Mahasiswa dan siswa memiliki perbedaan yang mencolok, salah satunya terletak pada pilihan bacaan. Pendidikan dasar hingga menengah memiliki buku-buku wajib yang mendominasi kurikulum, menjadi pegangan sehari-hari dalam perjalanan pendidikan. Sejalan dengan itu, apa yang dipelajari di sekolah tidak dapat dilepaskan dari materi bacaan tersebut, menjadi fondasi penting dalam menunjang proses belajar.
Pada tingkat strata satu, kebebasan mahasiswa mencuat, terutama dalam pemilihan bacaan. Buku paket yang selalu menemani siswa digantikan oleh keragaman pilihan literatur. Ada mahasiswa yang bahkan berangkat kuliah tanpa membawa buku sekalipun. Namun, penting untuk menyadari bahwa kebebasan ini disertai tanggung jawab memahami bacaan secara menyeluruh.
Dikutip dari buku keterampilan membaca karya Elvi Susanti, “Membaca untuk kepentingan studi adalah membaca untuk memahami isi buku secara keseluruan. Dengan membaca penuh pemahaman, pembaca dapat memanfaatkan hasil membacanya untuk keperluan studinya, yaitu tugas-tugas baca dan tulis yang diberikan oleh dosen.”
Dalam konteks ini, "Tugas-tugas baca dan tulis yang diberikan oleh dosen" mencerminkan rekomendasi langsung dosen terkait bacaan yang beragam sesuai kebutuhan mahasiswa. Selain ditentukan oleh buku yang harus dipegang, mahasiswa juga memiliki kebebasan menentukan arah pengembangan dirinya. Pilihan bacaan menjadi kunci dalam mengarahkan pertumbuhan akademis, sesuai dengan minat dan bidang studi yang dikejar.
Contohnya, mahasiswa Sastra Indonesia akan fokus pada bacaan yang terkait dengan sastra sebagai seni. Sastra memiliki cakupan yang luas, dan setiap individu dapat membentuk pandangan sendiri terhadap konsep sastra. Oleh karena itu, pentingnya membaca untuk keperluan studi tidak hanya terbatas pada buku yang direkomendasikan dosen, melainkan juga pada pemilihan bacaan yang sesuai dengan aspirasi intelektual pribadi.
Eka Kurniawan, dalam esainya "Apakah Bacaan Kita Tumbuh?", menekankan bahwa bacaan dewasa adalah alam liar tanpa patokan khusus untuk setiap semester. Mahasiswa diberi kebebasan untuk menentukan bacaannya, dan semakin banyak variasi bacaan, semakin bertambah pengetahuan. Dengan kesadaran akan tanggung jawab intelektual, mahasiswa diharapkan memulai perjalanan membaca sebagai bentuk pertanggungjawaban akan perkembangan intelektualnya.
Mahasiswa juga sudah selayaknya mempertanyakan kembali intelektual diri, kemudian sadar akan tanggung jawab intelektual tersebut. Dengan kesadaran tersebut, mahasiswa bisa memulai pertanggung jawaban tersebut dengan membaca, membaca, dan membaca.
Ikuti tulisan menarik 10. Fira Deyanti lainnya di sini.