x

Penyebaran virus Corona

Iklan

Andreas Mazland

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 Mei 2020

Minggu, 17 Mei 2020 14:18 WIB

Covid-19, Perppu, dan Negara Tanpa Ide Populis

Saat masa-masa krisis, kasus korupsi dana bansos yang dilakukan pejabat, dan perkara bantuan yang hanya sampai di tangan sanak family para pejabat tersebut, semakin membuat keadaan runyam. Bahkan negara tampil dengan aturan yang memberatkan masyarakat kelas menengah dan bawah. Kinerja dan Hukum-hukum yang jauh dari ide populis tersebut, diyakini akan menarik Indonesia pada pusaran kekacauan yang baru, seperti penjarahan, dan krisis ekonomi yang memicu chaos besar. oleh karena itu negara, sebagai pucuk, haru lekas turun tangan, guna mengatasi persoalan ini sebelum semuanya terlambat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Semenjak pasien positif Covid-19 pertama terkonfirmasi di Indonesia (02/3/2020), wabah ini kemudian terus menyebar dengan sangat cepat. Lompatan angkanya setelah itu, bahkan berkembang lebih cepat dari yang dibayangkan oleh semua pihak. Perhari ini saja, data yang dikeluarkan oleh Jubir Pemerintah untuk wabah Covid-19, Achmad Yurianto, mengatakan bahwa, angka pasien positif Covid-19 di Indonesia sudah mencapai angka 17.025, korban meninggal 1089, dan 3,911 yang dikonfirmasi sembuh (16/05/20).

Dampak hebat akibat pandemi Covid-19, telah menjalar ke segala lini penting yang selama ini menopang jalannya negara kita. Lucunya, bagaimana mungkin negara yang sebelumnya berani mengumumkan pada dunia, bahwa mereka telah siap menghadang Covid-19 dan mengumumkan zero case, seperti Indonesia; menjadi salah satu negara yang paling parah terkena dampak virus Covid-19 di Asia Pasifik? Padahal Indonesia bukan negara pertama yang terdampak Covid-19.

Masyarakat awam dan cerdik-pandai halal saja menduga, hal ini terjadi karena terlalu santainya pemerintah menanggapi ancaman global Covid-19, sehingga pemerintah lengah membendung arus masuk pandemi ini dari negeri tetangga yang lebih dahulu terpapar; atau negara terlalu berhasrat melindungi roda ekonomi kita, yang selama ini terlalu bertumpu pada industri, sehingga mereka enggan untuk melakukan karantina wilayah. Keadaan tersebut semakin diperparah dengan kurangnya koordinasi antar lini yang diberi tanggung-jawab untuk membendung penyebaran Covid-19 di Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Negara Tanpa Ide Populis

Hukum kausalitas dari pandemi ini kemudian melumpuhkan segala sesuatu yang dimiliki oleh negara; rakyat, rakyat, rakyat! PHK terjadi di mana-mana, angka pendapatan kelas menengah terus merosot kian ke bawah. Pertarungan kelas bawah demi mendapatkan sesuap nasi yang diharapkan, semakin berkobar-kobar; bagi mereka, kelaparan justru lebih menakutkan dibanding pandemic covid-19.

Anehnya, negara justru seakan-akan menjauh dari rakyat yang merupakan salah satu ornamen utama berdirinya sebuah negara. Karena kerisauan yang dirasakan oleh seluruh masyarakat kelas menengah dan bawah sedikit sekali mendapatkan perhatian dari pejabat yang mereka percaya untuk mengurus kehidupan orang banyak. Jikapun tersiar warta bahwa negara akan memberikan bantuan sembako, dan uang pegangan saat masa-masa puncak Covid-19, akan tetapi perkara korupsi dan nepotisme, lagi-lagi menjadi batu sandungan.

Kasus pejabat yang memakan uang bantuan untuk perut sendiri; kemudian kasus demi kasus lurah, camat dan sebangsanya yang hanya memberikan bantuan pada mereka yang memiliki hubungan darah dengan mereka, banyak juga terekam atau disebarkan oleh citizen jurnalism di media sosial mereka masing-masing. Dua kasus di atas sudah biasa terjadi di republik ini, ada atau tidaknya sebuah bencana. Namun, kasus membusuknya Bansos di gudang Bulog Garut, benar-benar membuat kita kehabisan kata-kata untuk sekedar mengartikulasikan kinerja pejabat kita.

Di tengah-tengah bencana yang timpa menimpa, dan tidak jelas kapan berakhirnya. Bahkan WHO pun, beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa musykil Covid-19 sirna. Akan tetapi para pejabat kita terus saja mempertontonkan atraksi yang sangat menghina etika publik. Seakan-akan kasus-kasus yang sangat jauh dari ide populis seperti di atas, semakin menjurus pada suatu anasir yang kurang baik; yaitu dehumanisasi.

Karena mau tidak mau, setuju atau tidak setuju, jika kasus-kasus yang menciderai kemanusian seperti ini terus berlanjut, hanya ada dua pilihan yang akan terjadi di Indonesia, pertama, kelaparan akan terjadi di mana-mana, dan banyak masyarakat yang akan mati di negeri yang katanya: tongkat dan batu pun ditanam jadi tumbuhan, sehingga populasi kelas bawah (yang selama ini dianggap golongan yang memberatkan laju ekonomi negara) akan turun drastis. Kedua, masyarakat akan memberontak pada keadaan, sehingga menyebabkan chaos yang tidak dapat dikendalikan, seperti penjarahan gudang pangan, sampai pada penggerudukan massa pada lembaga dan pejabat yang selama ini bertanggung untuk persoalan bansos.

Bukan hanya perkara pangan, aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah juga semakin menambah derita rakyat. Hukum-hukum ini semakin membuat negara, menjauh dari ide populis yang sejatinya sudah alami tumbuh dalam tubuh negara demokrasi. Persoalan BBM yang tidak turun-turun, listrik gratis bagi kelas bawah, tapi mencekik kelas menengah; BPJS yang dipaksa naik oleh menteri keuangan dengan segudang alasan; sampai pada peresmian Perppu Corona yang tidak nampak komitmen negara dalam melindungi nasib orang banyak, terutama kelas menengah dan bawah.

Negara (Harus) Segera Bertindak

Untuk itu, negara harus segera turun tangan secara langsung untuk menindak para pejabat korup yang memotong anggaran bansos; serta para pejabat yang hanya membagi bansos untuk para sanak family; atau pejabat yang menimbun bansos karena lalai atau sengaja menghindari repot. Karena, sepanjang perjalanan sejarah, persoalan perut (kelaparan, krisis ekonomi, dan sebangsanya) memang menjadi salah satu momok mematikan, yang bisa membuat hancurnya sebuah sistem pemerintahan, bahkan negara.

Kemudian perkara-perkara yang jauh dari ide populis, seperti Perppu Corona, naiknya BPJS, dan listrik mesti ditimbang ulang, bahkan dihapuskan, jika hanya semakin menambah kekacauan. Sebab, yang akan dirugikan bukan hanya masyarakat kelas bawah, negara pun akan terdampak akibat lain dari hukum-hukum dan kinerja pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani penyebaran Covid-19, salah satunya bisa jadi, penjarahan massal. Atau chaos yang memakan korban jiwa.

Ikuti tulisan menarik Andreas Mazland lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler