x

Iklan

Zahra Adni Kamila

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Desember 2021

Selasa, 14 Desember 2021 17:19 WIB

Nilai Patriotisme dalam Novel Keluarga Gerilya Karya Pramoedya Ananta Toer

Pahlawan memiliki jasa yang sangat besar terhadap kemerdekaan negara. Mereka rela mati demi memperjuangkan negara ini. Mereka memperjuangkan hak, mempersatukan bangsa, mensejahterakan masyarakat. Salah satu novel yang mengandung nilai patriotisme adalah novel keluarga gerilya karya Pramoedya Ananta Toer. Novel ini menceritakan tentang kehidupan pada tahun 1949. kehidupan sebuah keluarga pada masa penjajahan belanda. banyak sekali karakter patriotisme yang di miliki oleh tokoh-tokoh pada novel tersebut. jika ingin tahu lebih lanjut silakan baca artikel saya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pahlawan memiliki jasa yang sangat besar terhadap kemerdekaan negara. Mereka rela mati demi memperjuangkan negara ini. Mereka memperjuangkan hak, mempersatukan bangsa, mensejahterakan masyarakat. Berbagai cara mereka lakukan untuk memperjuangkan negara ini dari belenggu penjajah yang hendak mengambil hak negara kita baik kekayaan alam maupun tenaga pribumi. Meski peralatan peperangan terbatas tetapi tidak menghalangi semangat mereka. Mereka menggunakan tombak, bambu runcing, parang, dan lain-lainnya sebagai alat peperangan di medan perang.

Jiwa patriotisme sudah ada dalam diri mereka. Patriotisme berasal dari kata patriot dan isme, yang memiliki arti sifat kepahlawanan atau jiwa kepahlawanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) patriotisme memiliki arti sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya, semangat cinta tanah air. Menurut Suparpto dkk (2007), patriotisme adalah semangat cinta tanah air atau sikap seseorang yang rela mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya. Kepahlawanan berhubungan dengan pengorbanan mulai dari yang kecil hingga yang besar. Pengorbanan dapat diwijudkan dalam bentuk materi atau benda maupun sikap atau perbuatan. Pengorbanan dapat ditujukan untuk siapa saja dan dilakukan di mana saja. Tentunya, pengorbanan yang dimaksud disini adalah pengorbanan yang di dasari oleh sikap tanpa mengharap pamrih dan imbalan. Dari pengertian di atas, patriotisme dapat disimpulkan atau diartikan sebagai semangat untuk berkorban dan mengabdi kepada keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara.

Karya sastra adalah alat yang digunakan sastrawan untuk mengungkapkan berbagai fenomena kehidupan manusia. Fenomena kehidupan manusia menjadi hal yang sangat menarik untuk diungkapkan menjadi wacana baru dengan proses kreativitas ke dalam karya sastra dengan bahasa sebagai medianya. Karya sastra bukan hanya sekedar ungkapan sebagai fenomena kehidupan, tetapi karya sastra juga mengandung nilai. Salah satu bentuk karya sastra prosa atau sering disebut karya fiksi adalah novel. Isi tulisan di dalam novel biasanya mengenai masalah-masalah yang dialami oleh pengarang sendiri atau orang lain disekitar lingkungan hidupnya. Menurut Atmazaki (2007:170) novel adalah tindakan karakter atau tokoh yang seluruhnya merupakan imajinasi pengarang sehingga disebut fiksi. Novel menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan sesamanya. Di dalam novel, pengarang menampilkan nilai-nilai yang mempengaruhi pembacanya. Salah satunya adalah nilai pendidikan karakter yang sangat berperan penting membentuk perilaku manusia. Di dalam novel pengarang dapat memperhatikan permasalahan tentang kehidupan manusia, misalnya tentang perjuangan, kebencian, kebahagiaan, dan percintaan. Permasalahan atau konflik yang ditampilkan dalam sebuah karya sastra terlebih dahulu dipilih secara kreatif dan kemudian dikembangkan dengan imajinatif ke dalam bentuk tulisan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu novel yang mengandung nilai patriotisme adalah novel keluarga gerilya karya Pramoedya Ananta Toer. Novel ini dipublikasikan pada tahun 1955 (cetakan kedua) yang di terbitkan oleh PT. Pembangunan Jakarta. Buku ini terdiri dari 239 halaman, berjumlah 13 bab dan bukunya berwarna hijau. Novel Keluarga Gerilya diakui sebagai salah satu karangan Angkatan ’45 yang terbaik. Pramoedya membuat novel ini berdasarkan pengalaman ia sendiri, pada tahun 1947 ia di penjara oleh belanda sampai tahun 1949. Pada saat itulah Ia menulis dan mengumpulkan bahan-bahan penting untuk ia bukukan dan melahirkan karya-karyanya dan novel keluarga gerilya ini merupakan salah satunya.

Novel ini menceritakan tentang kehidupan pada tahun 1949. kehidupan sebuah keluarga pada masa penjajahan belanda. Dalam novel ini terdapat keluarga yang tinggal di daerah merdeka. Dalam keluarga tersebut terdapat seorang ibu tua yang Bernama Amilah yang memiliki watak pemarah dan diberi julukan ‘Jahanam Buaya Tangsi’ oleh tetangganya dan ditinggalkan oleh suaminya yang bernama kopral paidjan yang ia sendiri tidak tahu bahwa suaminya meninggal karena di bunuh oleh 3 anak tertuanya demi mempertahankan tanah air dan agar bapaknya tidak terbunuh oleh bambu runcing karena mereka memiliki perbedaan ideologi. Dan Amilah memiliki 7 anak yang bernama Kartiman, Tjanimin, Saaman, Salamah, Fatimah, Salami, dan Hasan. Dalam buku ini diceritakan anak Amilah yang bernama Kartiman yang menjadi prajurit gerilya, Tjanimin yang menjadi kopral gerilya, dan Saaman atau yang akrab dipanggil Aman anak kesayangan Amilah ditangkap dan dijatuhi hukuman mati oleh M.P dikarenakan tersangka menjadi ketua pergerakan bawah tanah.

Nilai Patriotisme direalisasikan oleh Saaman dan kedua kakaknya demi mempejuangkan dan mempertahankan negara Indonesia dari serangan belanda. Kartiman dan Tjanimin menjadi pejuang untuk menjaga kedaulatan negara baik dari gerakan teror, pemberontakan yang terjadi di dalam negara maupun potensi serangan dari luar pada zaman tersebut. Saaman yang merupakan tokoh utama, Tjanimin, dan Kartiman rela mengorbankan nyawanya untuk negara. Mereka harus jauh dari tetangga, saudara, bahkan keluarga sendiri. Berikut nilai patriotisme yang terdapat pada novel gerilya karya Pramoedya Ananta Toer:

  • Cinta tanah air

Kecintaan masyarakat pada tanah air berupa rela berkorban demi mempertahankan tanah air yang ingin di rebut oleh belanda yang terdapat dalam dialog pada bab ‘aku tak jijik melihat tuan’ pada halaman 142 yang berisikan “tuan tidak pernah tahu, bagaimana satu keluarga hancur karena mempertahankan tanah airnya.  Hancur! Hancur seperti serumpun bambu habis dimakan api.Tuan belum pernah lihat betapa seorang nenek-nenek memanggul senjata mempertahankan tanahairnya.  Tuan pasti belum pernah melihat kanak-kanak dari tujuh tahun menggeranati konvoi Inggeris, kerana ibu bapaknya dibakar-bakar hidup oleh apa yang dinamainya  musuhnya. Semua itu pernah ku lihat di sini – di Jakarta tahun empat lima. Dan tuan sekarang “

 

 

Selanjutnya, rela berkorban demi tanah air diucapkan oleh seorang komandan peloton pada bab ‘kajusula’ pada halaman 206 yang berisikan:

“ Ya, untuk tanah air dan rati tuan di wajibkan membunuh orang”

“ Untuk tanah air pula tuan membunuh orang. Adakah tanah air itu memang harta benda guna mengadakan pembunuhan?”

“ Kami takut mengkhianati kemanusiaan, sekalipun itulah malah pekerjaan tiap hari sekarang: membunuh orang, dan sebanyak mungkin kalau bisa, untuk tanah air dan ratu”

 

  • Keberanian

Keberanian yang dimiliki Fatimah (adik dari Saaman) yang menolak untuk membayar tebusan mayat kakaknya seharga 200 rupiah kepada pihak belanda sementara belanda itu memasukan kakaknya saaman dan memberi hukuman mati. Di terdapat pada dialog bab ‘berita dari penjara’ pada halaman 182 yang berisikan :

“O Allah, mereka membunuh bapakku. Dan mereka merampok lagi duaratus rupiah dari kami. Aku kira – aku kira – aku kira Belanda akan rubuh disini, di tanah airku”

“Lebih baik nona tidak berkata seperti itu”

“Apa peduliku? Apa peduliku? Aku bicara dirumahku sendiri – di tanah airku sendiri!”

“Tapi itu berbahaya untuk waktu ini”

“Apa peduliku? Tuan boleh menangkap aku kalau suka” kata Fatimah menantang

 

  • Rela berkorban

rela berkorban yang dilakukan saaman sebagai seorang pejuang ia harus membunuh bapaknya sendiri dikarenakan perbedaan ideologi yaitu saaman membela tanah airnya sementara bapaknya menjadi kopral belanda. Sebelum bapaknya mati, bapaknya menyuruh saaman dan kakak-kakaknya untuk menjadi tentara belanda, sementara saaman dan kakaknya menolak dan berakhir saaman dan kakak-kakaknya membunuh bapaknya yang bernama Paidjan. Yang terdapat pada percakapan saaman dan penjaga sel pada bab ‘aku tak jijik melihat tuan’ pada halaman 150 yang berisikan:

“Barangkali ingin bertemu ibu?” saaman menggeleng
”Bapak barangkali?”
Tiba-tiba muka Saaman jang putjat bertambah pucat. Katanya gugup.
”Tidak, tidak. Bapakku sudah mati. Mati kubunuh sendiri.”
”Tuan?” seru direktur itu kaget. Kedua matanya melotot dan anggota badannya jadi kejang.
”Tuan jang begini baik, sopan, tabah, berani dan cinta pada adik-adiknja, adakah mungkin tuan membunuh bapak sendiri.”
”Revolusi menghendaki segala-galanya, menghendaki kurban yang dipilihnya sendiri.”
”Sekalipun begitu, bagaimana mungkin tuan sampai hati membunuh bapak sendiri.”

“tuan” kata saaman kelelahan

“demikianlah hebatnya revolusi. Kemanusiaanku kukorbankan. Dan sekarang ini – jiwa dan ragaku sendiri. Demikianlah paksaan yang kupaksakan pada diriku sendiri. Kupaksakan diriku menjalani kekejaman dan pembunuhan  agar orang yang ada di bumi yang kuinjak ini tak perlu lagi berbuat seperti itu – agar mereka itu dengan langsung bisa menikmati kemanusiaan dan kemerdekaan”

 

  • Bersumpah

Sumpah yang dilakukan oleh Darsono tunangan dari adiknya saaman yang Bernama salamah yaitu berjanji untuk tidak jadi militer yang membunuh orang banyak dan bersyukur bahwa pekerjaan yang ia lakukan tidak seberat militer yang harus mengorbankan nyawa dan seluruh dirinya kepada negara yang terdapat dalam bab ‘kabar maut’ pada halaman 131 yang berisikan:

“ aku malu pada diriku sendiri” bisiknya terlampau pelan

“malu selama ini aku merasa aman dan senang jadi pegawai kecil yang tak ada artinya – pegawai yang riang menerima gaji setiap bulan. Kemudia mengaso dirumah sehabis kerja. Ada juga membaca koran sedikit. Makan dan tidur teratur. Dan dengan hanya satu cita-cita: kawin! Kalau waktu kerja sudah dating: kerja remeh-remeh dikantor. Dan orang-orang lain, seumur dengan aku sendiri, mereka rela mempertaruhkan jiwa-raganya dikajusula untuk menembak Belanda!” ia menggeleng-gelengkan kepala.

“tapi aku sudah bersumpah pada diriku sendiri – aku tak mau jadi militer. Aku tak mau angkat senjata. Aku tak mau bila tanganku berlumuran darah manusia – sekalipun darah itu darah manusia yang mau membunuh diriku sendiri. Tidak – aku tidak mau. Namun, aku malu pada diriku sendiri. Aku malu pada mas Aman. Aku malu pada adik-adiknya”

 

  • Bertanggung jawab

Tanggung jawab yang dilakukan tokoh saaman dalam novel ini yaitu mengakui kesalahannya karena telah membunuh lebih dari 56 orang militer dan bertanggung jawab atas itu dan mendapatkan hukuman mati dan dipenjara. Terdapat dalam bab ‘pengakuan’ pada halaman 103 yang berisikan:

“pak – lebih baik berusaha memanjangkan umur. Aku kira masih ada kesempatan untuk – “

“minta ampun?”

“Ya, minta grasi”

“aku kira engkau gila. Aku kira aku takkan mungkin minta ampun”

“bapak masih muda”

“ya, aku kira lebih baik bapak mengajukan grasi”

“tidak”

“karena, kalau bisa diturunkan jadi hukuman seumur hidup”

“tidak”

“bapak bis acari akal untuk – “

“tidak”

“—melarikan diri –”

“terima kasih banyak”

“—dan bergabung diri dengan gerilya”

“tidak” kata saaman dengan tekanan

“bukti telah cukup jelas dan lengkap. Dan semuanya benar. Dan akupun sudah mengakui dosaku. Lebih dari limapuluh enam orang militer telah kubunuh. Barangkali lebih baik aku hidup sampai sini saja. Ya – barang kali itu lebih baik. Kawan, hidup ini tak kupinta. Dan matipun tak kupinta. Tapi segala kekejaman itu cukuplah kukerjakan. Terutama sekali – terutama sekali, diantara yang kubunuh itu ialah –”

“siapa?”

“—ialah –”

“—tapi biarlah. Cukuplah. Cukuplah. Aku rela mati – digantung atau ditembak atau dipacung. Mana saja, aku tak takut”

 

Dengan membaca novel Keluarga Gerilya karya Pramoedya Ananta Toer ini, kita dapat mengetahui nilai patriotisme yang dimiliki oleh berbagai tokoh dan menggerakan kita untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap tanah air seperti yang dilakukan pahlawan-pahlawan yang sudah runtuh di medan perang demi mempertahankan negara Indonesia. Maka dari itu kita harus mengaplikasikan dan meningkatkan nilai ini dikehidupan sehari-hari.

 

Referensi:

Kartini, Sri. 2020. Jiwa Patriotisme.  CV Alprin Finishing.

 

Ratnasari, Desi. 2020. “nilai patriotisme dalam novel lingkar tanah lingkar air karya ahmad tohari (tinjauan sosiologi sastra)”. skripsi. Makasar. Universitas Muhammadiyyah Makasar.

Pengertian Patriotisme dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia melalui https://kbbi.web.id/patriotisme

 

Ikuti tulisan menarik Zahra Adni Kamila lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler