x

Iklan

Kamaruddin Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Maryam, Nelayan Tangguh dari Kampung Air Mata

Kisah tentang nelayan Maryam dan geliat kehidupan di Kampung Air Mata, Kota Kupang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PADA suatu hari, empat tahun lalu, perempuan ini hanyut dan terdampar di Pulau Sawu-Raijua, Nusa Tenggara Timur. Lantaran ingin tetap menjaga perahu, dia membiarkan dua rekan prianya menyelamatkan diri. “Biar bisa berkabar ke kampung. Biar nanti mereka cari saya,” katanya.

***

Nelayan identik dengan gambaran maskulinitas, tentang ketangguhan lelaki mengarungi lautan, menembus badai dan mendaratkan perahu di dermaga. Bagi sebagian besar orang, nelayan sejati adalah yang dibesarkan dari buih laut dan pusaran angin. Gambaran itu mungkin benar tetapi dari Kampung Mata Air ada pengecualian, nelayan yang ini adalah perempuan, yang dari rahimnya lahirnya anak kembar bernama Siti Nurhayati dan Siti Nurmala.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan menjadi nelayan itu pula, Maryam, nelayan tak biasa ini, dia berjuang menghidupi kedua anaknya dan menata harapan-harapannya. Maryam adalah warga Kampung Air Mata, Kota Kupang. Air Mata adalah kampung bersejarah di Kota Kupang sebab dari titik ini, Belanda mengasingkan pejuang asal Kerajaan Bangka Belitung dan Sultan Bima. Dari kampung ini pula Islam pertama kali masuk Pulau Timur. Di kampung yang dibelah oleh Sungai Air Mata ini, berdiri tegak masjid tertua di Nusa Tenggara Timur, di Pulau Timor, di tepian Kota Kupang.

Maryam, perempuan yang diceritakan itu, adalah nelayan pejuang yang tetap bertahan dengan profesi mulia itu. Tak risih meski perempuan. Empat tahun lalu, Maryam sempat dicemaskan oleh warga Air Mata sebab perahu yang ditumpanginya bersama 3 orang lelaki lainnya hanyut didera arus. Dia hanyut, berjuang di atas perahu yang mesinnya mati, dia terdampar di Pulau Sawu-Raijua. Titik yang tak terlihat dari Kampung Air Mata.

“Angin kencang waktu itu, antara Pulau Timor dan Pulau Sawu. Kami hanyut dan terdampar di Pantai Sumber,” ungkapnya saat ditemui di sempadan Sungai Air Mata, tempat dia menambatkan sampan dan perahu ukuran 2,5 groston, bantuan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui proyek pemberdayaan masyarakat pesisir atau biasa disebut CCDP-IFAD.

“Waktu itu memang musim timur, saya bersama Bapak Thomas, Anton dan Ama Waetura,” kata perempuan yang mengaku lahir dan besar di Pulau Rote ini. Suara serak. Orang tua tunggal si kembar Siti Nurhayati dan Siti Nurmala ini mengaku tak jera menjadi nelayan.

 “Selama ini belum pernah dapat bantuan sebelum dapat yang ini,” akunya sembari menunjuk perahu yang tertambat. Siang itu, dia baru saja pulang melaut, ikan seberat 20 kilogram yang dipukatnya telah dititip di pembeli ikan setempat.

***

Netty, perempuan yang tinggal di dekat rumah Maryam mengakui bahwa Maryam adalah tipe perempuan nelayan yang sangat rajin. “Saya lihat dia rajin sekali, dari pagi sampai sore sibuk terus di laut. Dengan itu dia bisa menghidupi dua orang anaknya,” kata Netty.

Sejak mendapat bantuan CCDP, Maryam kadang ke laut sendirian, ada sampan dan perahu berbobot sekitar 2,5 groston yang dihelanya saban hari.

“Mancing atau pasang pukatnya di sekitar Teluk Kupang saja,” katanya. Siang ini, (13/06/2016) dia menangkap ikan-ikan jenis gandola, dalam bahasa Kupang.  Bantuan yang diterima Maryam adalah sampan dan mesin katinting, ada pula bodi besar dengan mesin dalam. Harganya sekitar 27 juta dan dikelola atas nama kelompok nelayan Air Mata, ada 8 orang anggota lainnya.

Selain Maryam, bantuan untuk warga pesisir di Air Mata juga diterima oleh perempuan-perempuan yang bernaung di kelompok usaha produktif Tunas Baru yang diketuai oleh Farida Fao dan beranggotakan Kartini dan Desta.

Saat ditemui, Farida, Desta dan Kartini sedang menjajakan lauk pauk buatan kelompoknya di jalan raya Air Mata.  “Ada agar-agar, ada ikan goreng, ketan hitam, dan produk olahan perikanan lainnya,” terang Farida. Sejak menjajakan kuliner di suasana Ramadhan di Kota Kupang ini, Farida meraup untung perhari rerata Rp. 300ribu perhari.

“Paling tinggi 300ribu, kalau lagi sepi sekitar 200ribu,” kata istri Martins alias Tambarak Bafred ini. Farida dan beberapa perempuan di Air Mata telah melakoni profesi menjual kue-kue dan kuliner di Air Mata sejak lama, semacam pekerjaan turun-temurun.

Menurut Alex Libing, anggota unit kerja kelurahan CCDP-IFAD Kampung Air Mata, disebut Kampung Air Mata sebab kehidupan masyarakat di sini sudah lama dijerat kesulitan.

“Kelurahan Air Mata adalah salah satu kelurahan pesisir, dulu memang banyak orang susah yang datang, pendatang dari pulau-pulau sekitar sini,” kata Alex, 66 tahun, yang mengaku dari Alor dan masuk ke Kupang sejak tahun 1971 dengan susah payah.

Selain orang Rote, di Air Mata banyak ditemui pendatang dari Sawu, Alor, Timor. “Salah satu cirinya adalah perumahan sangat padat, rumah warga tidak teratur,” kata Alex yang dibenarkan oleh Farid Pelajam, warga Air Mata asal Atambua dan merupakan keturunan Arab Rote. Mereka ditemui saat mengikuti pertemuan dengan unit pengelola proyek CCDP di Kota Kupang, 13/06/2013.

Menurut Farid, sejarah Kampung Air Mata tidak begitu dia ketahui tetapi ada orang bernama Burhan Mustafa yang tinggal di Air Mata. Menurutnya, keturunan Arab di Air Mata umumnya dari marga Bafred, Penajam, Bahren dan Djawas.

Tentang Maryam, Farid yang mengaku masih punya hubungan keluarga dengannya, Maryam memang perkasa.  “Itu mesin perahu merek Yamaha dia bisa panggul sendirian, dia memang perempuan perkasa,” kata Farid yang mengaku ketua RT 07, di Air Mata. Farid juga bersepupu dengan suami Farida Fao yang disebutkan sebelumnya.

Tentang proyek pembangunan pesisir di Kampung Air Mata, Farid mengatakan bahwa setelah sebelumnya membangun pondok informasi nelayan dan membantu kaum nelayan dan ibu-ibu seperti Maryam dan Farida, CCDP-IFAD Kota Kupang akan membantu warga Kelurahan Air Mata membenahi jalan setapak serta membangun tanggul penahan gempuran ombak.

“Biar kampung lebih teratur dan rapi,” kata Farid Pelajam.

 

Tebet, 24/06/2016.

Ikuti tulisan menarik Kamaruddin Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu