x

Iklan

jayeng azhari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Indonesia di Hadapan Zaman yang Pelik

Indonesia seolah-olah hanya berputar-putar saja atau ribut di persoalan-persoalan yang sama. Padahal tujuan kita bernegara kan satu, rakyat sejahtera.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo melakukan diskusi kebangsaan dengan sejumlah pakar Indonesia bertajuk “Review Kondisi Ekonomi dan Politik Indonesia Saat Ini”, pada 23 Juni lalu.

Diskusi yang diselenggarakan di gedung MNC itu menghadirkan para akademisi perguruan tinggi kenamaan seperti seperti Firmanzah (Rektor Universitas Maradina), FX Sugiyanto (Guru Besar FE Universitas Diponegoro), Andi Ali Said Akbar (Dosen Fisip Universitas Jenderal Soedirman), Alfan Alfian (Dosen Fisip Universitas Nasional), dan Taufan Damanik (Dosen Fisip Universitas Sumatera Utara).

Melalui acara yang dipandu pengamat politik Akar Rumput Strategic Consulting, Dimas Oky Nugroho itu, HT (sapaan akrab Hary Tanoesoedibjo) berusaha mendengar suara dan masukan dari berbagai analis politik dan ekonomi sebagai pedoman atau pegangan untuk membangun bangsa agar menjadi lebih baik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Indonesia hari ini memang sedang dihadapkan pada persoalan yang pelik di bidang ekonomi maupun politik. Di bidang ekonomi misalnya, meski tergabung dalam kelompok 20 ekonomi utama dunia (G-20), Indonesia nyatanya masih belum mampu mengangkat kesejahteraan rakyatnya.

Dengan Pendapatan Domestik Bruto sekitar USD 900 miliar atau tiga kali lebih besar dari Singapura yang hanya memiliki PDB USD 300 miliar, Indonesia masih kalah dengan negara kecil itu. Bila dibagi dengan rasio jumlah penduduk, maka pendapatan per kapita Indonesia hanya USD 3.500, sementara Singapura unggul dengan pendapatan per kapita mencapai USD 50.000.

“Dari sisi kesejahteraan, Singapura 16 kali lipat dari Indonesia. Bahkan pendapatan per kapita Indonesia sendiri belum mencapai angka ideal yang ditentukan yakni USD 12.000. ini yang harus menjadi perjuangan kita bersama. Mempersempit kesenjangan sosial, meningkatkan kesejahteraan khususnya masyarakat yang belum mapan,” kata HT.

Senada dengan hal itu, menurut Guru Besar Fakultas Ekonomi FX Sugiyanto kemiskinan sudah mulai menampakkan wajahnya di wilayah Indonesia timur seperti di Papua. Padahal Papua memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah ruah. Semua itu terjadi karena salah urus.

Fokus pemerintah yang menekankan pada pembangunan infrastruktur dan menghilangkan program pengentasan kemiskinan disinyalir menjadi salah satu penyebabnya. Menurut Rektor Universitas Paramadina Firmanzah pemerintah perlu memprioritaskan program pengentasan kemiskinan, pendidikan dan kesehatan ketimbang pembangunan infrastruktur. Ini untuk mengantisipasi melebarnya kesenjangan sosial akibat melambatnya pertumbuhan ekonomi yang pada 10 Juni baru mencapai 27 persen.

Masalah yang dihadapi Indonesia nyatanya tidak melulu soal ekonomi.  Dari segi politik, Indonesia juga harus berhadapan dengan alam politik nasional yang semakin bising dan kadang memicu tindakan kontra-produktif.  Fenomena ini mencuat sejak munculnya figur pemimpin seperti Jokowi yang mampu menduduki kursi presiden.

Populisme politik yang diusung Jokowi, menurut Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Nasional Alfan Alfian, tidak hanya ada di Indonesia, di Eropa dan Inggris pun hal ini terjadi. Ciri populisme yang sekarang berkembang di Indonesia adalah yang menang merangkul semua golongan. Namun demikian beberapa kekuatan politik seperti Parpol, Civil Society, Militer, Polisi, Media, dan Pengusaha tetap memiliki pengaruh masing-masing, sehingga kadang terjadi gesekan-gesekan yang membuat panas suhu politik nasional.

Menurut HT hal itu kontra-produktif  karena kita hanya berkutat pada persoalan yang sama. “Kita, Indonesia seolah-olah hanya berputar-putar saja atau ribut di persoalan-persoalan yang sama. Padahal tujuan kita bernegara kan satu, kita ingin rakyat sejahtera, jika rakyatnya belum sejahtera, bagaimana Indonesia bisa maju,” ujar HT.

Pemimpin politik kelahiran Surabaya, 50 tahun silam itu menyatakan alasannya terjun ke dunia politik karena didorong rasa penasaran terhadap kondisi Indonesia yang tak kunjung membaik dan maju, meski Indonesia dianugerahi dengan segudang kekayaan alam dan sumber daya manusia melimpah.

Dengan segudang pengalaman di bidang ekonomi dan profil panjang di kancah politik nasional, HT tentu berpotensi menjadi penantang serius di pesta demokrasi pemilihan umum 2019. Hal ini dinyatakan oleh Taufan Damanik. Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara itu optimis terhadap potensi kepemimpinan HT.

“Saya kira beliau mempunyai profil menarik. Dia mempunyai pengalaman panjang di bidang ekonomi. Tapi sebetulnya juga punya cukup pengalaman di bidang politik. Dari segi pengalaman, termasuk pengalaman internasional saya rasa cukup mumpuni untuk bisa menjadi tokoh nasional yang berkontestasi di Pemilihan Umum 2019,” ujar Taufan.

Apalagi HT bersama mesin politiknya: Partai Perindo menunjukkan komitmen besar terhadap kesejahtaraan rakyat kecil. Salah satunya melalui Program UMKM Binaan Partai Perindo yang sudah berjalan satu tahun lebih.

“Program ini saya rasa bagus karena itu bisa sejalan dengan alternatif solusi bagaimana mengurangi kesenjangan antara masyarakat menengah atas dan menengah bawah. Dengan bantuan tidak hanya sekadar charity,melainkan juga melalui pendampingan dan pemberdayaan yang saya rasa justru itu lebih dibutuhkan masyarakat kita,” ujar Firmanzah.

HT sendiri berharap dengan membangun masyarakat yang belum mapan menjadi produktif, maka alternatif penggerak ekonomi akan bertambah banyak. Artinya, potensi pemasukan dari sektor pajak juga semakin besar. “Pada akhirnya akan terefleksi pada pembayar pajak menjadi dua juta, tiga juta, lima juta atau 20 juta orang,” katanya.

Diakui HT, kondisi ekonomi Indonesia saat ini hanya ditopang oleh sebagian kecil kelompok orang. “Dari sekitar 250 juta penduduk, hanya sekitar satu juta lebih penduduk yang membayar pajak”. Hal ini tentunya menjadi pekerjaan seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama membangun Indonesia yang lebih adil dan baik.

Ikuti tulisan menarik jayeng azhari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu