x

Calon Presiden dari PDI Perjuangan Joko Widodo menerima nota kesepakatan dan hasil rapat dari salah satu kader PKB, di Jakarta (13/5). Dalam rapat tersebut PKB, juga menginstruksikan jajaran dan pengurus PKB seluruh Indonesia mengoptimalkan kekuatan

Iklan

Lucius Karus

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Ketika Tokoh-Tokoh Mendeklarasikan Dukungan Terhadap Pasangan Capres-Cawapres

Ketika para tokoh latah menyatakan dukungan mereka, saat bersamaan mereka sesungguhnya sama busuknya dengan pelaku politik saat ini

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kontestasi pilpres 2014  yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon menyebabkan situasi dan kondisi kampanye pilpres kali ini agak berbeda dari sebelumnya. Orang terpaksa harus memilih di antara dua kubu yang tersedia. Posisi ini menyebabkan dua kubu capres-cawapres serasa berada di titik ekstrem yang bertolak-belakang. “Kami” dan “Kita” melawan “Mereka”. Dengan hanya ada dua pasangan yang bertarung, otomatis tidak ada alternatif pilihan. Situasi pun menjadi ‘panas’.

Kondisi ekstrem tersebut mendorong masing-masing kubu untuk berlomba-lomba mengeluarkan jurus-jurus maut demi “mematikan” kubu lain sekaligus memenangkan kubunya. Mulai dari jurus kampanye visi-misi dan program, hingga pernak-pernik kampanye lain yang bernada satir, sinis, mengejek, memfitnah, mengkambinghitamkan, mengadili, memvonis, dan lain-lain. Semua itu dilakukan agar meraih simpati pemilih sebanyak mungkin pendukung agar bisa memenangi pemilu.

Selain jurus kampanye, strategi pemenangan juga dilakukan dengan mengajak atau merekrut figur-figur populer untuk mendukung capres-cawapres tertentu. Beberapa tokoh masyarakat sudah mendeklarasikan dukungan mereka pada salah satu pasangan. Para tokoh ini merasa perlu menyampaikan sikap politiknya ke publik karena dukungannya diharapkan bisa menjadi pemicu keputusan serupa dari para pengikutnya. Para tokoh tersebut dengan yakin memberikan alasan untuk pilihan mereka. Umumnya mereka mengakui keputusannya mereka disebabkan oleh adanya kesamaan platform perjuangan. Ada juga yang tertarik pada tampak permukaan sosok capres-cawapres.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagi capres-cawapres, dukungan para tokoh masyarakat akan mempermudah tim kampanye untuk meraih dukungan dari orang-orang yang menjadi pengikut atau anggota organisasi dengan sang tokoh. Pertimbangan capres-cawapres dalam menarik dukungan para tokoh pasti bukan karena alasan-alasan kapasitas personal sang tokoh semata. Bahkan kapasitas personal sama sekali jauh dari pertimbangan dalam proses itu. Sifat pragmatisme politik yang mengakar pada parpol umumnya dan tim kampanye khususnya tak peduli dengan integritas orang-orang. Bagi mereka potensi sang tokoh dalam menambah jumlah pendukung yang menjadi alasan.

Jadi para tokoh semestinya tak perlu ge-er dengan deklarasi dukungannya yang disambut meriah oleh capres-cawapres. Dibalik euforia tim kampanye dan capres-cawapres terhadap pernyataan dukungan sang tokoh, tak ada apresiasi khusus untuk kapasitas dan integritas sang tokoh. Yang ada hanya kegembiraan karena peluang sang tokoh mendongkrak suara dari para pengikutnya.

Demikianlah yang terjadi ketika capres-cawapres ramai-ramai mendeklarasikan dukungan dari tokoh-tokoh, artis, kelompok buruh, dan lain-lain. Pesta tim kampanye bukanlah apresiasi atas kapasitas personal mereka, tetapi karena melirik poin keuntungan dari pengikut tokoh-tokoh atau elit-elit organisasi masyarakat.

Dengan kata lain, para tokoh non-partisan yang mendukung capres-cawapres tertentu tak lebih dari komoditas, alat, bagi capres-cawapres dan timnya. Maka rasanya lucu jika para tokoh berpesta bersama capres-cawapres dan tim demi merayakan sesuatu yang sesungguhnya melecehkan martabat ketokohan mereka.

Di sisi lain, kelatahan mendukung capres-cawapres tertentu oleh tokoh masyarakat yang diharapkan memberikan pencerahan politik menelanjangi motivasi tersembunyi para tokoh untuk mendapatkan kekuasaan atau jabatan. Dengan mendeklarasikan dukungan, para tokoh sebenarnya sedang melakukan bargaining position dengan capres-cawapres, agar jika terpilih dalam Pemilu bisa diperhitungkan oleh Presiden dan Wakilnya. Jadi ini hanya bukti bahwa pragmatisme yang melanda politik kita saat ini tak terlekakkan ketika pilar-pilar masyarakat sipil juga berpendirian rapuh di hadapan nikmat kekuasaan.

Pemilu biasanya mengenal asas bebas dan rahasia. Dua asas ini sebenarnya mengisyaratkan bahwa pilihan politik individu terkecuali anggota partai maupun tim kampanye, mesti mengacu pada asas-asas ini. Jadi para tokoh non parpol atau non tim kampanye tak perlu mengumbar pilihan politik pribadinya, karena pada saat bersamaan deklarasi itu berdampak terhadap pilihan politik para pengikutnya.

Pendidikan politik yang ideal seharusnya menempatkan para tokoh masyarakat non parpol/tim kampanye pada posisi strategis untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat. Pencerahan itu tidak dilakukan dengan buru-buru mendeklarasikan dukungan pada pasangan capres tertentu. Akan tetapi bagaimana para tokoh merangsang masyarakat untuk bisa menentukan pilihannya secara bebas dan bertanggung jawab.

Ketika para tokoh latah menyatakan dukungan mereka, pasa saat bersamaan mereka sesungguhnya sama busuknya dengan pelaku politik saat ini. Mereka memperdaya pengikutnya untuk kepentingannya sendiri tanpa upaya memberikan pendidikan politik yang benar pada masyarakat. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa para tokoh tersebut “memperalat” pengikutnya untuk mengejar ambisi pribadinya.

Idealnya, para tokoh non parpol tak mendeklarasikan secara terbuka dukungannya pada capres-cawapres tertentu. Walau tak ada larangan, tetapi sebagai tokoh masyarakat semestinya deklarasi itu tak penting dalam usaha memberikan pendidikan politik yang benar. Para tokoh punya kewajiban untuk menyalurkan informasi yang benar dan jujur kepada masyarakat agar dalam pemilu bisa memberikan pilihan pada figur yang tepat. Dengan menyatakan dukungan secara terbuka, para tokoh meminggirkan kemampuan berpikir warga masyarakat sehingga mobilisasi melalui pendeklarasian terbuka sikap politik pribadinya dilakukan.

Ikuti tulisan menarik Lucius Karus lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler