x

Kelebihan Penghuni, Pengawasan Lapas di DKI Lemah

Iklan

margaretha diana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Penjara di Tangan Swasta?

Ada wacana, kelak pengelolaan penjara akan diserahkan pada pihak swasta.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

“Mindset kita melihat mereka (tahanan) harus diubah, sifat politik kita harus berbeda. Mereka sudah menjalani hukuman, harus ada perbaikan undang-undang, harus ada perubahan paradigma kita bahwa hukum pidana itu ultimum remedium.”

Entah apa yang menjadi dasar ucapan Menkumham Yasonna Laoly saat mengucapkan pernyataan itu, beberapa waktu lalu saat mengunjungi Rutan Sialang Bungkuk di kota Riau. Seperti kita tahu, telah terjadi pelarian terbesar sepanjang sejarah Yasonna Laoly menjabat jadi Menkumham. Sejumlah lebih dari 400 napi kabur dari rutan kelas II di Riau tersebut, dan baru sekitar 200an napi yang berhasil ditangkap kembali, ataupun menyerahkan diri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut beberapa informasi, pelarian dan pemberontakan para napi sendiri tak lepas dari kesalnya mereka menghadapi pungli yang terjadi di dalam lapas. Sungguh amat miris, saat presiden mencanangkan gerakan tanpa pungli, plus adanya sanksi apabila tertangkap tangan sedang melakukan pungli, justru praktek pungli mewabah hingga ke rutan dan lapas.

Rutan Sialang Bungkuk sendiri, memang keadaannya memprihatinkan, tidak hanya problem pungli yang dihadapi, tapi juga problem over capacity yang tak tanggung-tanggung, hampir 500%. Problem klasik yang juga sebenarnya dihadapi banyak rutaan juga lapas. Bukan hanya Rutan Sialang Bungkuk yang seharusnya berkapasitas 369 orang, dan kemudian ‘terpaksa’ diisi oleh 1.800 orang, tapi meenurut data Kemenkumham, tahun lalu saja, Kaltim dan Kaltara sudah mengajukan permohonan atas pembangunan lapas dan rutan tambahan, mengingat seluruh rutan dan lapas yang ada disana, hanya berdaya tampung sekitar 3.021 narapidana, dan dihuni oleh sekitar 9.795 narapidana, miris bukan?

Dan ditengah sengkarutnya rutan dan lapas yang over capacity ini, pemerintah justru memangkas anggaran bagi kemenkumham. Jika di tahun 2016, APBN untuk kemenkumham adalah 11,3 trilliun, maka tahun ini, kemenkumham hanya menerima APBN sebanyak 9,3 trilliun. Dan dari APBN tahun ini, ditengah gencarnya program pemerintah sibuk membangun infrastruktur, entah ada berapa persen dana yang bakal diserap untuk pembangunan rutan atau lapas baru. Karena, menurut KUHP, seharusnya, seetiap kota kabupaten setidaknya memiliki satu unit lapas atau rutan, atau dengan kata lain, setidaknya ada lebih dari 1000 unit lapas dan rutan yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun pada kenyataannya, hanya ada 489 unit lapas juga rutan di negara ini.

Yang mengejutkan adalah pernyataan Yasonna Laoly yang mengatakan bahwa ada wacana, kelak pengelolaan penjara akan diserahkan pada pihak swasta. Hal ini, menurut Yasonna Laoly, akan dibicarakan dengan kementrian lain yang terkait. Sebuah pernyataan yang agak janggal sebenarnya, mengingat penjara bukanlah sesuatu yang bisa untuk main-main. Belum lagi masih banyaknya cerita miring tentang penjara.

Seperti kita tahu, tidak sedikit “cerita” miring tentang penjara saat ini. Terutama jika kita berbicara tentang minusnya ‘mental’ para penjaganya. Mungkin banyak yang masih ingat, salah satu napi yang fenomenal, Gayus Tambunan, bisa berada di Bali, menikmati turnamen tenis tingkat dunia, padahal seharusnya dia masih berada di dalam penjara. Belum lagi kasus, penjara ‘ala hotel mewah’ narapidana kasus suap Arthalita Suryani. Kemudian kasus gembong narkoba yang ternyata masih bisa menjalankan bisnisnya dari dalam penjara, yang juga sempat membuat pengakuan bahwa, jaringan peredaran narkoba miliknya justru lebih aman setelah dia menjalankan bisnis tersebut dari dalam penjara. Dan itu baru sedikit cerita dari dalam penjara, dimana para penjaganya, sipir serta semua komponen yang bertanggung jawab di situ, juga bertanggung jawab langsung terhadap negara, disumpah untuk setia pada negara, dan itu-pun, masih banyak yang melanggar sumpah, juga melupakan tanggung jawabnya. Lalu, bagaimana kabarnya jika nanti di kemudian hari, penjaara dikelola oleh pihak swasta?

Bukankah kita semua tahu, yang namanya bisnis, harus selalu bisa menguntungkan? Dan kita bicara bisnis penjara yang dikelola oleh swasta, yakin mereka bakal “lurus” saja, mematuhi aturan hukum, bukannya mencoba bernegosiasi dengan para napi?

Satu contoh kasus saja, untuk kasus Gayus Tambunan, kasus ini mengandung tiga pokok masalah sekaligus, yaitu penyimpangan perpajakan (mafia pajak), penyimpangan peradilan dan proses peradilan ( mafia hukum dan mafia peradilan), penyimpangan keimigrasian (mafia imigrasi). Bisa dibayangkan, berapa banyak mafia yang mengintervensi hokum yang ada di negara ini? Lalu, jika kemudian penjara dikelola oleh pihak swasta, apa malah tidak seperti memupuk para mafia itu untuk bisa berkembang biak?

Kita bicara tentang hukum, system peradilan kita yang penuh masalah, penuh sengkarut, walau pada kenyataannya, para pengampu hukum adalah para pejabat pemerintah, yang disumpah jabatan untuk selalu setia dan mendukung pemerintah, toh kenyataannya banyak yang ‘ mbalelo’ seenak sendiri memanfaatkan jabatannya.

“ Some Asian politicians focus on the regular, efficient application of law but do not stress the necessity of government subordination to it. In their view, the law exist not to limit the state but to serve its power.”

Menurut Thomas Carothes, penerapan rule of law di kawasan Asia, seperti halnya di Indonesia, adalah rerata seperti itu. Hukum dipakai untuk melayani kekuasaan negara atau pemerintah, bukan membatasi kekuasaan pemerintah. Akibatnya, hak-hak dasar rakyat, seperti hak kesetaraan di hadapan hukum, hak social, hak pendidikan, hak berusaha, hak berkeluarga, dan HAM beresiko diabaikan.

Sama halnya kelak jika memang wacana penjara dikelola pihak swasta direalisasikan. Akan lebih banyak lagi cerita tentang hukum yang tajam kebawah sertaa tumpul keatas. Karena seperti kita tahu, pada akhirnya, kesetaraan hak di hadapan hukum hanya akan menjadi cerita usang, saat uang ikut berbicara.

Ikuti tulisan menarik margaretha diana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu