan, sudah ada jaminan bisa duduk di pemerintahan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu