x

Iklan

I. Mumajjad Muslih

Peminat cerita-cerita
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Jangan Baca Buku Melulu!

Buku dan kitab kuning sama-sama mengandung ilmu. Namun di mata sebagian orang, derajatnya tidaklah setara. Setidaknya begitulah pandangan orang-orang di kampung saya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jika kedapatan tengah baca buku, saya kerap diomeli bapak. “Baca buku melulu! Kitab tuh baca, jangan buku melulu!” begitu kira-kira bunyi omelannya. Pun kalau beliau memergoki saya sedang membaca koran. Biasanya beliau bilang, “Yang harus dibaca tuh Quran, bukan koran!”

Di lain waktu, kalau ibu atau nenek saya butuh pembungkus, misalnya buat makanan, mereka biasa bilang, “Ceng (panggilan kecil saya), minta buku atau koran, buat mungkus!”

Lantas saya jawab, “Kan koran sama bukunya dipakai, Bu.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Kan sudah dibaca, masa masih disimpan?”

“Kan sekali-kali perlu dibaca lagi.”

Kalau sudah begitu, negosiasi pun terjadi. Lantas saya berikan lembaran iklan atau berita olah raga di koran yang memang kurang saya minati. Kalau buku, biasanya saya berikan buku tulis bekas semasa sekolah dulu.

Dalam pandangan Bapak, Ibu, Nenek, dan kebanyakan orang di kampung saya, buku dan kitab berbeda derajatnya. Kitab, yakni kitab kuning yang memuat ilmu-ilmu agama, punya derajat tinggi. Karenanya ia mesti disimpan baik-baik, dijaga, dan terus-terusan dibaca. Apalagi Alquran, ada sobekan yang tercecer saja, mesti segera diselamatkan ke tempat yang bersih dan terhormat.

Sementara buku, isinya “cuma” ilmu dunia. Makanya tak usah banyak-banyak dibaca dan tak mesti serius-serius amat. Kalau sudah selesai, ya boleh digunakan untuk keperluan lain. Pembungkus makanan itu, misalnya.

Dalam suasana seperti itulah saya dibesarkan. Anehnya, kesukaan saya akan buku tak jua berkurang. Sementara terhadap kitab kuning, terbatas saja rasa suka dan kemampuan saya untuk membacanya.

Kini Bapak jarang mengomeli saya lagi. Ibu pun mengerti kalau saya hati-hati memberi lembaran koran. Pada beberapa kesempatan, saya bilang kepada beliau-beliau, “buku itu ibarat kitab bagi saya. Di dalamnya ada ilmu yang bermanfaat dan saya sukai. Jadi izinkan saya menyimpannya baik-baik.”

Bapak dan ibu tak keberatan. Namun diam-diam muncul sesal dalam hati. Kenapa saya tak begitu suka dan mahir membaca kitab-kitab kuning? Kenapa dulu (sampai kini) saya tak rajin mengaji?

Salam cinta keluarga! :-)

 

Sumber foto: www.special-education-degree.net

Ikuti tulisan menarik I. Mumajjad Muslih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler