Cover Majalah Tempo edisi 16-22 September 2019 memancing reaksi pendukung Presiden Joko Widodo. Cover itu menampilkan gambar Jokowi dan siluet Pinokio—tokoh dongeng negeri Italia yang memanjang hidungnya saat berbohong.
Relawan Jokowi Mania melaporkan Tempo ke Dewan Pers. Cover itu, "Mem-framing seakan-akan Jokowi pembohong. Ini kan bahaya untuk pendidikan rakyat," kata kata Ketua Relawan Joman Immanuel Ebenezer, 16 September 2019.
Reaksi keras juga datang dari Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. "Kami mengkritik keras mereka yang menggunakan hal tersebut sebagai upaya mendiskreditkan presiden," kata Hasto keterangan tertulis pada hari yang sama. Ia menilai cover itu tidak etis dan kurang sopan.
Sampul itu jelas berkaitan dengan liputan Tempo seputar hasil pemilihan pimpinan KPK dan rencana revisi UU Komisi Antikorupsi. Persoalannya, wajarkah reaksi kubu Jokowi? Setidaknya, ada tiga alasan kenapa cover Tempo tak perlu ditanggapi berlebihan.
1.Ide yang cerdas dan relatif sopan
Ilustrasi dalam sampul majalah Tempo itu sebenarnya merupakan ide yang cukup cerdas sekaligus tidak vulgar. Bandingkan dengan sampul Tempo edisi 19 November 2001 ketika mengangkat kasus Bulog yang melibatkan bos Golkar Akbar Tandjung. Saat itu hidung Akbar digambarkan panjang.
Wajah Presiden Jokowi dalam sampul Tempo edisi terbaru masih digambarkan secara bagus dan utuh. Adapun bentuk hidung yang panjang muncul dalam siluet. Pertanyaannya, apakah bayangan itu hidung dan wajah Jokowi? Jelas tidak. Soalnya hidung Jokowi dalam gambar tetap normal. Jadi, bayangan yang berada di balik gambar Jokowi adalah hidung Pinokio.
Tempo pun menjelaskan pihaknya tidak menggambarkan Presiden Joko Widodo sebagai pinokio. " Yang tergambar adalah bayangan pinokio," kata Redaktur Eksekutif Tempo Setri Yasa dalam pesan tertulis , 16 September 2019.
2.Bentuk kritik sesuai laporan majalah
Dalam negara demokrasi, cover seperti itu tidak bisa dikaitkan dengan urusan mendiskreditkan Presiden. Sampul itu hanyalah bentuk ekpresi tim kreatif dalam menggambarkan isi tulisan secara visual.
Dengan kata lain, sampul itu mengekspresikan tulisan Tempo, hal yang juga kerap disampaikan oleh para penggiat antikorupsi. Mereka umumnya setuju: hasil seleksi pimpinan KPK dan revisi UU Komisi Antikorusi, bukanlah langkah menguatkan KPK seperti yang dijanjikan Jokowi, tapi justru sebaliknya.
3.Sesuai dengan UU warisan Habibie
Publik mengeluk-elukan Presiden ketiga BJ Habibie saat ia wafat. Ia bukan saja seorang teknolog, tapi juga demokrat. Salah satu warisannya adalah Undang-undang No. 40/1999 tentang Pers.
Sampul majalah Tempo hanya merupakan perwujudan dari kemerdekaan pers nasional yang dijamin oleh UU tersebut. Salah satu peran Pers diatur dalam Pasal 6 ( huruf d): melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum;
Perang terhadap korupsi jelas merupakan kepentingan umum. Begitu pula upaya mempertahankan KPK agar tetap independen dan memiliki wewenang yang besar. Pemberitaan Tempo, soal kisruh KPK, juga sampulnya, semestinya dipahami dalam konteks ini. ***
Baca juga:
Pinokio di Tempo: Cover Akbar Agak Vulgar, Jokowi Lebih Keren
Ikuti tulisan menarik Rohmat Eko Andrianto lainnya di sini.