4 Penyalahgunaan Kewenangan Ahok dalam Reklamasi

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada 4 bentuk penyalahgunaan kewenangan yang mengemuka di dalam persidangan kasus dugaan suap reklamasi

Dalam lanjutan persidangan kasus suap reklamasi di Teluk Jakarta dengan tersangka Muhammad Sanusi (Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta), Ariesman Widjaja (Presiden Direktur Agung Podomoro Land), dan Trinanda Prihantoro (Personal Assistant di PT Agung Podomoro Land), Gubernur DKI Jakarta telah memberikan kesaksiannya.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Juli 2016) mencatat, ada 4 bentuk penyalahgunaan kewenangan yang mengemuka di dalam persidangan kasus dugaan suap reklamasi dengan terdakwa Ariesman Widjaja di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada tanggal 25 Juli 2016.

Tabel 1. Kesaksian Gubernur DKI Jakarta dan Catatan KIARA

NO Kesaksian Gubernur DKI Jakarta Catatan Kiara
1 Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil merupakan kewenangan dan tanggung jawab Gubernur DKI Jakarta berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dinyatakan tidak berlaku dengan terbitnya Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan JABODETABEKPUNJUR. Dengan pencabutan ini, maka kewenangan dan tanggung jawab Gubernur DKI Jakarta gugur.
2 Gubernur DKI Jakarta merasa masih memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk menjalankan reklamasi Pantai Utara Jakarta
  • Pertama, Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Kawasan JABODETABEKPUNJUR ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional.
  • Kedua, Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, hanya Menteri Kelautan dan Perikanan yang berwenang menerbitkan Izin Lokasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi di Kawasan Strategis Nasional Tertentu dan perairan pesisir di dalam Kawasan Strategis Nasional (Pasal 5).
3 Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan 4 Izin Pelaksanaan Reklamasi sebagai berikut:
  • Pemberian Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra tertanggal 23 Desember 2014
  • Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo tertanggal 22 Oktober 2015;
  • Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2269 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Ekapaksi tertanggal 22 Oktober 2015; dan
  • Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk, tertanggal 17 November 2015.
  • Pertama, kewenangan pemberian Izin Lokasi dan Izin Pelaksanaan Reklamasi merupakan kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan, bukan Gubernur DKI Jakarta sesuai: (a) Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional; (b) Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2008 tentang Kawasan JABODETABEKPUNJUR ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional; dan (c) Peraturan Menteri No. 17 Tahun 2013 tentang Perizinan Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • Kedua, Gubernur DKI Jakarta berkewajiban untuk menyelesaikan Rancangan Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Rencana Tata Ruang (RTR) Kawasan Strategis Pantai di Jakarta Utara. Hal ini diatur di dalam UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
  • Pasal 17

    (1) Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

    (2) Pemberian Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan kelestarian Ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil, Masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.

4 Gubernur DKI Jakarta merasa benar dan melakukan diskresi berkenaan dengan tambahan kontribusi sebesar 15 persen
  • UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 34 ayat (1) menyebutkan, "Reklamasi di wilayah pesisir hanya boleh dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya".
  • Bertolak dari ketentuan perundang-undangan di atas, nyata bahwa: (1) Gubernur DKI Jakarta mengabaikan keberadaan 56.309 rumah tangga nelayan, termasuk di Jawa Barat dan Banten; (2) pengelolaan wilayah pesisir harus ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat seluruhnya, bukan pengembang properti; dan (3) perspektif dagang yang dipergunakan oleh Gubernur DKI Jakarta dalam pengelolaan wilayah pesisir bertentangan dengan Putusan No. 3 Tahun 2010 tentang Uji Materi Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Juli 2016), dicuplik dari Persidangan Kasus Dugaan Suap Reklamasi dengan Terdakwa Airesman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta (25 Juli 2016)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

Susan Herawati, Deputi Pengelolaan Program dan Evaluasi KIARA

Parid Ridwanudin, Deputi Pengelolaan Pengetahuan KIARA

Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA

Sekretariat Nasional Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

The People's Coalition for Fisheries Justice Indonesia

Bagikan Artikel Ini
img-content
Kiara Indonesia

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler