Varian Kata Kata "Anjing". Bentuk dan Makna

Jumat, 21 Maret 2025 18:24 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content
Varian Kata
Iklan

Kata ini mengalami modifikasi fonetis dan grafis menjadi berbagai bentuk seperti "anjir," "anjay," "anjrit,",”ajiq”, "anjas”, dan "anying."

***

Bahasa terus berkembang mengikuti dinamika sosial masyarakat. Salah satu contoh menarik adalah kata "anjing" yang mengalami berbagai modifikasi dalam bahasa Indonesia. Kata ini, yang awalnya merupakan nama hewan, telah mengalami perubahan makna dan fungsi, dari umpatan kasar hingga menjadi bagian dari bahasa gaul yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Fenomena ini mencerminkan bagaimana bahasa tidak statis, melainkan fleksibel dan terus beradaptasi dengan perubahan sosial serta budaya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sejarah penggunaan kata "anjing" sebagai makian dapat ditelusuri dalam budaya Melayu yang memandang anjing sebagai hewan yang menjijikkan atau rendah. Mengapa? Dulu di kampung-kampung pada umumnya tiap rumah memelihara anjing. Selain untuk menjaga rumah dan kawan berburu, ajing juga dimanfaatkan untuk makan kotoran manusia. Sebab, ketika itu masih sangat jarang masyarakat membuat wc. Mereka membuang kotoran di sekitar rumah. Anjing peliharaan inilah yang kemudian makan kotoran itu. Saat musim kawin, banyak anjing betina yang berguling-guling di atas kotoran manusia sehingga badannya berlumuran korotan orang untuk menarik perhatian jantan. Inilah salah satu alasannya.

Dalam perkembangannya, kata ini mengalami modifikasi fonetis dan grafis menjadi berbagai bentuk seperti "anjir," "anjay," "anjrit,",”ajiq”,anjas”, dan "anying." Modifikasi ini muncul sebagai cara untuk menyamarkan makian, mengurangi tingkat kekasaran, atau menyesuaikan dengan konteks sosial tertentu. Selain itu, perubahan ini juga dipengaruhi oleh kreativitas pengguna bahasa, terutama generasi muda, dalam menciptakan kosakata baru yang lebih ekspresif.

Di kalangan anak muda Bandung, kata "anjing" dan variannya sering digunakan dalam berbagai konteks. Tidak hanya sebagai umpatan, kata ini juga digunakan sebagai ekspresi kejutan atau kegembiraan. Misalnya, dalam percakapan sehari-hari, seseorang dapat mengatakan "anjir, cepet banget larinya!" ketika menemukan barang dengan harga yang tidak terduga, atau "anjay, akhirnya gua dapet juga!" sebagai ungkapan kebahagiaan. Fenomena ini menunjukkan bahwa bahasa memiliki fungsi yang lebih luas dibandingkan sekadar alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium untuk mengekspresikan emosi dan identitas sosial. Sering kali kata ini ditambah dengan kata “goblok” menjadi “anjing goblok”.

Menurut pakar bahasa Ivan Lanin, kata "anjing" dalam bahasa gaul sering berfungsi sebagai tanda baca dalam percakapan lisan. Anak muda di Bandung, misalnya, kerap menggunakan kata ini sebagai pengganti koma atau titik dalam kalimat. Hal ini menunjukkan bahwa kata tersebut telah mengalami pergeseran fungsi dari sekadar makian menjadi bagian dari struktur percakapan yang lebih luas. Perubahan semacam ini mengindikasikan bahwa bahasa tidak hanya mengalami perubahan makna, tetapi juga fungsi dalam komunikasi sosial.

Pergeseran makna ini juga sejalan dengan konsep bahasa slang yang bersifat musiman dan eksklusif dalam kelompok sosial tertentu. Menurut Hilmi Akmal, bahasa slang seperti "anjay" berkembang untuk menciptakan identitas kelompok dan membatasi pemahaman bagi orang di luar komunitas tersebut. Dengan demikian, variasi dari kata "anjing" mencerminkan dinamika sosial dalam penggunaan bahasa. Slang sering kali berfungsi sebagai penanda kelompok, di mana penggunaannya membentuk batas sosial antara "orang dalam" dan "orang luar."

Salah satu alasan utama munculnya variasi kata "anjing" adalah upaya untuk mengurangi tingkat kekasaran makian. Bentuk seperti "anjay" atau "anjir" dianggap lebih halus dibandingkan bentuk aslinya. Hal ini menunjukkan adanya kesadaran sosial dalam berbahasa, di mana pengguna bahasa mencoba menyesuaikan ekspresi mereka agar lebih diterima dalam lingkungan tertentu. Penggunaan bentuk yang lebih ringan ini juga dapat dilihat sebagai bagian dari fenomena eufemisme, di mana kata-kata yang berkonotasi negatif dimodifikasi agar lebih dapat diterima oleh masyarakat.

Selain sebagai bentuk penghalusan, modifikasi kata "anjing" juga dilakukan untuk menambah efek ekspresif. Kata "anjrit" atau "anjrot," misalnya, sering kali digunakan untuk menekankan emosi yang lebih kuat dalam percakapan. Dengan demikian, variasi ini berfungsi sebagai alat untuk mengekspresikan emosi dengan lebih fleksibel. Bahkan, dalam beberapa kasus, kata-kata ini dapat digunakan dalam situasi humor atau sarkasme, tergantung pada konteks dan intonasi pengucapannya.

Ada juga fenomena kesalahan ketik (saltik) yang menciptakan variasi baru dari kata "anjing." Bentuk seperti "bjir" atau "bjrot" muncul akibat kesalahan dalam mengetik di ponsel dengan tata letak keyboard QWERTY. Kesalahan ini kemudian diadopsi oleh pengguna media sosial dan menjadi bagian dari bahasa gaul remaja. Fenomena ini menunjukkan bahwa perubahan bahasa tidak hanya dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya, tetapi juga oleh perkembangan teknologi dan cara manusia berinteraksi melalui media digital.

Meskipun banyak yang menganggap kata "anjing" dan variannya sebagai bagian dari bahasa gaul yang tidak berbahaya, ada pula pandangan bahwa kata ini tetap memiliki konotasi negatif. Beberapa pihak menilai bahwa penggunaannya, terutama dalam konteks makian, dapat berpotensi menyinggung orang lain dan sebaiknya dikurangi dalam percakapan formal. Dalam beberapa kasus, penggunaan kata ini dapat dianggap tidak sopan atau bahkan merugikan secara sosial, tergantung pada siapa yang menggunakannya dan dalam situasi apa kata tersebut diucapkan.

Kontroversi penggunaan kata "anjay" pada tahun 2020 sempat mencuat ketika Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) merekomendasikan agar kata ini tidak digunakan karena berpotensi merendahkan martabat seseorang. Meskipun demikian, banyak pakar bahasa berpendapat bahwa pemaknaan suatu kata sangat bergantung pada konteks penggunaannya. Jika digunakan dalam situasi pergaulan yang akrab dan tidak bermaksud merendahkan, kata ini dapat diterima sebagai bagian dari bahasa informal yang berkembang secara alami.

Keberagaman variasi kata "anjing" dalam bahasa Indonesia mencerminkan bagaimana bahasa berkembang dan beradaptasi dengan budaya serta teknologi. Dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi salah satu faktor utama yang mempercepat penyebaran dan perubahan bahasa slang di kalangan anak muda. Pengaruh ini memperlihatkan bagaimana platform digital menjadi ruang eksperimental bagi bahasa, di mana kata-kata baru dapat muncul, berubah, atau bahkan hilang dalam waktu yang relatif singkat.

Demikianlah. Fenomena perubahan kata "anjing" dan variannya menunjukkan betapa dinamisnya bahasa dalam merespons perkembangan sosial dan budaya. Meskipun memiliki akar sebagai makian, modifikasi kata ini telah menciptakan berbagai bentuk baru yang lebih diterima dalam komunikasi sehari-hari. Namun, penting untuk selalu mempertimbangkan konteks dan audiens dalam penggunaan bahasa agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau pelanggaran etika berkomunikasi. Dengan memahami fenomena ini, kita dapat lebih bijak dalam menggunakan bahasa serta menghargai kompleksitas yang ada dalam komunikasi antarindividu dan kelompok.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Mugi Muryadi

Penggiat literasi dan penikmat kopi susu

55 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler