x

Waktu

Iklan

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Kamis, 14 Maret 2024 05:42 WIB

Bias Samudra Kehidupan

Ya, begitulah fenomena yang ada, kian silang sengkarut dari hari demi hari, seterusnya hingga tahun demi tahun. Apakah yang demikian itu yang kata sebagian orang tua kita dinamakan sebagai jaman edan?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

"Ya, itulah ketimpangan yang nyata di segenap sendi kehidupan kita ," kata Anggoro mengawali bicaranya dengan Alex.

Kedua sahabat itu, Anggoro dan Alex sedang bercengkerama dalam suasana khitmad, dalam adab kesantunan bertutur, tanpa harus bernada dan bertempo tinggi, serta berkosa kata yang tertata apik nan manis. Boleh jadi, keduanya bersahabat atas dasar budi pekerti, jauh dari sikap syak wasangka yang justru akan mencedarai arti sebuah persahabatan sejati dan sejatinya sahabat.

"Memang kian menggejala, Kawan, kekaburan antara yang bijaksana dan picik, hitam dan putih, dan ... yang nampak serba abu-abu," timpal Alex sembari menyeruput kopi kental manis pahitnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Ya, begitulah fenomena yang ada, kian silang sengkarut dari hari demi hari, seterusnya hingga tahun demi tahun. Apakah yang demikian itu yang kata sebagian orang tua kita dinamakan sebagai jaman edan, apabila tak turut edan bakal tak kebagian, atau yen ora melu edan bakal ora keduman itu, ya Al?" kata Anggoro yang berujung tanya kepada Alex.

"Entahlah, Ang ... Bila kucermati tadi, saat aku mengantar ibu belanja ke pasar, terbersit tanya yang bergayut di alam pikiranku. Suasana pasar begitu ramai dan padat pengunjungnya, arus lalu lintas di sekitar area pasar begitu merambat setengah macet total, pengunjung benar-benar berjubel tak seperti biasanya dari sebelumnya, saat aku mengantar ibu ke pasar. Ada apa, ya?" ungkap Alex mengisahkan hasil pengamatannya tentang situasi tadi pagi di pasar yang lokasinya tak jauh dari kampungnya.

"Lho, kamu belum tahu ya jawabnya, mengapa? Saat ini masyarakat kita kan jelang menyambut saatnya tiba bulan puasa Ramadhan? Dan, selalu begitu kan situasi yang mewarnai saat menyambut datangnya puasa? Apa kamu lupa, Al?" jawab Anggoro mengingatkan Alex yang boleh  jadi agak kurang perhatian bahwa puasa Ramadhan sudah kurang sehari lagi. 

"Oh, iya, makanya ... Tapi, bukankah kita sempat mendapat masukan dari hasil studi komperhensif yang universal, bahwa esensi substansi dari puasa itu adalah saat manusia dan alam menjalani  pemulihan guna mencapai keseimbangan atas eksistensinya? Bukannya begitu, ya Ang?" tanya Alex mencoba menggali dan menggulirkan memorinya untuk diungkapkan kepada Anggoro, sahabat bercengkerama bernuansakan diskusi kecil-kecilan.

"Sebenarnya sih, ya itulah, Al. Bahkan kalau boleh aku tambahkan dari apa yang sudah kau sentil, bahwa hakikat puasa itu merupakan saat yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan alam agar tercipta suatu harmonisasi antara manusia beserta alam semesta dalam timing yang sama dan ideal. Di samping itu, pada prinsipnya, puasa adalah kegiatan pembinaan untuk pengendalian pelbagai hawa nafsu. Maka dengan puasa, gerak kita akan terkontrol untuk selalu menjaga keseimbangan diri agar menjadi insan kamil yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa," ulas detil Anggoro menambahkan, guna mendapatkan pemahaman yang sama dalam satu getar frekuensi.

"Lanjutkan, Ang, please ..." pinta Alex kepada Anggoro dengan rileks agar Anggoro berkenan melanjutkan ulasannya.

"OK, dengan senang hati, Kawan, kulanjutkan ... Sedangkan taqwa itu sendiri sudah seharusnya dimaknai sebagai patuh kepada ketentuan-ketentuan hukum Tuhan. Dimana hukum Tuhan sebagaimana dalam kitab-kitab suci, semuanya beresensi menjunjung tinggi prinsip-prinsip keseimbangan atau keadilan, menjunjung tinggi ahlaqul karimah atau nilai-nilai kebajikan yang universal. Sehingga, bertaqwa itu adalah sama dan sebangun dengan hidup berperilaku seimbang atau adil. Baik terhadap Tuhan, terhadap diri sendiri, terhadap orang lain, terhadap alam, bangsa hingga sampai pada dunia tempat kita berpijak. Dunia tempat kita dilahirkan, dihidupkan, dimatikan, dan dibangkitkan," kupas Anggoro sembari menyeruput kopi encer yang tak  manis-pahit dan bertaburkan sedikit garam, selera yang digandrunginya.

"Dari sudut pandang medis, puasa itu bagaimana, Ang? Boleh kan aku pingin tahu penjelasan yang logis-rasional?" tanya Alex dengan harapan agar mendapatkan kedalaman jawaban dari Anggoro.

"Dari sudut pandang medis, hasil penelitian dari kalangan medis menyatakan bahwa puasa adalah proses detoksifikasi, yakni penggelontoran racun-racun dari dalam tubuh manusia guna memperbaiki metabolisme dan sistem keseimbangan dalam tubuh manusia. Itu simpelnya, Al," jawab Anggoro.

"Kembali ke topik, dan lanjutkan, Ang ..." harap pinta Alex bersemangat.

"Jadi, simpulannya adalah bahwa tujuan dari puasa manusia adalah sejalan dengan puasa alam. Hewan pun berpuasa lho? Ingat dalam mata pelajaran Biologi pada sub bahasan Zoologi di SMP/SMA kita dulu dengan istilah 'hibernasi'. Masih ingat, kan? Itulah puasanya hewan, Al ... Dan, antara puasa manusia dan puasa alam adalah sama-sama memperbaiki keseimbangan, yakni terjadinya perbaikan secara menyeluruh, baik keseimbangan alam maupun keseimbangan fisik dan perilaku manusia" kata Anggoro sambil mengenang kembali materi zoologi kepada Alex.

"Kalau begitu, sebagaimana ulasanmu itu, Ang, maka idealnya, timing puasa manusia dengan puasa alam itu seharusnya sejalan ya? Seperti halnya kita yang hidup di negeri beriklim tropis, dimana bagi tumbuhan dan hewan tropis maka puasanya adalah pada saat puncak kemarau yang kering. Sebab, pada kondisi tersebut sangat tidak kondusif dan tidak produktif bagi tanaman maupun hewan. Sehingga pun demikian semustinya terhadap jadwal puasanya kita sebagai manusia yang hidup di iklim tropis, sehingga akan terjadi harmonisasi antara manusia dengan alam. Dengan kata lain, tak perlu ada perselisihan lho dalam menetapkan jadwal kapan kita berpuasa, sehingga tak seperti yang selama ini terjadi di masyarakat kita yang acapkali menimbulkan kegaduhan dan kubu-kubuan, versi-versian, ya? Padahal simpel lho, ya tolok ukurnya dalam menetapkan kapan seharusnya dimulai berpuasa bagi kita yang hidup di alam tropis? Benar, tidakkah, Ang?" tanya Alex lugas.

"Ya, itu benar. Dan, bukan hanya itu pula, Al. Seharusnya ketika manusia berpuasa akan terjadi penghematan ekonomi yang signifikan. Namun, yang terjadi pada kenyataannya adalah sebaliknya. Di bulan puasa Ramadhan justru menjadi puncak decision economics, kebutuhan konsumsi meningkat tajam bila dibandingkan dengan hari-hari dan bulan-bulan di luar Ramadhan. Jadi, praktik puasa saat ini sudah tak sesuai dengan kehendak Tuhan, karena ada kesalahan fatal dalam menjalankan ketentuan puasa. Puasa yang seharusnya menjadikan tubuh semakin sehat, ekonomi semakin tahan dan kokoh, justru fakta realita berbicara sebaliknya. Puasa yang seharusnya menciptakan penghematan nasional, justru membikin pemborosan ekonomi yang luar biasa. Proses perbaikan keseimbangan tidak berjalan. Baik keseimbangan alam, keseimbangan fisik maupun keseimbangan perilaku manusia. Begitu kan fakta realitanya, Al?" jelas Anggoro menambahkan.

"Berangkat dari kenyataan yang terjadi di lapangan, maka sudah saatnya ya dilakukan perbaikan ketentuan dalam pelaksanaan puasa, baik dari sisi teknis pelaksanaan maupun penentuan jadwal puasa yang tepat. Sehingga tujuan puasa untuk perbaikan keseimbangan dan melatih ketahanan akan tercapai. Begitukah, Ang?" timpal Alex melengkapi penjelasan dari Anggoro.

"Ya, dan hal itu dibutuhkan keberanian untuk merevisi tradisi maupun kebiasaan yang membelenggu akibat dari indoktrinasi dogmatis yang kurang pas, yang ditengarai sebagai upaya memisahkan antara ajaran Tuhan yang universal dengan ilmu pengetahuan atau sains. Padahal kalau kita mau jujur, dengan ilmu pengetahuan atau dengan sains-lah sebenarnya ajaran Tuhan dapat disinkronkan sebagai upaya pembuktian terhadap valid tidaknya ajaran Tuhan sebagai pedoman hidup bagi manusia secara univeral," kata Anggoro mengakhiri cengkeramanya dengan Alex, sahabat karib yang terjalin mulai sejak SD.

Kedua sahabat itu mengakhiri becengkeramanya, begitu terdengar azan Dhuhur, saat untuk break, rehat, sembahyang, dan makan siang di rumah masing-masing, dimana tempat tinggal mereka berdua masih dalam satu kampung yang sama, dan hanya beda RT.

"Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara, Kawan ..." ucap Anggoro kepada Alex. 

"Selalu Seimbang, Kawan ..." kata Alex menjawab uluk salam dari  Anggoro.

 

***** 

Kota Malang, Maret di hari ketiga belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.     

Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

8 jam lalu

Terpopuler