Sejarah Hizbullah Lebanon: Kelompok Syiah dan Peranannya di Timur Tengah
Senin, 14 Oktober 2024 06:05 WIB
Dengan dukungan Iran, Hizbullah berkembang dari kelompok perlawanan menjadi kekuatan militer besar dan pemain politik utama di Lebanon. Mereka dikenal karena perlawanan bersenjata terhadap Israel, termasuk dalam Perang Lebanon 2006, serta keterlibatan dalam perang saudara Suriah untuk mendukung rezim Bashar al-Assad.
***
Hizbullah (atau Hezbollah) adalah kelompok politik dan militer berbasis Syiah yang berbasis di Lebanon. Hizbullah didirikan pada awal tahun 1980-an, terutama sebagai respons terhadap invasi Israel ke Lebanon pada tahun 1982.
Kelompok ini memiliki sejarah panjang yang terkait dengan perlawanan terhadap Israel, keterlibatan dalam politik Lebanon, dan dukungan dari Iran serta Suriah. Berikut adalah ringkasan sejarah Hizbullah:
Pembentukan Hizbullah (Awal 1980-an)
Hizbullah didirikan pada tahun 1982 dengan dukungan dari Iran, terutama melalui Pasukan Pengawal Revolusi Iran (IRGC). Tujuan awal Hizbullah adalah melawan pendudukan Israel di Lebanon Selatan dan memperjuangkan pembentukan negara Islam di Lebanon berdasarkan prinsip-prinsip revolusi Iran.
Kelompok ini mendapatkan dukungan dari komunitas Syiah di Lebanon yang merasa terpinggirkan dan mencari perlindungan serta representasi politik. Hizbullah berpusat di lembah Bekaa, Lebanon selatan, dan Beirut selatan.
Perlawanan terhadap Israel (1982-2000)
Hizbullah memulai serangkaian serangan gerilya terhadap pasukan Israel dan milisi yang didukung Israel, seperti Pasukan Lebanon Selatan (SLA), di Lebanon Selatan.
Selama masa itu, Hizbullah diduga terlibat dalam serangan teroris termasuk penculikan dan pengeboman mobil, yang terutama ditujukan terhadap orang Barat, tetapi juga membangun jaringan layanan sosial yang komprehensif bagi para pendukungnya.
Pada dekade 1990-an, Hizbullah tumbuh menjadi kekuatan militer yang signifikan di Lebanon. Kelompok ini juga dikenal karena operasi penculikan, pemboman, dan serangan roket terhadap target Israel. Ini tidak terlepas dari Perjanjian Taif 1989, yang ditengahi oleh Arab Saudi dan Suriah dan mengakhiri perang saudara Lebanon, Hizbullah adalah satu-satunya milisi yang diizinkan untuk mempertahankan senjatanya.
Menurut analis dan Brigadir Jendaral (Purn) Assaf Orion dari Israel’s Institute for National Security Studies, Hizbullah memiliki artileri yang lebih besar dari sebagian negara. Organisasi diklaim sebagai aktor non-negara yang bersenjata paling lengkap di dunia oleh the Center for Strategic and International Studies.
Kritik keras terhadap Hizbullah karena dianggap melanggar resolusi PBB 1559 yang diadopsi sejak 2004 mendorong semua milisi di Lebonon membubarkan diri dan melucuti semua senjata mereka.
Pada tahun 2000, setelah hampir dua dekade pendudukan, Israel menarik pasukannya dari Lebanon Selatan, dan Hizbullah mengklaim kemenangan sebagai hasil dari perlawanan bersenjata mereka. Untuk mendukung hal ini pasukan PBB (UNFIL) yang sudah ada di Lebanon sejak 1978 terus bertahan di negara itu untuk mendorong Hizbullah melucuti senjatanya.
Peran Politik dan Keterlibatan dalam Pemerintahan Lebanon
Setelah penarikan Israel, Hizbullah mulai terlibat lebih aktif dalam politik Lebanon. Mereka berpartisipasi dalam pemilu dan mendapatkan kursi di parlemen serta jabatan di kabinet. Meskipun menjadi kekuatan politik, sayap militernya tetap aktif dan tidak dilucuti, yang menjadi sumber kontroversi di Lebanon.
Hizbullah mengklaim bahwa keberadaan militer mereka diperlukan untuk melawan ancaman Israel yang terus berlanjut. Hizbullah juga mendirikan jaringan sosial dan ekonomi yang luas, termasuk rumah sakit, sekolah, dan program kesejahteraan, yang membantu mengukuhkan dukungan mereka di komunitas Syiah.
Perang Lebanon 2006
Pada Juli 2006, Hizbullah dan Israel terlibat dalam konflik besar selama 34 hari, yang dikenal sebagai Perang Lebanon Kedua atau Perang Juli.
Perang ini dipicu oleh penculikan dua tentara Israel oleh Hizbullah di perbatasan. Israel merespons dengan serangan militer besar-besaran ke Lebanon, yang menyebabkan kerusakan infrastruktur dan korban jiwa yang besar.
Selama konflik, Hizbullah menggunakan taktik gerilya yang efektif, termasuk serangan roket, serangan mortir, dan serangan terhadap tank Israel. Mereka mengandalkan jaringan terowongan, bunker bawah tanah, dan benteng di Lebanon Selatan untuk bertahan dan melancarkan serangan.
Hizbullah meluncurkan ribuan roket ke wilayah Israel, termasuk roket jarak jauh yang mencapai kota-kota besar seperti Haifa. Dalam melancarkan serangannya Hizbullah banyak dibantu oleh Iran dan Suriah untuk memasok senjata.
Perang berakhir dengan gencatan senjata berdasarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB 1701, yang menyerukan penghentian permusuhan, penarikan pasukan Israel, dan perluasan mandat Pasukan Sementara PBB di Lebanon (UNIFIL) untuk mengawasi perbatasan.
Serangan Israel selama perang menyebabkan kerusakan besar pada infrastruktur Lebanon, termasuk jembatan, jalan raya, bandara, dan bangunan sipil. Ribuan warga sipil Lebanon tewas, dan lebih dari satu juta orang mengungsi.
Hizbullah mengklaim kemenangan simbolis dengan tetap bertahan dan meluncurkan roket ke wilayah Israel selama perang. Bagi banyak pendukung Hizbullah, terutama di kalangan komunitas Syiah, keberhasilan bertahan dari serangan Israel memperkuat citra Hizbullah sebagai kekuatan perlawanan yang sah dan kuat.
Peran dalam Perang Saudara Suriah (2011-sekarang)
Ketika perang saudara Suriah pecah pada tahun 2011, Hizbullah memberikan dukungan militer kepada rezim Bashar al-Assad, yang juga merupakan sekutu Iran. Alasan utama Hizbullah mendukung Rezim Assad ialah Rezin Assad menyediakan jalur pasokan penting bagi Hizbullah dari Iran, termasuk persenjataan dan logistik.
Hizbullah secara bertahap meningkatkan keterlibatan militernya di Suriah. Pada tahun 2013, Hizbullah secara resmi mengirim ribuan pejuangnya untuk bertempur di Suriah, dengan alasan bahwa mereka harus melindungi tempat-tempat suci Syiah dan komunitas Syiah di negara itu dari ancaman kelompok-kelompok radikal Sunni, seperti ISIS dan Al-Nusra Front.
Keterlibatan Hizbullah di Suriah memperdalam ketegangan sektarian di Lebanon, terutama antara komunitas Syiah yang mendukung Hizbullah dan komunitas Sunni yang sebagian besar mendukung pemberontak Suriah.
Intervensi tersebut juga meningkatkan risiko keamanan di Lebanon, dengan serangan balik oleh kelompok-kelompok ekstremis Sunni terhadap sasaran-sasaran Hizbullah dan wilayah Syiah di Lebanon, termasuk serangan bom dan serangan bunuh diri.
Pengaruh Politik dan Militer di Lebanon Kontemporer
Hingga saat ini, Hizbullah tetap menjadi kekuatan dominan di Lebanon, baik secara politik maupun militer. Mereka memiliki anggota di parlemen dan kabinet serta mengendalikan sebagian besar wilayah di Lebanon Selatan.
Meskipun Hizbullah memiliki dukungan signifikan dari komunitas Syiah, keberadaannya sebagai milisi bersenjata yang tidak terkontrol menimbulkan perpecahan politik dan kekhawatiran di kalangan kelompok politik lain di Lebanon.
Pada Oktober 2019, organisasi ini diprotes oleh banyak warga Lebanon karena diklaim salah urus pemerintahan dan pertumbunhan ekonomi yang lambat yang salahsatu faktornya karena beban utang publik tertinggi di dunia, sebesar 150 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Pada Januari 2020 pembentukkan pemerintahan baru oleh Hizbullah dengan Hassan Diab sebagai Perdana Menteri tetap gagal mengurangi gelombang protes bahkan ketika pandemi COVID-19 gerakan protes tetap terus muncul bahkan kelompok Syiah Lebanon secara terbuka mengkritik Hizbullah.
Hizbullah dalam Perang Israel-Hamas 2023
Pasca serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke wilayah Israel membuat Hamas menjadi target utama pemerintahan Israel untuk dimusnahkan secara menyeluruh. Imbasnya wilayah Gaza menjadi medan pertempuran dan pertumpahan darah selama satu tahun terakhir.
Meski pihak utama yang terlibat antara Israel dengan Hamas, tetapi Hamas mendapat banyak dukungan dari beberapa kelompok militer lain seperti Houthi dan Hizbullah. Khusus Hizbullah ini memberikan bentuk dukungannya terhadap Hamas dengan mengirimkan rudal-rudal mereka ke wilayah Utara Israel yang berbatasan dengan Lebanon.
Namun konfrontasi semakin meningkat sejak meledaknya banyak pager di Lebanon yang diduga didalangi oleh pemerintah Israel dibawah Mossad. perselisihan antara Hizbullah-israel memuncak dengan Israel mengumumkan serangan ke Lebanon untuk membasmi Hizbullah dengan korban yang berjatuhan sudah ribuan di Lebanon.
Hingga tulisan ini dibuat Perang pun masih terus berlangsung dan menunjukkan eskalasi yang semakin meningkat seiring tekanan dunia internasional untuk gencatan senjata semakin masih

Penulis Indonesiana
80 Pengikut

Strategi Pertumbuhan Konglomerat
Senin, 25 Agustus 2025 08:46 WIB
Riwayat Pinjaman Anda dalam BI Checking
Kamis, 21 Agustus 2025 22:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler