x

Iklan

Heri Andreas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Empat Perbandingan Reklamasi Pantai Jakarta dan Benoa Bali

Rencana reklamasi di Pantai Jakarta dan di Teluk Benoa Bali memiliki urgensi dan tingkat resiko yang berbeda, namun sama-sama diwarnai Pro dan kontra

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Reklamasi Pantai Jakarta dan Benoa Bali tidak identik

Pro dan kontra sama-sama mewarnai program reklamasi di Pantai Jakarta dan Benoa Bali.  Genderang penolakan terhadap reklamasi di kedua tempat sama-sama panas, pun demikian argumen-argumen yang dikeluarkan oleh pihak pro reklamasi di kedua tempat juga tidak kalah hangatnya, banyak melibatkan sisi-sisi sains dan teknologi yang sebetulnya sangat edukatif dan menarik untuk disimak.  Banyak orang yang kemudian berusaha membanding-bandingkan reklamasi di Pantai Jakarta dengan di Teluk Benoa Bali.  Yang paling hot topic tentunya ketika membicarakan mana yang lebih bermasalah, ketimbang mana yang lebih bermanfaat.  Apabila kita kaji secara mendalam dapat dilihat kira-kira ada empat perbandingan menarik dari reklamasi yang diprogramkan di dua tempat ini, yaitu dilihat dari aspek dimensialnya, kondisi lingkungan, dampak reklamasi, dan urgensi reklamasi.

Dimensi dari Teluk di Pantai Jakarta kira-kira kasarannya seluas 10 kilometer kali 30 kilometer, sementara Teluk Benoa kira-kira kasarannya luasannya 3,5 kilometer kali 6 kilometer.  Tujuh belas pulau rencananya akan dibangun di sekitar Teluk Jakarta, sementara di Benoa didesain untuk membentuk satu kawasan pulau.  Reklamasi di Pantai Jakarta akan menyangkut keberadaan 9-12 juta jiwa penduduk yang tinggal di luasan 662 kilometer persegi, sebagiannya tinggal di pesisir Pantai, sementara reklamasi di Teluk Benoa akan menyangkut keberadaan 1 juta jiwa penduduk yang tinggal diluasan sekitar 130 kilometer persegi, sebagiannya juga tinggal di pesisir Pantai. Jelas tampak secara dimensional apa yang ada Jakarta angkanya lebih besar.  Ini artinya apabila dikaitkan dengan program reklamasi, maka reklamasi Pantai Jakarta tentunya akan lebih “wah” lebih komplek apabila dibandingkan dengan Benoa Bali, meskipun kalau kita bicara dampak resiko, belum tentu berkorelasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Reklamasi di Pantai Jakarta akan di bangun di perairan dengan tingkat pencemaran yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Benoa Bali.  Menurut catatan beberapa penelitian menunjukkan parameter pencemaran seperti BOD, COD, Ph, kadar logam, dan lain-lain di Pantai Jakarta dibandingkan dengan Benoa Bali rata-rata nilainya lebih tinggi.  Bahkan, di Jakarta dapat disimpulkan bahwa reklamasi akan dibangun di lingkungan perairan yang telah rusak, sehingga isu yang mengkaitkan reklamasi akan merusak lingkungan faktanya menjadi kurang relevan.  Sebagai informasi bahwa tujuh belas pulau buatan di Pantai Jakarta akan dibangun di sekitar 500 meter setelah bibir pantai, hingga radius 1-2 kilometer dari bibir pantai, yang mana lokasi ini berada di zona D dalam zonasi pencemaran teluk Jakarta, yaitu zona pencemaran berat.  Lain halnya dengan Benoa Bali, isu lingkungan perairan masih jauh lebih relevan apabila dikaitkan dengan rencana reklamasi.

Pesisir Pantai Jakarta mengalami penurunan tanah atau land subsidence dengan laju rata-rata pertahunnya cukup mengkawatirkan yaitu dapat mencapai 15-20 sentimeter per tahun.  Di prediksikan di tahun 2025 Jakarta akan kehilangan luas sebesar 13225 hektar,  sementara di tahun 2050 akan kehilangan luas sebesar 21019 hektar. Sinergi reklamasi dan tanggul laut menjadi pilihan adaptasi dari potensi tenggelam ini.   Kalau di sekitar Benoa atau Denpasar Bali, hampir tidak ada catatan penurunan tanah terjadi di kawasan ini, sehingga tidak ada urusan dengan potensi ancaman tenggelamnya wilayah pesisirnya.  Efek dari sea level rise akibat global warming juga tidak signifikan mengancam teluk Benoa.  Yang paling menarik untuk Teluk Benoa sebenarnya adalah laju sedimentasi yang dinilai tinggi.  Apabila dibandingkan dengan Pantai Jakarta, laju sedimentasi jauh lebih tinggi di Benoa.  Ada yang memprediksikan bahwa tanpa reklamasi pun pulau dapat muncul dengan sendirinya di kawasan tersebut.  Catatan menarik dapat dilihat dari beberapa peneliti yang mendukung reklamasi, yang mengkaitkan masalah sedimentasi ini dengan ide reklamasi, sehingga membahasakan reklamasi ini menjadi revitalisasi Teluk Benoa.

Dampak resiko dari reklamasi dicoba dimodelkan, salah satunya dikaitkan dengan permasalahan banjir.  Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari UNPAD, yaitu Mega Amelia dan kawan-kawan, menunjukkan reklamasi di sekitar teluk Benoa Bali akan meningkatkan resiko banjir. Penelitian menggunakan Finite Volume Coastal Ocean Model (FVCOM) menampilkan permodelan Teluk Benoa pada saat menerima limpahan maksimum air sungai dan runoff DAS Tukad Badung selama kondisi air pasang (empat jam), dikaitkan dengan simulasi reklamasi yang dilakukan seluas 15% hingga 80% mencakup wilayah sekitar DAS Tukad Badung.  Hasil menunjukkan reklamasi Teluk Benoa dapat menyebabkan berkurangnya reservoir dari DAS Tukad Badung. Dengan rata-rata curah hujan DAS Tukad Badung mencapai 65 mm (empat jam) dengan runoff 3.628.459 m3 dapat diperkirakan kawasan Bali Selatan akan mengalami bencana banjir dan ditambah adanya wabah penyakit karena limpahan air yang meluap dalam kondisi tercemar di kota Denpasar.  Sementara itu hasil beberapa penelitian ITB dan Deltares belum menemukan dampak reklamasi terhadap banjir Jakarta.  Bahkan seperti disebutkan di atas bahwa reklamasi yang disinergikan dengan tanggul laut saat ini malah jadi pilihan tanpa pilihan untuk mencegah banjir Jakarta (no regret measure).  Program ini bahkan sedang digodok oleh NCICD (National Capital Integrated Coastal Development).

Apabila kita melihat dari kebutuhan lahan di DKI Jakarta 5,10, hingga 20 tahun kedepan, yang dikaitkan dengan pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan lahan, dan potensi tenggelamnya pesisir Pantai Jakarta, serta upaya penyelamatan pantai, maka urgensi reklamasi di Pantai Jakarta dapat disimpulkan lebih tinggi apabila dibandingkan dengan Benoa Bali.  Mungkin saja untuk Benoa Bali belum urgent sama sekali.  Tentunya masih terdapat perbandingan-perbandingan lainnya terkait dengan  rencana reklamasi Pantai di Jakarta dan di Teluk Benoa Bali, yang mungkin akan lebih memberikan pencerahan bagi urgensi dan atau potensi dampak resiko-nya.  Misalnya kita bisa melihat perbandingan taraf penghidupan ekonomi dan sosial Nelayan serta Masyarakat pesisir lainnya yang ada di kedua tempat berbeda ini.  Tentunya masalah ekonomi sosial akan memberikan input tersendiri bagi urgensi atau pun malah sebaliknya bagi sisi potensi dampak yang cenderung negatif.

Seyogyanya kita tidak terjebak kedalam perbandingan-perbandingan yang malah tidak efektif, seperti memperbandingkan masalah hukum, namun dengan masing-masing interpretasi sendiri-sendiri, atau fokus terhadap masalah-masalah negatif reklamasi, atau yang paling tidak efektif kalau membawa masalah reklamasi ini ke ranah politik, dan atau adu kekuasaan.  Terlepas dari hal-hal ini, kita harus melihat catatan kajian para ahli di dunia, yang menuliskan tidak ada satu pun yang bisa menyatakan reklamasi itu adalah hal yang negatif, sepanjang hal tersebut diperlukan.  Engineering dan teknologi dapat meminimalisir dampak negatif reklamasi.  Maka dengan ini mudah-mudahan kita dapat menyimpulkan sendiri seperti apa reklamasi yang akan dilakukan di Pantai Jakarta atau Benoa Bali.

Heri Andreas, Pengajar dan Peneliti Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Ikuti tulisan menarik Heri Andreas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu