x

Nurani

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 10 Agustus 2021 22:00 WIB

Di mana Suara Hati dan Nurani?

Pandemi corona, nyawa melayang, pekerjaan hilang, pendapatan melayang, tapi tetap ada yang enak gajian. Permintaan maaf dan belasungkawa pun mahal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

PPKM Level 4 jilid 2 atau PPKM jilid 4, 9 Agustus 2021 akan usai. Apakah berikutnya akan ada PPKM jilid 5 atau nama baru selain PPKM?

Hingga kini, berbagai pihak dan rakyat Indonesia masih menyesalkan sikap pemerintah dan terus menjadi perbincangan di berbagai situasi dan kesempatan. Pasalnya, sejak corona Wuhan China datang ke Indonesia.  Lalu corona menggelora di Indonesia. Berikutnya, pintu Indonesia juga tetap dibuka hingga masuk corona delta India, maka rakyat terus diserang oleh corona yang lebih menjajah dari penjajah kolonialisme dan lebih menjajah dari penjajah produk anak bangsa sendiri karena kepentingan.

Bila saja pemerintah tegas dan berpihak kepada rakyat, maka rakyat Indonesia tidak terus berkepanjangan menjalani istilah lain dari lockdown yang diganti menjadi PSBB hingga PPKM berjilid-jilid.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertanyaannya, mengapa baru ada sekali ucapan bela sungkawa dari pemimpin negeri terkait kasus corona ini? Yaitu saat 100an Tenaga Kesehatan gugur akibat corona?

Bagaimana dengan hasil sebaran 26.415 kasus baru Covid-19 yang diumumkan pemerintah Indonesia pada Minggu (8/8/2021). Hingga kasus infeksi corona di Indonesia berjumlah 3.666.031.
Sementara itu, kasus sembuh bertambah 48.508, sehingga totalnya menjadi 3.084.702 kesembuhan.

Namun kasus kematian bertambah 1.498 jiwa, sehingga total mencapai 107.096 jiwa, dan total kasus aktif hingga saat ini mencapai 474.233.

Nyawa, belasungkawa, data tak valid, tak minta maaf

Mengapa hingga 107.096 nyawa melayang, tak ada ucapan belasungkawa lagi? Apa nyawa rakyat tidak ada artinya, akibat dari keteledoran siapa?

Berapa ribu atau juta rakyat kehilangan pekerjaan, kehilangan mata pencaharian. Siapa yang harus mengganti kehilangan pendapatan rakyat dan hutang-hutang rakyat demi untuk perut selama pandemi merajalela karena sikap lambat dan cengengesan epmerintah?

Mengapa tidak pernah ada pernyataan maaf dari Gugus Tugas Covid-19 Nasional karena melaporkan data kasus aktif tak valid yang bahkan selisihnya mustahil terjadi salah ketik? Ke mana itu Bapak Wiku? Mengapa tidak ada permintaaan maaf ke daerah yang sampai disebut penyumbang kasus aktif tertinggi di Indonesia?

Dengan laporan kasus aktif yang ternyata tak valid, bagaimana dengan akumulasi kasus Covid-19 Indonesia hingga detik ini? Tentu juga tak pernah valid bukan?

Lewat artikel ini saya coba mengingatkan kembali bahwa sebuah akibat, itu datang dari permasalahan atau konflik yang tidak ditangani, tidak diselesaikan dengan serius dan tuntas. Konflik lahir dari sebab atau masalah yang dibiarkan.

Analoginya, andai corona Wuhan di cegah dengan segala upaya yang serius dan disiplin oleh pemerintah, maka tak akan terjadi konflik dan masalah. Bila pun ada corona yang terlanjur masuk Indonesia, tentu tak akan merajalela, karena sebelum corona Wuhan masuk, rakyat Indonesia sehat saja.

Sudah salah tidak mencegah corona Wuhan diulang lagi membiarkan varian delta India masuk. Apa akibatnya? Rakyat terus terpapar varian delta, tapi rakyat pula yang jadi korban. Dibuat PSBB sampai PPKM berjilid, tapi rakyar hanya di kasih bansos dan uang tak seberapa? Itu pun tidak untuk semua rakyat.

Padahal seluruh lapisan rakyat terkena imbas dari corona, terkena imbas PSBB hingga PPKM berjilid. Rakyat dan berbarbagai pihak pun terus menjadi korban dari sikap tak kompeten pemerintah dalam hal corona

Perlu menjadi perhatian pemerintah, gelombang lonjakan kasus COVID-19 yang diikuti dengan meningkatnya kematian terjadi di seluruh negara di dunia, tetapi para pejabat di negara itu tak segan meminta maaf kepada rakyatnya. 

Namun di Indonesia, mana permintaan maaf dari pemimpin dan pemerintah, yang justru meloloskan corona masuk Indonesia?

Ironis, permintaan maaf malah datang dari para relawan. Padahal misalnya di Taiwan, Presiden Taiwan Tsai Ing-Wen melalui akun Twitter pribadinya mengunggah video permintaan maaf.

“Setiap warga Taiwan yang pernah tertular virus Corona atau bahkan kehilangan nyawa mereka adalah bagian dari komunitas nasional kami. Sebagai Presiden, saya ingin menggunakan kesempatan ini untuk menyampaikan kedukaan dan permohonan maaf," kata Presiden Tsai.

Di Inggris saat gelombang lonjakan COVID-19 terjadi pada Desember 2020 hingga Januari 2021, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengungkapkan permintaan maaf kepada rakyat. Saat itu, angka kematian akibat COVID-19 di Inggris tembus angka 100.000.

“Saya meminta maaf yang sedalam-dalamnya dan bertanggung jawab penuh atas nyawa-nyawa yang hilang. Sulit untuk menghitung duka yang diakibatkan hilangnya nyawa dengan cara yang tragis dalam setahun terakhir," ucap Johnson dalam konferensi pers di Downing Street pada 26 Januari 2021 yang dilansir Telegrap.

Berikutnya, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga pada 26 Januari 2021 juga meminta maaf atas kegagalan pemerintah memberikan pelayanan kesehatan ketika gelombang penularan COVID-19 terjadi di negaranya.

Permintaan maaf itu disampaikan di depan parlemen setelah salah seorang legislator mengeluhkan banyaknya pasien tidak mendapatkan perawatan, dan tidak sedikit yang meninggal karena rumah sakit penuh. Sebagai orang yang bertanggung jawab saya meminta maaf," kata Suga seperti dilansir dari Nippon Tv News. Situasi di Jepang saat Suga menyampaikan permohonan maaf itu itu hampir mirip dengan situasi di Indonesia.

Dan, masih banyak negara yang pemimpinnya meminta maaf kepada rakyatnya karena upayanya belum berhasil dan membikin rakyat banyak yang meninggal dan mengucapkan belasungkawa. Padahal pemeruntahan mereka terbukti telah sigap dan disipilin menutup pintu masuk negaranya dari WNI atau WNA nya yang dari manca negara.

Sejatinya Wakil Presiden Ma'ruf Amin pernah mengungkapkan permintaan maaf. Namun pernyataan “maaf" itu ia ungkapkan saat memberikan imbauan agar perayaan Idul Fitri 2020 di rumah saja.

“Kami pemerintah mohon maaf karena memang bahaya belum hilang. Bahaya Corona ini belum hilang," kata Ma'ruf, Kamis (21/5/2020).

Miris, sejauh ini, belum ada permintaan maaf dari pemimpin NKRI dan ucapan belasungkawa karena ratusan ribu nyawa rakyat melayang akibat dari sikap dan kebijakannya. Lalu bikin peraturan dan kebijakan dari PSBB hingga PPKM pun berjilid-jilid.

Enak yang masih gajian dari uang rakyat

Siapa yang akan mengganti nyawa rakyat yang hilang? Bagaimana dengan anak-anak yang kehilangan orang tuanya? Bagaimana dengan pendapatan rakyat yang terus hilang? Sementara anggota pemerintah, parlemen, dan sebagian rakyat masih bisa hidup dengan tenang karena gaji sebagai PNS/ASN tetap jalan dari uang rakyat.

Sementara rakyat yang tak gajian harus terus membayar kewajiban pajak, menghidupi diri dan keluarga, membayar ini dan itu? Dari mana uang mereka?

Di sisi lain, di berbagai media massa, dengan enaknya para pemimpin hanya menunjuk dan bilang. Daerah ini, daetah itu hati-hati, coona masih tinggi.

Yang mengherankan, setiap hari ada laporan data kasus corona dari Gugus Tugas Covid-19, tapi diyakini oleh masyarakat, datanya tak pernah valid. Entah apa masalah dan maksudnya? Minta maaf ke daerah yang namanya dicatut sebagai kasus aktif tertinggi pun tidak.

Kira-kira, atas semua kondisi itu, akan kah terketuk hati pemimpin kita ini? Sebab, sejatinya banyak pihak berpendapat rakyat bisa menuntut pemerintah yang telah abai sejak awal terhadap corona. Terus menampilkan data tak valid, tak pernah meminta maaf dan belasungkawa atas meninggalnya ratusan ribu rakyat. 

Begitulah suara rakyat yang mungkin memang tak terdengar atau tak kedengaran oleh parlemen dan pemerintah. Hingga mereka tetap percaya diri merasa bersalah. Sebaliknya membikin kebijakan yang membikin rakyat menderita akibat kesalahan yang dibuat oleh mereka sendiri.

Coba, kira-kira apakah PPKM jilid 5 akan terjadi? Ingat, belajar dari negara lain, permintaan maaf dan ucapan belasungkawa saja tak cukup, apalagi terus melaporkan kasus yang tak valid dan terus bikin kebijakan yang menyengsarakan rakyat.

Alangkah bijaknya bila jujur mendengar suara hati dan nurani. Ingat, betapa rakyat sudah cukup bersabar.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler