Kasus Etika Periklanan dan Sosial Media : CR7, Jerinx, hingga dr. Tirta
Sabtu, 3 Mei 2025 19:27 WIB
Satu sisi memperlihatkan bagaimana media sosial bisa disalahgunakan untuk menyebarkan opini tak berdasar dan menciptakan keresahan.
1. Analisis Etika Periklanan: Kasus Shopee x CR7 vs Clear Men x CR7
Deskripsi Kasus
Dalam dunia periklanan, pemanfaatan figur publik sebagai brand ambassador adalah strategi umum untuk menarik perhatian pasar. Namun, tidak semua kolaborasi selebritas berhasil secara etis maupun strategis. Salah satu contoh yang ramai dibahas adalah iklan Shopee yang menggandeng Cristiano Ronaldo, dibandingkan dengan iklan Clear Men yang juga memakai bintang yang sama namun dengan pendekatan yang berbeda. Analisis ini akan membahas bagaimana dua brand besar tersebut menggunakan Ronaldo, dan di mana letak keberhasilan serta pelanggaran etika dari masing-masing iklan.
- Shopee x Cristiano Ronaldo (2019)
Shopee menayangkan iklan Cristiano Ronaldo di berbagai platform, di mana ia diminta melakukan "Shopee Dance" tarian khas dari tren TikTok. Dalam iklan tersebut, Ronaldo tampak berpose serius, lalu tiba-tiba menari mengikuti musik Shopee yang bernuansa kekanak-kanakan.
- Clear Men x Cristiano Ronaldo
Clear Men, merek sampo pria, menampilkan Ronaldo dalam iklan yang menekankan aspek ketangguhan, kepercayaan diri, dan performa. Narasinya dikaitkan dengan olahraga, keringat, dan kesegaran, yang cocok dengan citra Ronaldo sebagai atlet global.
Analisis Pelanggaran Etika (Shopee)
- Eksploitasi Citra Publik:
Shopee memanfaatkan popularitas Ronaldo semata-mata untuk viralitas tanpa mempertimbangkan kecocokan citra. Ini dianggap sebagai eksploitasi, bukan kolaborasi yang saling menguntungkan secara etis. - Tidak Relevan dengan Brand Message:
Tidak ada hubungan antara Shopee sebagai platform e-commerce dan keberadaan Ronaldo. Tidak dijelaskan kenapa Ronaldo relevan untuk pasar Shopee di Asia Tenggara. - Potensi Merendahkan Citra Figur Publik:
Gaya iklan yang memaksa Ronaldo untuk menari dengan “cringe” membuat banyak penggemar merasa tidak nyaman, seakan Ronaldo hanya alat demi lucu-lucuan. - Diluar Konteks Relevansi:
Tidak adanya konteks lokal atau global yang relevan dalam penyusunan pesan membuat iklan ini terasa dipaksakan dan tidak menghargai audiens yang lebih dewasa atau fans sepak bola.
Perbandingan dengan Clear Men (Iklan Etis dan Relevan)
- Keselarasan Citra:
Clear Men menampilkan Ronaldo sebagai atlet yang aktif, maskulin, dan berprestasi — sesuai dengan brand positioning mereka: "sampo pria untuk performa maksimal." - Konektivitas dengan Produk:
Ronaldo berkeringat dan bergerak aktif, lalu menggunakan sampo Clear untuk menyegarkan diri. Ini membuat narasi terasa alami dan tidak dipaksakan. - Autentik dan orisinalitas:
Iklan tidak memaksa Ronaldo menjadi lucu atau mengikuti tren yang tidak sesuai. Citra Ronaldo dijaga sebagai sosok profesional, yang membuat kampanye terasa lebih elegan.
Solusi dan Rekomendasi Etis
- Relevansi:
Jika memakai bintang besar, pastikan narasi iklan sejalan dengan nilai atau kebiasaan publik figur tersebut. - Jaga Autentik dan Orisinalitas:
Hindari memaksa selebritas melakukan hal yang bertentangan dengan citranya hanya demi viralitas. - Hormati Audiens:
Kenali target pasar. Jika fans sepak bola menjadi audiens utama, buat iklan yang menghormati dunia olahraga, bukan sekadar lelucon. - Kaitkan dengan Brand:
Influencer atau selebritas harus punya koneksi yang logis dengan produk. Shopee bisa saja menggunakan Ronaldo sebagai contoh belanja smart, bukan dancer TikTok.
Penutup
Kasus Shopee dan Cristiano Ronaldo menunjukkan pentingnya menjaga etika dalam periklanan, terutama ketika melibatkan figur publik besar. Dibandingkan dengan Clear Men yang berhasil menjaga relevansi dan profesionalisme, iklan Shopee terkesan memaksakan diri demi viralitas. Ke depannya, brand perlu lebih berhati-hati dalam menyusun narasi iklan agar tidak hanya menarik perhatian, tapi juga etis, relevan, dan membangun kepercayaan.
2. Analisis Etika Media Sosial : Jerinx vs dr. Tirta Publik Figur di Tengah Krisis
Deskripsi Kasus
Media sosial memberi kekuatan besar bagi figur publik untuk menyampaikan opini, membentuk opini massa, dan bahkan memengaruhi kebijakan. Namun, kekuatan ini harus dibarengi dengan tanggung jawab etis. Salah satu kasus yang menggambarkan dilema ini adalah konflik terbuka antara Jerinx SID, musisi yang vokal menyuarakan kritik terhadap protokol COVID-19, dan dr. Tirta, dokter sekaligus influencer kesehatan. Keduanya terlibat dalam perdebatan publik melalui media sosial pada masa awal pandemi tahun 2020. Analisis ini akan membedah bagaimana keduanya menggunakan media sosial, serta pelanggaran etika apa yang muncul dan pelajaran yang bisa diambil.
- Jerinx SID (I Gede Ari Astina)
Jerinx mengunggah kritik terhadap Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan menyebut mereka sebagai "kacung WHO". Ia menolak kewajiban tes swab untuk ibu hamil dan menganggap pandemi sebagai bentuk konspirasi elite global. Unggahannya viral dan memicu kemarahan banyak pihak, termasuk dari kalangan tenaga medis. IDI kemudian melaporkannya ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik, dan Jerinx divonis bersalah oleh pengadilan.
- Tirta Cipeng (dr. Tirta Mandira Hudhi)
- Tirta aktif di media sosial untuk menyosialisasikan pentingnya protokol kesehatan dan melawan hoaks soal COVID-19. Menanggapi Jerinx, dr. Tirta tidak langsung menyerang balik, melainkan mengajak Jerinx berdialog secara langsung lewat IG Live. Ia mencoba menjelaskan sains di balik kebijakan medis dan mengimbau publik untuk berpikir kritis namun tetap bertanggung jawab.
Analisis Pelanggaran Etika (MedSos Jerinx SID)
Jerinx, sebagai figur publik, dianggap telah melanggar etika media sosial karena menyampaikan opini pribadi yang provokatif tanpa dasar ilmiah yang kuat. Ia menggunakan media sosial untuk menyebarkan teori konspirasi yang membingungkan masyarakat, apalagi di tengah situasi darurat seperti pandemi. Unggahannya bersifat ofensif, menyerang langsung lembaga profesional tanpa memberikan ruang klarifikasi, serta berpotensi menimbulkan keresahan publik. Ini adalah bentuk penggunaan media sosial yang tidak etis karena mengabaikan tanggung jawab sosial seorang tokoh publik.
Sebaliknya, dr. Tirta menunjukkan bagaimana media sosial bisa digunakan dengan etika yang baik. Ia menyampaikan informasi yang jelas, berdasar, dan tetap terbuka terhadap perbedaan pendapat. Meski tidak sependapat dengan Jerinx, ia memilih untuk berdiskusi langsung daripada membalas dengan hinaan. Sikap ini mencerminkan tanggung jawab sebagai figur publik yang sadar akan dampak dari setiap kontennya. Ia mengedepankan dialog, bukan provokasi, dan mampu menjadi contoh penggunaan media sosial secara profesional dan edukatif.
Solusi dan Rekomendasi Etis
- Verifikasi Informasi:
Figur publik wajib menyampaikan informasi yang benar, apalagi terkait kesehatan publik. Kritik boleh, tapi harus didasari data dan fakta ilmiah. - Gunakan Bahasa yang Profesional:
Hindari ujaran merendahkan, hinaan, dan tuduhan yang tidak berdasar. Etika komunikasi tetap harus dijaga walau di ruang digital. - Bangun Diskusi, Bukan Konflik:
Perbedaan pandangan bisa diselesaikan lewat diskusi terbuka seperti yang dicontohkan dr. Tirta — bukan provokasi di ruang publik. - Ingat Tanggung Jawab Sosial:
Apa yang diposting oleh figur publik bisa berdampak luas. Dalam situasi krisis seperti pandemi, konten negatif bisa berdampak sangat besar.
Penutup
Kasus Jerinx dan dr. Tirta menunjukkan dua sisi penggunaan media sosial oleh figur publik. Satu sisi memperlihatkan bagaimana media sosial bisa disalahgunakan untuk menyebarkan opini tak berdasar dan menciptakan keresahan. Di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi ruang edukasi dan dialog yang membangun jika digunakan secara bertanggung jawab. Dalam era digital yang serba terbuka ini, etika komunikasi menjadi kunci untuk menjaga ruang publik tetap sehat dan produktif.
*) Artikel ini adalah tugas dari mata kuliah Kampanye Promosi Multimedia yang diampu Rachma Tri Widuri, S.Sos.,M.Si.

Penulis Indonesiana
0 Pengikut

Kasus Etika Periklanan dan Sosial Media : CR7, Jerinx, hingga dr. Tirta
Sabtu, 3 Mei 2025 19:27 WIB
Mitos dan Fakta: Film Dokumenter Itu Membosankan?
Senin, 24 Maret 2025 19:18 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler