x

Iklan

sucahyo adi swasono

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474
Bergabung Sejak: 26 Maret 2022

Minggu, 24 Maret 2024 07:33 WIB

Bias Samudra Kehidupan (Ketiga)

Apakah geliatnya alam yang menggejala dengan serangkaian bencana itu merupakan isyarat bahwa betapa alam semesta dengan segala isinya telah mengalami ketimpangan yang parah sebagai akibat dari ulah manusia? Kembali Anggoro bertanya kepada Alex.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sudah hampir dua pekan puasa Ramadhan bergulir. Seiring itu pula hujan tiada putusnya saban hari mengguyur kota tempat Alex dan Anggoro berada. Namun, suasana hujan itu tak menghalangi mereka berdua untuk bercengkerama, mengisi waktu pasca Ashar hingga jelang Maghrib.

"Puasa tahun ini yang sudah berjalan hampir dua pekan, selalu berselimutkan hujan, ya Al?" kata Anggoro mengawali bincang cengkeramanya dengan Alex.

"Ya, begitulah faktanya, Ang. Sampai-sampai ada beberapa wilayah yang kebanjiran akibat hujan yang hampir sehari semalam tanpa putus pada suatu hari," jawab Alex.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Bukankah menurut siklus musim tropis, musim penghujan umumnya di rentang Oktober hingga April, dan berpuncak pada Desember hinga Februari, kan Al? Lha, ini sudah menginjak akhir Maret, koq hujannya seperti masih memuncak? Ada fenomena apa ini, Al?" tanya Anggoro bernada heran.

"Boleh jadi, ini merupakan efek dari bencana iklim yang berakibat pada perubahan iklim, dan berdampak pada terjadinya bencana alam dimana-mana. Mulai dari badai topan, badai siklon tropis, banjir, endemic, kekeringan, El Nino dan La Nina, tsunami, kelaparan dan beberapa bencana lainnya yang mengakibatkan hilangnya ekosistem. Pada gilirannya, berdampak pada terjadinya bencana ekologis. Kira-kira begitu analisisnya, Ang," ulas Alex menjawab tanya Anggoro.

"Ya, masuk akal, dan logis itu. Lantas, apakah geliatnya alam yang menggejala dengan serangkaian bencana itu merupakan isyarat bahwa betapa alam semesta dengan segala isinya telah mengalami ketimpangan yang parah sebagai akibat dari ulah manusia itu sendiri, ya Al?" kembali Anggoro bertanya kepada Alex.

"Begitulah, Ang. Sebagaimana di QS Ar-Rum (30):41, 'Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagaian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.' Kemudian, pada QS Ar-Rum (30):42, 'Katakanlah, "Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang menyekutukan Allah." Demikian pula yang tersebut di Injil, Matius 24:7-8, Sebab bangsa akan bangkit melawan bangsa, dan kerajaan melawan kerajaan. Akan ada kelaparan dan gempa bumi di berbagai tempat. (7), Akan tetapi semuanya itu barulah permulaan penderitaan menjelang zaman baru. (8),' jawab Alex menjelaskan dan mengaitkan dengan firman Tuhan.

"Menarik sekali ulasanmu, Al, apalagi bila disinkronkan antara sains dengan firman Tuhan yang memang sudah seharusnya tak terpisahkan, saling terkait dan saling mendukung. Bukankah begitu dalam rangka menuju pada yang objektif ilmiah dari suatu analisis, ya, Al?" timpal Anggoro.

"Ya, itu benar. Maka terhadap fenomena bencana dalam perspektif eskatologi, yakni yang berkaitan dengan peristiwa-peristiwa pada masa depan dalam sejarah dunia, atau nasib akhir dari seluruh umat manusia, yang biasanya dirujuk sebagai kiamat atau akhir zaman, menurut QS Al-A'raf (7):130-134, dapatlah dirinci dengan tahapan atau urutan sebagai berikut: krisis pangan, badai-banjir-longsor, wabah penyakit, gejolak sosial-pertumpahan darah, perang dunia 3-kelaparan-gempa-tsunami. Dalam Injil, Wahyu 16:16 tersebutlah dengan istilah Hamargedon. 'Maka memancarlah kilat dan menderulah bunyi guruh, dan terjadilah gempa bumi yang dahsyat seperti belum pernah terjadi sejak manusia ada di atas bumi. Begitu hebatnya gempa bumi itu.' Demikian menurut keterangan Injil, Wahyu 16:18," tandas Alex.

"Wah, kian mantap juga analisismu, Kawan ... Terima kasih berat atas bincang kita kali ini dengan nilai pencerahan yang boleh jadi takkan didapatkan dari ranah kampus manapun, ya Al? Hehehe ..." kelakar Anggoro.

"Bisa saja kau ini. Sudah, cukup sampai di sini dulu, ya? Kali lain berikutnya bisa disambung lagi, sebab, azan Maghrib sudah bergema. Salam Seimbang Universal Indonesia Nusantara, Kawan ..." uluk salam Alex sembari berjabatan tangan dengan Anggoro.

"Selalu Seimbang, Kawan ..." jawab Anggoro menimpali uluk salam Alex.

*****

Kota Malang, Maret di hari kedua puluh empat, Dua Ribu Dua Puluh Empat.

Ikuti tulisan menarik sucahyo adi swasono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

14 jam lalu

Terpopuler