Bersepeda Itu Revolusioner
Minggu, 3 November 2024 21:06 WIB
Kemungkinannya kecil kaum konservatif jadi suporter penggunaan sepeda untuk transportasi dan mobilitas. Bagaimanapun, di dunia yang didominasi kendaraan bermotor, bersepeda adalah tindakan revolusioner..\xd
Oleh Purwanto Setiadi
Di satu akun media sosial, saya menjumpai kutipan berilustrasi--semacam poster digital--tentang bersepeda dan menyetujui isinya. Disebutkan berasal dari perkataan Amy Walker, salah seorang pendiri majalah Momentum, kutipan itu menyatakan bahwa bersepeda “adalah tindakan revolusioner di dunia yang termotorisasi”.
Tindakan aneh. Foto: Purwanto Setiadi
Saya tidak tahu di mana dan kapan kata-kata itu dikemukakan. Tapi saya yakin yang dimaksud dengan bersepeda itu bukanlah dalam konteks sport, dan bukan pula tentang rekreasi. Bersepeda di situ adalah aktivitas yang terkait dengan transportasi, mobilitas.
Walker sama sekali tak meleset menyarikan realitas. Sulit untuk membantahnya.
Motorisasi, harus diakui, selama ini telah mendominasi kehidupan, terutama di perkotaan. Karena kebijakan yang keliru, kendaraan bermotor menyebabkan ketergantungan kronis. Kebanyakan orang jadi merasa seakan-akan kehidupan mereka berhenti tanpa kendaraan bermotor. Menggunakan sepeda untuk keperluan sehari-hari, untuk bergerak dari satu lokasi ke lokasi lain, untuk mendapatkan kemerdekaan bepergian di perkotaan, karenanya, jadi hal yang abnormal.
Dalam kondisi begitu, bersepeda terlihat seperti outlier, sesuatu yang asing. Orang yang bersepeda akan dilihat sebagai keanehan atau, ekstremnya, gangguan di jalan. Orang yang menjajakan atau mengkampanyekan ide mengenai penggunaan sepeda seluas-luasnya sebagai sarana transportasi dan mobilitas, apalagi. Mereka bisa dilabeli sebagai orang gila.
Hal itulah yang ditepis Walker. Melalui perkataannya, dia membukakan perspektif yang sengaja maupun tidak hendak direpresi: bahwa bersepeda dalam kondisi yang berlaku saat ini adalah wujud dari gerakan yang mengarah ke perubahan, diniatkan atau tidak. Ia ibarat anak panah yang dilepaskan ke sasaran baru, hal yang lebih maju, bukan mempertahankan kemapanan. “Sebuah renaisans transportasi bersepeda,” demikian dia menyebutnya dalam ucapan terima kasihnya di buku On Bicycles: 50 Ways the New Bike Culture Can Change Your Life.
Melalui Momentum, sejak 2003, Walker bisa dibilang telah menjalankan peran di garda depan dalam mempromosikan tren yang berkenaan dengan kultur sepeda di perkotaan: bahwa dewasa ini semakin banyak orang yang bersepeda untuk keperluan sehari-hari--ke stasiun kereta komuter, bersepeda di tengah-tengah barisan mobil yang terjebak kemacetan, mengayuh sepeda kargo ke supermarket untuk berbelanja kebutuhan rumah atau mengantar-jemput anak ke dan dari sekolah; pendeknya, sepeda menjadikan kehidupan di perkotaan lebih dinamis dan menyenangkan.
Walker, dengan kata lain, sebetulnya mengamplifikasi semangat progresif yang ada di balik tren tersebut. Semangat inilah yang melandasi perubahan di banyak kota di dunia, terkait dengan peran sepeda dalam sistem transportasinya dan mobilitas warganya, yang dimulai di belanda pada 1970-an. Hampir tidak ada di dunia ini orang atau kelompok orang yang mengkampanyekan, apalagi menjadikan sebagai kebijakan, penggunaan sepeda untuk keperluan sehari-hari yang merupakan bagian dari mereka yang mewakili konservatisme. Sangat sedikit kalaupun ada.
Konservatisme, dalam hal ini, tidak dalam pengertian kehati-hatian. Jika yang dimaksud adalah cara menjalankan sesuatu, siasat atau strategi untuk tujuan tertentu, hati-hati memang label yang tepat. Konservatisme, pada dasarnya, berkenaan dengan haluan, ideologi, dan falsafah hidup yang landasannya adalah respons mental dalam menghadapi dunia.
Pelajaran dari Belanda pada 1970-an dan di negara-negara lain pada masa setelahnya memperlihatkan bahwa, secara politik, pendukung dan mereka yang memperjuangkan digunakannya sepeda sebagai sarana transportasi dan mobilitas mayoritas adalah kaum progresif. Dalam spektrum politik, mereka berasal dari partai kiri, partai buruh, partai sosialis, dan koalisi kekuatan politik sehaluan.
Sebuah hasil penelitian berjudul “Political Conservatism as Motivated Social Cognition”, yang diterbitkan dalam Psychological Bulletin pada 2003, secara tak langsung menjawab pertanyaan tentang kenapa bisa begitu. Temuan pentingnya: orang menganut konservatisme politik, setidaknya sebagian, karena “(konservatisme) mengurangi rasa takut, cemas, dan ketidakpastian; untuk menghindari perubahan, disrupsi, dan ambiguitas; dan untuk menjelaskan, mengatur, serta membenarkan ketimpangan antarkelompok dan antarindividu”.
Temuan itu relevan dengan apa yang dikemukakan Walker: bahwa di dunia yang didominasi kendaraan bermotor, mereka yang menggunakan sepeda sehari-hari, apalagi mengkampanyekannya, sesungguhnya sedang melakukan aksi revolusioner. Mereka menginginkan kondisi yang lebih baik, lebih maju, melalui reformasi sosial. Ini adalah tindakan progresif.
Tentu saja, walau kecil kemungkinannya, bukan mustahil sama kaum konservatif menjadi revolusioner dalam hal tertentu. Atau, bisa juga orang pada suatu kali menginisiasi gagasan progresif tapi lalu melaksanakannya dengan semangat konservatif. Tapi, yang terakhir ini jelas kontradiktif, kalau bukan ironis.

...wartawan, penggemar musik, dan pengguna sepeda yang telah ke sana kemari tapi belum ke semua tempat.
5 Pengikut

Dari Pertumbuhan ke Restorasi
Selasa, 14 Oktober 2025 07:31 WIB
Stop Mengubur Karbon, Mulailah Mengubur Kebohongan
Senin, 29 September 2025 06:44 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler