x

Mahfud MD

Iklan

Agus Sutisna

Penulis Indonesiana | Dosen | Pegiat Sosial
Bergabung Sejak: 6 September 2023

Jumat, 26 Januari 2024 13:40 WIB

Profesor Mahfud Sebaiknya Memang Mundur dari Kabinet

Rencana Profesor Mahfud MD untuk mundur dari Kabinet Jokowi patut diapresiasi, dengan catatan ia benar-benar mundur dari kabinet sebelum pemungutan suara 14 Februari nanti. Jika tidak, Mahfud akan kehilangan momentum untuk berkontribusi mengikhtiarkan Pemilu berlangsung fair dan berintegritas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Meski terlambat, rencana dan kesiapan Profesor Mahfud MD untuk mundur dari jabatannya sebagai Menko Polhukam patut diapresiasi, dengan catatan Mahfud benar-benar mundur dari kabinet sebelum pemungutan suara 14 Februari nanti. Bagi Mahfud, “hitam putih” posisinya antara sebagai Cawapres dan Menko dalam kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf ini penting, setidaknya karena empat alasan.

Sportif dan Menghindari Conflict of Interest

Pertama, untuk memastikan dan menunjukan kepada publik bahwa ia clear and clean dari potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan yang melekat pada dirinya sebagai Menko dalam kerangka perhelatan kontestasi Pemilu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memang sejauh yang bisa dicermati selama ini, tidak pernah ditemukan adanya gejala atau kecenderungan Mahfud menggunakan otoritasnya sebagai Menko untuk kepentingan elektoral pasangannya. Tetapi dengan tetap berada di lingkaran kabinet potensi abuse of power dan conflict of interest itu tetap tersedia.

Kedua, untuk memastikan dan menunjukan kepada publik, baik yang menjadi pendukung dan simpatisan, maupun kepada para pendukung dan simpatisan lawan politiknya, bahwa ia sportif dan tidak ambigu.

Sejauh ini publik kerap mempertanyakan standing position Mahfud, dan tidak sedikit yang melihatnya sebagai tidak sportif dan ambigu secara politik. Bagaimana tidak? Di satu sisi ia adalah konstestan Pilpres, yang oleh sebab posisi politik elektoral partai-partai koalisinya, kemudian banyak mengkritik bahkan menyerang sejumlah kebijakan pemerintah. Tetapi di sisi lain ia sendiri sesungguhnya masih merupakan bagian dari pemerintah yang ia kritisi. “Jeruk makan jeruk”.

 

Memperjelas Standing Position

Ketiga posisi Mahdfud yang mendua secara terbuka ini juga sebetulnya cenderung merugikan kubunya sendiri. Dalam konteks ini Paslon Ganjar-Mahfud cenderung menjadi peragu, setengah hati antara harus “menyerang total” lawan tandingnya atau “menyerang setengah-setengah” sekedar untuk menunjukan bahwa ia adalah lawan kompetisi.

Kerugian lain secara elektoral, dengan posisi Mahfud yang mendua ini, Paslon Ganjar-Mahfud menjadi mudah “diserang balik” oleh lawan politik. Terutama oleh kubu Prabowo-Gibran yang sejak awal sudah menegaskan posisinya sebagai kubu yang secara total bakal melanjutkan kebijakan-kebijakan pemerintahan Jokowi-Ma’ruf.

Keempat sebagai sosok yang dikenal lurus dan diyakini banyak orang merupakan salah satu dari sedikit pejabat negara yang terlepas dari berbagai “sandera” (ambisi, kepentingan atau kasus), Mahfud perlu membuktikan bahwa dirinya memang bersih dan berintegritas. Caranya mundur segera biar publik lebih mudah memetakan tokoh mana yang pantas diteladani dan mana yang lebih pantas dihempaskan ke tong sampah peradaban elektoral.

Seperti diungkapkannya sendiri kepada media, bahwa salah satu alasan mengapa ia belum mundur sejauh ini adalah karena ingin memberi contoh teladan bahwa sebagai Cawapres ia bisa jaga integritas dengan tidak menggunakan kedudukan dan fasilitas negara untuk kepentingan elektoralnya.

Sendirian di Belantara Hipokritas

Belakangan Mahfud tampaknya menyadari dan harus jujur mengungkapkan kepada publik, bahwa perhelatan Pemilu dicederai oleh perilaku unfair dari sejumlah pejabat negara yang terlibat sebagai tim pemenangan. Integritas dan netralitas pejabat (termasuk sejumlah aparat bawahannya di banyak daerah) hanyalah jargon dan omong kosong belaka.

Mahfud juga akhirnya mengakui dan harus mengungkapkan kepada publik, bahwa ia berjuang sendiri menegakan azas jujur dan adil dalam Pemilu serta menjaga integritas sebagai peseta Pemilu di tengah hipokritas para koleganya di kubu Prabowo-Gibran.     

"Situasi tidak berimbang, pihak lain pakai jabatan, diantar. Saya kira percontohan saya sudah cukup. Tinggal tunggu momentum,” ungkap Mahfud seperti dilansir berbagai media nasional.

Situasi tak seimbang dan sarat dengan berbagai indikasi ketidaknetralan pejabat negara itu kini bahkan terkonfirmasi secara terbuka oleh pernyataan Jokowi sendiri.  Bahwa Presiden boleh memihak pada salah satu Paslon Capres-Cawapres, boleh kampanye, bahkan juga para menteri.

Memang, Jokowi menyatakan bahwa dalam kampanye dan pemihakan terhadap Capres-Cawapres itu yang penting tidak dilakukan dengan cara menggunakan fasilitas negara. Sebuah pernyataan yang sangat tidak berguna sama sekali.

Mana ada pejabat negara yang nyata-nyata sudah berpihak dan dalam situasi kompetisi yang kian ketat dan panas ini yang tidak menggunakan fasilitas negara atau otoritas yang melekat pada jabatannya?  Bullshit !

Ikuti tulisan menarik Agus Sutisna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu