x

Iklan

Heri Andreas

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Spasial Forensik Bencana Banjir Bandang Garut

Secara sederhana spasial forensik dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan akusisi dan analisa data-data geospasial setelah bencana

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Belum lama ini tepatnya pada tanggal 20 September 2016 banjir bandang melanda sebagian wilayah Garut. Luapan sungai Cimanuk memporak-porandakan pemukiman serta lahan sekitar bantaran sungai hingga menimbulkan korban jiwa. Tercatat menurut Badan SAR Nasional 34 orang meninggal dunia dan 19 orang dinyatakan hilang akibat bencana ini. Pencarian korban dilakukan hingga area waduk Jatigede. Banjir bandang ini terjadi di tengah malam ketika hampir sebagian besar orang sedang tertidur lelap. Situasi ini ditenggarai menjadi penyebab banyaknya korban jiwa, selain luapan air yang begitu dahsyatnya serta cepatnya datang menyapu seluruh bantaran sungai dimana sebagian sarat dengan pemukiman penduduk. Ini adalah bencana yang sangat memprihatinkan. Taksiran kerugian materi mencapai ratusan miliar rupiah.

Beberapa hal penting yang pasti dan seyogyanya dilakukan pasca bencana banjir bandang diantaranya tanggap darurat bencana, disaster recovery, pemetaan dampak bencana, rehabilitasi dan relokasi, penelaahan penyebab bencana untuk upaya evaluasi dan mitigasi bencana, rencana monitoring pengurangan resiko bencana, dan lain-lainnya. Spasial forensik dapat turut membantu upaya-upaya pasca bencana tersebut. Secara sederhana spasial forensik dapat diterjemahkan ke dalam kegiatan akusisi dan analisa data-data geospasial setelah bencana dalam membantu upaya-upaya seperti pemetaan dampak bencana, penyiapan relokasi, analisa faktor penyebab serta rekonstruksi bencana, desain model tata ruang pasca bencana dan lain-lain.  Teknologi geospasial yang menyertai diantaranya berupa UAV mapping, GNSS Surveys, LiDAR, TLS, Remote Sensing dan terrestrial survey.

Dengan melakukan UAV mapping sekitar lokasi bencana kita dapat memetakan secara spasial sejauh mana dampak bencana terjadi, seperti apa intensitas kerusakan akibat bencana terjadi, se-detail apa objek terdampak bencana terjadi, dan lain-lain. Dari situ kita dapat memperoleh masukan seperti apa bentuk rehabilitasi atau relokasi pasca bencana nantinya. Hasil pemetaan UAV ini juga dapat digunakan dalam menghitung kerugian materi akibat bencana.  Berapa total rumah yang rusak, seperti apa tingkat kerusakannya dapat diperoleh secara jelas. Survei TLS (Terrestrial Laser Scanner) bahkan dapat memberikan informasi spasial 3D dimensi kerusakan lingkungan dengan lebih detail dan akurat lagi. Jelas disini terlihat fungsi spasial forensik dan kemanfaatannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan UAV dikombinasikan teknologi GNSS (Global Navigation Satellite System) dan atau LiDAR kita dapat memperoleh Digital Elevation Model (DEM) akurasi tinggi yang diperlukan dalam memahami geometri sungai, serta DAS (Daerah Aliran Sungai) sebagai wadah penampung air hujan penyebab banjir. Dari data ini kita dapat melakukan analisis penyebab serta rekontruksi terjadinya bencana, juga dalam hal mitigasi ke depannya, serta evaluasi penataan ruang pasca bencana. Air yang ditumpahkan dari hujan idealnya harus tertampung oleh geometri sungai apabila tidak ingin terjadi banjir. Faktanya geometri sungai Cimanuk tidaklah dapat menampung tumpahan air tersebut. Laju sedimentasi yang tinggi akibat alih fungsi hutan di hulu sungai serta DAS Cimanuk bahkan telah pula mengurangi daya tampung sungai. Menurut penelitian Adi, 2012 total sedimentasi pertahun di sekitaran daerah DAS Cimanuk segmen Ciroyom-Cikamiri diprediksi mencapai 850 ribu Ton.

Analisis time series citra Remote Sensing memungkinkan kita melihat bagaimana alih fungsi lahan terjadi dari waktu ke waktu. Alih fungsi lahan hutan (penggundulan hutan) di hulu sungai merupakan salah satu faktor yang menyebabkan air hujan tidak tertahankan lajunya menuju hilir sungai hingga kemudian meluap menjadikannya bencana banjir. Air hujan yang tumpah itu seharusnya dapat terserap (ter-infiltrasi) secara baik mulai dari daerah hulu, penyangga hingga DAS yang terkonservasi dengan baik. Namun nyatanya DAS Cimanuk segmen Ciroyom-Cikamiri, tidaklah demikian karena rusaknya DAS telah mengurangi daya serap disana. Apa yang terjadi air lebih banyak mengalir akibat koefisien run off nya tinggi ditambah gradient morfologi DAS-nya yang tergolong curam. Alhasil air bah dengan kecepatan cukup tinggi datang menerjang seluruh bantaran sungai Cimanuk. Celakanya banyak orang tinggal disekitar bantaran sungai, maka dari itu bencana tidak dapat dihindarkan.

Gabungan tim Ikatan Alumni (IA) Geodesi ITB dan Prodi Geodesi dan Geomatika Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB melaksanakan kegiatan spasial forensik pasca bencana banjir Bandang Garut. Tim gabungan melakukan survei UAV, GNSS, TLS, dan juga survei identifikasi tanda genangan banjir. Tim gabungan dalam kegiatannya berkoordinasi diantaranya dengan Pemerintah Daerah, Badan Pertanahan Nasional, dan beberapa profesional terkait. Kegiatan ini diharapkan dapat memetakan secara spasial sejauh mana dampak bencana terjadi, seperti apa intensitas kerusakan akibat bencana terjadi, se-detail apa objek terdampak bencana terjadi. Selain itu diharapkan dapat dihasilkan pula Digital Elevation Model (DEM) akurasi tinggi yang diperlukan dalam memahami geometri sungai, serta DAS (Daerah Aliran Sungai) sebagai wadah penampung air hujan penyebab banjir. Analisis time series citra Remote Sensing juga dilakukan untuk melihat bagaimana alih fungsi lahan terjadi dari waktu ke waktu. Alih fungsi lahan hutan (penggundulan hutan) di hulu sungai seperti telah disebutkan di atas merupakan salah satu faktor penting penyebab terjadinya bencana banjir.

Capaian akhir dari kegiatan ini selain dihasilkannya beberapa produk seperti disampaikan di atas, juga akan dibuat suatu model prototype komprehensif bagaimana konsep tata ruang yang baik dengan kekuatan data-data geospasial di dalamnya, dikaitkan dengan pengurangan resiko bencana, khususnya terkait bencana banjir.  Seperti kita ketahui bahwa Indonesia itu begitu luasnya, dan begitu banyaknya sungai-sungai serta sistem DAS-nya, dan juga tempat-tempat orang bermukim, yang potensial terkena bencana banjir. Apabila kita sudah mempunyai konsep yang baik dan bahkan mengimplementasikannya maka harapannya bencana banjir bandang seperti yang terjadi di Garut yang menelan korban jiwa dan materi yang tidak sedikit, dapat dihindari semaksimal mungkin di seluruh wilayah Indonesia tercinta ini. Dengan keseriusan kita pasti bisa.

Selalu ada hikmah di balik bencana. Mudah-mudahan dengan kejadian bencana bencana di Garut memberikan pelajaran sekaligus perhatian yang lebih dari Pemerintah dan juga semua pihak yang peduli akan mitigasi bencana. Spasial forensik memberikan nilai tersendiri bagi pembelajaran bencana. Kalau boleh jujur, sebenarnya kita belum punya informasi geospasial yang baik mengenai kebencanaan banjir, seperti geometri sungai-sungai yang ada di Negara kita ini, serta data dan informasi geospasial lainnya. Kita kalah dengan Negara Filipina dimana seluruh sungai beserta DAS nya telah disapu dengan teknologi LiDAR, UAV, dan GNSS sehingga didapatkan Digital Elevation Model (DEM) yang akurat. Belum lagi ketika berbicara hal penting lainnya seperti Early Warning System banjir, dapat dikatakan kita belum punyai sistem ini secara nasional. Sebetulnya dengan memasang AWLR (Automatic Water Level Recorder) yang terhubung secara telemetri dengan aplikasi SIG (Sistem Informasi Geografis), maka banjir lebih mudah untuk diprediksi, sehingga memungkinkan untuk pengurangan resiko bencana. Yah mudah-mudahan Pemerintah lebih melek.

 

Heri Andreas, Pengajar dan Peneliti Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

Institut Teknologi Bandung

Ikuti tulisan menarik Heri Andreas lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

23 jam lalu