x

sumber : https://www.google.com/search?q=perkebunan+kelapa+sawit+riau&safe=strict&sxsrf=ACYBGNRQhrGIL2_1xGSUVpoqbOHipCDJUw:1573708479852&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiArq_3-OjlAhVf8HMBHZnaC8wQ_AUIEigB&biw=1280&bih=610#imgrc=5Mq9UuZzbuvQAM:

Iklan

Alifia Putri Azahra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 April 2020

Kamis, 30 April 2020 11:15 WIB

Kerusakan Lingkungan Hutan Kelapa Sawit Akibat Ulah Manusia atau Politik Uang?

Artikel ini merupakan artikel opini untuk menyampaikan pemikiran dan sudut pandang saya terkait kerusakan lingkungan akibat alih fungsi lahan yang ada di provinsi Kalimantan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara kepulauan yang memiliki banyak sekali perairan dibandingkan daratan. Namun, siapa sangka jika daratan di Indonesia telah memiliki berbagai keanekaragaman hayati dan non hayati yang dapat dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Disamping itu, hampir di seluruh penjuru Indonesia dari Sabang sampai Merauke pasti memiliki lahan hutan. Kenapa hutan menjadi sumber daya alam yang terbanyak di Indonesia? karena hutan merupakan cagar budaya yang dapat memberikan kehidupan yang luar biasa bagi setiap manusia di dalamnya, dengan adanya hutan masyarakat Indonesia dapat memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Disisi lain, hutan dapat dijadikan sebagai warisan para leluhur untuk terus dijaga kelestariannya demi menjaga keseimbangan lingkungan dan menghindarkan dari kerusakan lingkungan akibat ulah manusia (Arief A, 2001).
Kelapa sawit merupakan sebuah komoditas yang paling penting di setiap pasar baik pasar local, regional maupun global, sebab setiap produk hasil dari kelapa sawit sendiri dapat dimanfaatkan untuk minyak goreng, margarin, kosmetik (Kementrian Perindustrian RI, 2007) selain itu, kelapa sawit juga dapat dihasilkan untuk bahan campuran es krim, saus salad, keju, coklat, pelumas, biodesel dan bahan baku biogas (Khatun R dkk., 2017). Oleh karena itu, banyak sekali para perusahaan dan penguasa yang memiliki modal mengincar lahan-lahan yang dapat dijadikan sebagai lahan kelapa sawit dan menghasilkan keuntungan yang luar biasa. Biasanya, para pemilik modal menggunakan uang sebagai bentuk yang dapat memudahkan mereka untuk memiliki lahan pertanian yang diinginkan. Banyak sekali para investor yang tidak memiliki ijin memaksa para penduduk di sekitar pulau Kalimantan untuk menjual lahan pertanian milik mereka dengan diberikan uang dengan jumlah yang cukup besar.
Selain itu beberapa hektar lahan pertanian telah dialihfungsikan untuk dijadikan sebagai lahan kelapa sawit. Sekitar tahun 1990-2005 di wilayah Kalimantan terdapat 56% ekspansi perkebunan kelapa sawit yang berada dilokasi hutan sekunder, primer, dan produksi (Koh L.P & Wilcove D.S, 2008). Selain itu, setiap tahunnya perkebunan kelapa sawit mengalami pertumbuhan yang luar biasa yaitu rata-rata sekitar 21,9% dan mengalami luas produksi kelapa sawit sebesar 16,32% pertahunnya(Tribun Kaltim, 2006). Dengan semakin bertambahnya ekspansi lahan hutan yang dijadikan sebagai lahan kelapa sawit lama kelamaan dapat memunculkan kondisi yang tidak terduga seperti banyaknya area hutan yang hilang, perubahan ekologi, perubahan tata guna lahan, perubahan tutupan lahan, menyebabkan perubahan udara yang dari udara sedang menjadi panas karena adanya peningkatan eksposure terhadap matahari, sering terjadi banjir bandang karena disebabkan oleh tutupan hutan hilang yang memiliki fungsi untuk menyimpan air secara alami dan melindungi tanah dari adanya erosi akibat turunnya hujan di wilayah tersebut, semakin hilangnya biodiversitas dengan semakin merebaknya lahan perkebunan kelapa sawit dapat membuat semakin hilangnya tanaman obat-obatan dan hilangnya satwa liar atau juga satwa liar mulai memasuki kawasan pemukinan warga karena tidak adanya asupan makanan, ekosistem tanaman yang dimanfaatkan warga masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari menjadi hilang, akibatnya masyarakat sekitar tidak mendapatkan makanan sehat seperti sayur-sayuran untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka (Zunariyah S, t.t.).
Berbagai bentuk ekspanasi lahan perkebunan kelapa sawit tidak hanya dilakukan oleh para perusahan perkebunan saja, melainkan para petani juga ikut melakukan berbagai kegiatan ekspanasi lahan perkebunan kelapa sawit. Banyak para perusahan perkebunan kelapa sawit yang menggunakan perkebunan kelapa sawit mereka untuk dijadikan sebagai area Hak Guna Lahan (HGU), tetapi para petani lahan sendiri menggunakan kelapa sawit yang mereka miliki seperti lahan belukar dan perkebunan. Seharusnya, budidaya atau industry kelapa sawit harus menggunakan lahan yang bukan merupakan lahan kehutanan, karena jika dilakukan secara illegal dan hanya mengendalikan uang untuk kopensasi sementara maka banyak sekali lahan hutan yang terbuang sia-sia dan menimbulkan berbagai kerusakan lingkungan yang dapat mengancam masa depan masyarakat Indonesia. Meskipun, disisi lain dengan adanya ekspanasi lahan kelapa sawit memberikan penghasilan kepada setiap rumahtangga tetapi masyarakat maupun pemerintah tidak menyadari bahwa pengahsilan yang mereka peroleh dapat membuat kerusakan lingkungan yang cukup parah bahkan bisa membuat perubahan iklim yang begitu cepat. Pihak pemerintah saat ini hanya fokus untuk menambah lahan perkebunan kelapa sawit yang ditujukkan untuk dikelola para petani nasional sehingga dapat menambah penghasilan para petani nasional bukan kepada para perusahan maupun investor. Tetapi para realitasnya hanya sedikit proporsi minyak kelapa sawit yang memiliki sertifikat ISPO dan RSPO yaitu pada tahun 2017 terdapat 9% ISPO dan 19% RSPO yang telah dilakukan oleh para perusahan besar kelapa sawit dan sedikit petani nasional yang melakukan itu (Rizka Amalia dkk., 2019).
Saat ini, diwilayah Kalimantan sendiri cenderung meningkat tata kelola lahan kelapa sawit ketika terdapat implementasi Otonomi Daerah pada Tahun 2011 sampai saat ini pun banyak sekali terjadi setiap daerah yang telah membuat kebijakan-kebijakan baru terkait proses pengembangan program kelapa sawit dengan menggunakan skala yang cukup besar dan luas, dari sini pemerintah tidak main-main membuat kebijakan seperti itu. Apalagi dengan rencana pemerintahan pusat yang menginginkan untuk terus mengembangkan lahan kelapa sawit sebesar 1,8 Juta Ha di daerah perbatasan Kalimantan (Santo Adhynugraha, 2014). Hal ini dilakukan agar negara memiliki komoditas ekspor minyak kelapa sawit yang terbesar dan terbagus di Indonesia, dan dapat mengalahkan mutu minyak kelapa sawit Malaysia dalam hal industry makanan. Dapat dilihat bahwa pihak pemerintah berbondong-bondong untuk terus melakukan ekspansi lahan kelapa sawit untuk menghasilkan devisa negara dan memenuhi kebutuhan pembangunan ekonomi nasional

Daftar Rujukan
Arief A. (2001). Hutan dan Kehutanan. Kanisius.
Kementrian Perindustrian RI. (2007). Gambaran Sekilas Industry Minyak Kelapa Sawit. 2007.
Khatun R, Reza M.I.H, Moniruzzaman M, & Yaaqob Z. (2017). Sustainable Oil Palm Industry: The Possibilities. Renewable and Sustainable Energy Review 76. 2017, 608–619.
Koh L.P, & Wilcove D.S. (2008). Is Oil Palm Agriculture Really Destroying Tropical Biodiversity? 2008, 60–64.
Rizka Amalia, Arya Hadi Dharmawan, Lilik B. Prasetyo, & Pablo Pacheco. (2019). Perubahan Tutupan Lahan Akibat Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit: Dampak Sosial, Ekonomi dan Ekologi. 2019, 17(1 (2019)), 130–139.
Santo Adhynugraha. (2014). Potensi dan Permasalahan Pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit Skala Besar di Kalimantan Timur. 2014.
Tribun Kaltim. (2006, November 30). 12.000 Ha Lahan Sawit Terlantar. 2006.
Zunariyah S. (t.t.). Dilema Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia: Sebuah Tinjauan Sosiologi Kritis. 2012. https://eprints.uns.id/id/eprint/132

Ikuti tulisan menarik Alifia Putri Azahra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu