KNTI: Impor Ikan adalah Kejanggalan Sistematis

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kebijakan importasi ikan untuk menutup kekurangan bahan baku di tengah kenaikan produksi ikan secara nasional adalah kejanggalan sistematis.

Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai bahwa kebijakan importasi ikan untuk menutup kekurangan bahan baku industri pengolahan di tengah kenaikan produksi ikan secara nasional adalah kejanggalan sistematis. “Kebijakan ini menciderai nelayan kecil, yang menaruh harapan besarnya terhadap pemerintah. Terlebih, PDB perikanan yang meningkat[1] di tengah kelesuan ekonomi global, menunjukkan performa ekonomi perikanan yang baik, sungguh sangatlah janggal bila impor ikan menjadi pilihan” demikian disampaikan Niko Amrullah Wakil Sekjen Dewan Pengurus Pusat (DPP) KNTI di Jakarta, Kamis (09/06).

Jika merujuk data KKP (2014), produksi total perikanan tangkap di laut  menunjukkan tren peningkatan  dari 4.812.235 ton di tahun 2009 menjadi 5.779.990 ton di 2014 dengan kenaikan rata-rata sebesar 3,75 persen dan 1,28 persen pada setahun terakhir (2013-2014). Untuk jenis Ikan Tuna, terjadi peningkatan dari 163.965 ton (2009) menjadi 310.560 ton (2014). Sedangkan untuk Udang, meningkat dari 236.870 ton (2009) menjadi 255.410 ton (2014).

Selain itu, lanjut Niko, BPS merilis  angka deflasi di bulan April tahun 2016 mencapai 0,45 persen[2], dengan penyumbang deflasi diantaranya adalah kelompok bahan makanan termasuk ikan segar dan ikan olahan. “ Penurunan harga ikan ini karena stok yang berlebih “ kata dia.

Niko menambahkan bahwa kebijakan importasi ini kontra produktif dengan kebijakan yang ditempuh pemerintah sendiri dalam urusan kedaulatan di sektor hulu perikanan. Bahwa dibukanya investasi di sektor pengolahan perikanan, harus gayung bersambut dengan serapan produksi ikan dari nelayan domestik.

“Celakanya, peningkatan rata-rata Nilai Tukar Nelayan (NTN) pada 2 tahun terakhir (2014-2015) dianggap keberhasilan, padahal bila ditelaah bulan per bulan pada setiap tahunnya, menunjukkan pola yang sama. Jadi, peningkatan ini lebih disebakan karena faktor inflasi, bukan keberhasilan intervensi pemerintah”, ungkap Niko.

“Saat ini yang perlu dilakukan adalah menyerap hasil tangkapan ikan dari nelayan, khususnya nelayan kecil, sekaligus mengoptimalkan KUR dan dipastikan sampai kepada nelayan kecil, agar permasalahan modal bukan lagi menjadi hambatan utama. Kami menduga adanya permainan importir dengan oknum pemerintah yang berorientasi profit semata” pungkas Niko.

 

*) Artikel ini adalah rilis dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Bagikan Artikel Ini
img-content
Redaksi

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler