x

Nelayan menggunakan perahu melintas di Pantai Kayu Bura, Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, 10 Maret 2016. Pantai Kayu Bura sendiri berada di Teluk Tomini yang memiliki luas 59.500 kilometer persegi menjadi lokasi rest area bagi pengendara ke

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

RI Punya Instrumen Perlindungan Nelayan Terlengkap di Dunia

Indonesia telah menjadi pelopor dari negara-negara di dunia untuk mengoperasionalisasikan instrumen perlindungan nelayan ke dalam kebijakan domestiknya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ini merupakan rilis dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia -- Redaksi.

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) memberikan apresiasi kepada DPR RI dan Pemerintah setelah mengesahkan RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam menjadi Undang -Undang (UU) pada Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (15/03).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Indonesia telah menjadi pelopor dari negara-negara di dunia untuk mengoperasionalisasikan instrumen perlindungan nelayan ke dalam kebijakan domestiknya. UU ini sekaligus menjadi salah satu pilar penting mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia" ungkap Niko Amrullah, Wasekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNTI, Kamis, 17 MAret 2016.

Faktanya, lanjut Niko, upaya negara meningkatkan kesejahteraan nelayan kerap terhadang ketidakpastian hukum. Mulai dari jaminan perlindungan wilayah penangkapan ikan, perlindungan usaha, permodalan, hingga jaminan resiko jiwa, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan tradisional.

"UU Perlindungan Nelayan telah menjawab kebutuhan akan kepastian hukum bagi nelayan tradisional. Maka ke depan, tidak lagi ada menteri maupun kepala daerah yang abai terhadap prioritas kesejahteraan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam. Ketiganya tidak boleh lagi menjadi warga kelas 2" kata dia.

Niko menambahkan bahwa ada dua terobosan penting dalam UU tersebut. Pertama, istilah nelayan tradisional kini dicantumkan dalam ruang lingkup UU. Hal ini akan memberikan legitimasi bahwa tujuan akhir dari pengelolaan perikanan tidak sekedar ekonomi, lebih dari itu adalah untuk keberlanjutan kesejahteraan dan keberadaban bangsa.

Kedua, jaminan perlindungan sosial yang berupa asuransi perikanan dan asuransi pergaraman, termasuk kaitannya dengan mencegah importasi garam yang dalam prakteknya selama ini dilakukan oleh Kementerian Perdagangan tanpa meminta pertimbangan dari kementerian teknis.

"UU ini sekaligus menyebut definisi nelayan kecil yakni nelayan dengan bobot kapal hingga 10 GT, padahal di dalam UU Perikanan disebutkan bahwa yang termasuk nelayan kecil adalah nelayan yang menggunakan kapal berbobot dibawah 5 GT. Dengan demikian, proporsi nelayan kecil dapat bertambah menjadi 95,54 % atau sekitar 614.410 armada. Sehingga kontribusi nelayan kecil terhadap pemenuhan kebutuhan pangan domestik dipastikan juga meningkat," pungkas Niko.

Niko Amrullah

Wakil Sekjen DPP KNTI

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu