x

Praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri mengikuti upacara pada acara wisuda IPDN di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, Kamis (6/9). TEMPO/Prima Mulia

Iklan

Agus Supriyatna

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Cerita Lucu di Kampus 'Birokrat'

Siapa bilang kisah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dulu bernama STPDN melulu soal ketegasan yang kaku

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa bilang kisah di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) yang dulu bernama Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri, melulu soal cerita disiplin dan ketegasan yang kaku. Ada banyak kisah menarik, bahkan lucu dari kampus sekolah penghasil birokrat tersebut. 
 
Kampus IPDN yang ada di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat sendiri begitu megah. Jika bertandang ke sana, kita akan menemui para praja berseragam sama dengan wajah serius-wajah serius. Berjalan tegap, dan selalu bersikap hormat kala bertemu dengan para senior atau pengasuhnya. Terkesan kaku dan dingin. 
 
Namun dibalik semua itu, ternyata terselip cerita-cerita lucu yang terjadi di kampus IPDN. Cerita lucu di balik kampus IPDN itu, saya dapatkan tak sengaja. Ketika itu, dari hari Senin, 7 Desember sampai 11 Desember 2015, saya mendapat tugas peliputan ke Kalimantan Utara, untuk merekam dinamika pemilihan kepala daerah di provinsi termuda tersebut. Ya, dalam hajatan Pilkada serentak, Kalimantan Utara adalah salah satu provinsi yang ikut menggelar pemilihan. Bahkan, untuk pertama kalinya, Kalimantan Utara melaksanakan pemilihan gubernur, setelah disahkan jadi provinsi pada 2013 silam. Ada lima hajatan pemilihan di Kalimantan Utara. Satu pemilihan gubernur, empat lainnya adalah pemilihan bupati. Empat kabupaten di Kalimantan Utara yang melaksanakan pemilihan bupati itu yakni Kabupaten Tana Tidung, Malinau, Nunukan dan Bulungan. 
 
Saya ke sana bersama dengan tim pemantau Pilkada bentukan Kementerian Dalam Negeri. Tim ini dipimpin oleh Mas Revli, mantan ajudan Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri era Pak SBY-Boediono. Nah, Mas Revli ini adalah lulusan IPDN. Dan, di Kalimantan Utara sendiri, beberapa lulusan bahkan sudah jadi pejabat teras provinsi. Tak hanya itu, ada juga lulusan IPDN yang jadi penjabat bupati, seperti di Tana Tidung.
 
Yang menarik, ikatan alumni terasa kuat diantara para lulusan sekolah pamong praja tersebut. Mas Revli misalnya, begitu bertemu dengan para lulusan IPDN, baik itu seniornya maupun para yunior atau kawan satu angkatannya langsung akrab, seperti kawan atau keluarga yang lama tak bersua. 
 
Begitu bertemu, mereka langsung bernostalgia, berbagi kisah saat masih jadi praja di kampus Jatinangor. Gelak tawa ramai terdengar, kala mereka mengulang kembali kisah-kisah lucu yang dialami di Kampus IPDN. Sampai dini hari, mereka kuat saling berbagi kisah, di temani bercangkir-cangkir kopi. 
 
Saya ikut nimbrung mengobrol dengan mereka. Dan, ada sebuah kisah lucu yang diceritakan seorang lulusan IPDN Riswan. Dia lulusan IPDN angkatan 11. Saat itu, dia bercerita tentang nama yang salah dibaca pengasuh. Karena salah baca nama, si praja yang jadi 'korban', mendapat baju seragam praja wanita. Ia dikira perempuan. 
 
" Waktu itu kita kan disuruh nulis nama untuk keperluan pembuatan baju. Ada praja bernama Mario. Dia menuliskan namanya Mario," katanya.
 
Entah karena tulisannya jelek atau susah dibaca, nama Mario terbaca Maria. Maka, ketika baju selesai, lalu dibagikan, dan semua praja memakainya, dengan gagah Mario memakainya. Tapi saat itu, kawan-kawannya banyak yang tertawa setelah melihat Mario memakai pakaian 'PDH'. Mereka tertawa, karena pakaian Mario beda sendiri. Kantung bajunya mirip dengan PDH yang diperuntukkan bagi praja perempuan. 
 
"Dia kan tulis nama Mario. Kebacanya Maria. Jadilah dia dapat PDH perempuan dengan nama Maria Karundeng. Saya bilang, pakaian kau ini untuk perempuan. Kagetlah dia, lalu ia periksa namanya, benar saja nama yang tertera Maria Karundeng ha.ha.ha," kata Riswan sambil tergelak. Yang lain ikut tertawa. 
 
Namun memang si Mario Karundeng itu, kata Riswan, posturnya memang agak kecil. Maka, si pembuat baju mengira dia memang benar perempuan, terlebih nama yang terbaca adalah Maria. 
 
"Mungkin dipikirnya,  oh mungkin ini memang cewek," katanya. 
 
Ada lagi cerita lucu yang mirip-mirip. Kata Ridwan, saat itu ada praja bernama Lona Okawati. Orang pikir dia perempaun, karena namanya lebih cocok untuk perempuan. 
 
" Tapi setelah tahu, orangnya besarnya  Masya Alloh. Dia mah mirip kiper (penjaga gawang)," ujar Riswan. Riswan sendiri saat ini menjadi staf di Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Dia ke Kalimantan Utara untuk menemui Triyono Budi Sasongko, penjabat gubernur Kalimantan Utara yang juga Sekretaris Utama BNPP. 

Ikuti tulisan menarik Agus Supriyatna lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu