x

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tepi Ampera yang Muram

Suasana tepi Sungai Musi pun terasa muram. Asap yang mengepung dimana-mana. Baunya sangit.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dari tanggal 8 sampai 10 Oktober 2015, saya berada di Palembang. Datang pada tanggal tersebut, sebenarnya bukan kunjungan yang tepat ke kota yang terkenal dengan penganan pempek-nya. Tapi, mau apalagi, karena ini tugas dari kantor tempat saya bekerja, sebuah media cetak yang terbit di Jakarta. 
 
Saya datang ke Palembang, untuk memenuhi undangan dari Kementerian Dalam Negeri yang punya hajatan menggelar Jambore Satuan Polisi Pamong Praja di Palembang. Maka, berangkatlah saya ke Palembang untuk meliput acara tersebut, sembari membawa rasa was was. 
 
Sejak dari Jakarta, perasaan was-was sudah muncul. Maklum dari pemberitaan media, Palembang adalah salah satu kota yang paling parah disekap asap. Benar saja, saat pesawat hendak mendarat, bau 'jerebu' sudah terasa, bahkan menyelinap masuk kabin pesawat. 
 
Palembang benar-benar dikepung asap. Dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, sampai ke hotel, tempat saya menginap selama di Palembang, kabut asap jadi pemandangan sepanjang jalan. Tiba di hotel, nafas terasa sedikit lega. Apalagi sudah sampai dalam kamar hotel, nafas sedikit bisa terbebas dari sesak asap. 
 
Malam hari, saya dan wartawan lainnya diundang ramah tamah oleh Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin di rumah dinasnya. Rumah dinas Gubernur Sumatera Selatan, sangat besar. Bahkan terlihat megah. Di sana, ada jamuan makan malam. Namun, kemana pun pergi, asap terus menguntit. Di sana pun, kami tetap tak terbebas dari asap. Saat acara usai, semua merasa lega, sebab akan kembali ke hotel. Artinya, paru-paru akan sedikit terbebaskan dari sekapan asap. 
 
 
Pagi harinya, saya dan wartawan lain yang juga ikut meliput, kembali harus berkubang dengan kepungan asap. Hari itu, kami mesti pergi ke Jakabaring Sport Center, tempat Jambore Satpol PP dilangsungkan. Jarak dari hotel ke Jakabaring lumayan jauh. Menuju ke sana, kami melewati Jembatan Ampera yang membelah sungai Musi. Ini jembatan legendaris di Palembang. Bahkan jadi ikon kota tersebut. 
 
Di Jakabaring, kembali siksa asap menyergap. Alhasil, selama meliput Jambore, mulut tak bisa lepas dari masker. Bahkan di Jakabaring, asap lebih tebal. Danau di komplek Jakabaring, sampai tak terlihat karena diselubungi asap. Benar- benar liputan yang menyiksa. 
 
Menjelang siang acara Jambore usai. Sebelum pulang ke hotel, kami di undang makan siang oleh Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo di sebuah rumah makan. Usai bersantap dengan menu andalan pindang ikan Patin, Menteri Tjahjo banyak bercerita tentang kisah-kisah 'rahasia' yang selama ini tak banyak diketahui publik. Sayang, banyak cerita yang off the record. 
 
Usai itu, kami pulang ke hotel. Di hotel, istirahat sampai sore. Jelang magrib, saya dan yang lainnya diajak oleh Karo Humas Kemendagri ke Jembatan Ampera. Katanya, hendak dijamu makan malam. Memakai mobil pinjaman dari Pemda Sumsel, kami pun berangkat. Asap tetap mengepung. 
 
Untungnya jalanan tak macet, hingga kami cepat sampai ke sekitar Jembatan Ampera. Rumah makan Riverside, jadi pilihan, sesuai rekomendasi pak supir yang mengantar kami. Benar saja, saat memasuki rumah makan yang tepat ada di tepi sungai Musi, pemandangan sangat indah.
 
Di ujung lengkungan jembatan Ampera terlihat jelas. Pun gedung serta bangunan lainnya di sekitar jembatan. Pendar lampu-lampu menambah keindahan suasana. Sayang lagi-lagi asap membuat keindahan itu berkurang. Nafas masih terasa disekap. Meski asap malam itu tak terlalu pekat. Tapi, bau asap tetap tak bisa dicegah dihirup hidung. Terasa menyengat. 
 
Suasana tepi Sungai Musi pun terasa muram. Asap yang mengepung dimana-mana. Baunya sangit. Mata pun dibuat perih. Saya pun lama kelamaan mulai tersiksa. Andai tak ada asap, mungkin saya mau menghabiskan malam sampai larut di tepi Ampera. Sayang, semuanya buyar, karena asap tetap menyergap. Ah, tepi Ampera yang muram. Sayang memang. Asap sialan itu, membuat rusak suasana. 
 
Padahal kalau tak ada asap, mungkin ini kunjungan yang paling berkesan bagi saya. Sebab, ini kali pertama saya menikmati malam di tepi Ampera. Pindang iga yang saya nikmati, tetap tak bisa mengusir siksa asap. Setelah selesai makan, tak ada acara lain, selain cepat berkemas kabur dari sana menuju hotel. Satu yang ada dibenak, cepat sampai kamar, membebaskan paru-paru dari asap sialan. 
 
 
 
 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu