x

Wisata Taman Nasional Sebangau/Diah Purnomowati.

Iklan

Diah Purnomowati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Juli 2023

Sabtu, 15 Juli 2023 18:42 WIB

Sensasi Berperahu di Air Hitam

Menyusuri labirin sungai gambut hitam dengan canoe memberi sensasi yang berbeda dengan menggunakan kapal besar. Memang, sanoe berpenumpang untuk lima orang penumpang itu tampak ringkih dan bergoyang-goyang ketika dinaiki. Ketika motor perahu dinyalakan, segala kekawatiran sirna terbawa angin.  

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Diah Purnomowati, Penikmat Perjalanan

Hujan deras dan petir menyambut kedatangan pesawat yang saya tumpangi menuju Bandara Tjilik Riwut, Kalimantan Tengah di senja awal Juli lalu. Badai di medio tahun? Siapa yang menduga? Pesawat terpaksa berputar-putar di atas kota Palangka Raya karena jarak pandang begitu pendek yang membuat kepala saya ikut berpusing, hingga akhirnya bisa mendarat. Ini kedatangan saya yang ke sekian kali di ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya memang memiliki tempat tersendiri di hati saya karena di sini tinggal sahabat semasa kuliah, Efrensia.

Saat ia mangajak untuk hadir di acara pernikahan anak bungsunya, keberatan pertama yang muncul dari seorang pensiunan pasti perkara ongkos. Soal waktu sih mudah diatur. Kebalikan saat masih kerja: dana ada, waktu tak leluasa. Namun bayangan indahnya travelling di wilayah yang tidak terlalu sering dikunjungi mengalahkan perhitungan finansial. Kesempatan untuk men-cas batere, merasakan suasana, pengalaman dan pengetahuan baru, sayang dilewatkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bersama Titi dan Reni, teman dan sepupu, perjalanan pun diatur agar kami bisa menikmati sungai dan hutan Borneo sebelum acara pernikahan. Beruntung saya kenal dengan Berdodi, dari Blue Betang Heart of Borneo Travel Adventure yang menyarankan untuk ikut wisata susur sungai menggunakan perahu kano bermotor. Jadi, itulah yang kami lakukan.  Perjalanan dimulai dari Dermaga Kereng Bangkirai menggunakan perahu dari Kelompok Perahu Getek Maju Mandiri binaan Taman Nasional Sebangau. Menurut Jami, si motoris alias tukang perahu bermotor, ada 15 orang yang tergabung dalam kelompok tersebut yang hidup dari mengantar turis dalam Kawasan Taman Nasional.

Sebangau diresmikan sebagai Taman Nasional hampir 20 tahun lalu untuk memperbaiki vegetasi hutan yang rusak karena illegal logging. Dengan luas hampir 570 ribu hektar, area ini dijadikan kawasan perlindungan lahan gambut di Kalimantan Tengah guna menjaga kekayaan flora dan fauna yang ada. Lewat konsep ecotourism dengan menjual wisata rimba, Sebangau ditawarkan pada turis asing maupun lokal untuk menikmati pelbagai aktivitas alam seperti susur sungai, trekking hutan, memancing, bird watching, atau berkemah.

Karena waktu terbatas, selain tenaga tidak lagi sekuat dulu, kami fokus untuk susur sungai saja. Saat tumpangan kami datang, saya sempat tercekat. Canoe berpenumpang 5 orang itu tampak ringkih dan bergoyang-goyang ketika dinaiki. Ternyata kuncinya satu: masuk perahu tanpa ragu-ragu. Sayang seorang teman, Nur, tidak bisa ikut karena kapasitas perahu terbatas.

Ketika motor perahu dinyalakan, segala kekawatiran sirna terbawa angin.  Susur sungai menembus rimbunan pohon rasau, sejenis pandan, memberi sensasi berbeda dengan susur sungai menggunakan kapal besar. Jami hafal jalur-jalur yang bisa dilewati, berkelok-kelok mengikuti labirin sungai Sebangau dan anak sungainya, Sungai Koran. Dipagari tanaman rasau di kiri-kanan, perahu membelah air gambut hitam yang jernih. Tidak ada bau asam, malah lamat-lamat tercium harum pohon rasau. Beberapa fauna seperti capung air, burung lokal berwarna merah-biru yang cantik, kupu-kupu ungu, burung walet melintas di jalur kami. Suara monyet dan burung bersahut-sahutan. Sayang, kami tidak bertemu orang utan, hanya tampak jejaknya lewat sarang di pucuk pohon. Sepanjang perjalanan, saya hirup nafas dalam-dalam meraup udara segar, barang yang sulit didapat di kota besar.

Kadang perahu terhenti karena tertahan tanaman rasau. Jami pun dengan tangkas mengeluarkan parang untuk membabat, sekedar agar canoe bisa lewat. Di pemberhentian pertama, kami menyempatkan masuk ke hutan untuk naik ke menara pandang. Titi dan Reni tersenyum bahagia. Trekking hutan ternyata tidak sesulit yang mereka bayangkan. Ada titian kayu yang dibangun sampai ke menara.  Bagi mereka yang masih kuat, tentu bisa melanjutkan perjalanan lewat tanah gambut untuk masuk ke tengah hutan.

Dari menara pandang, terlihat pelbagai tanaman kayu keras seperti Nyatoh dan Ramin sudah mulai meninggi. Jami bercerita ia selalu melarang turis mengganggu tanaman dalam kawasan konservasi tersebut sebagai bagian dari tanggungjawab pada pengelola Taman Nasional. Padahal, katanya, uang yang ia dapat ketika marak pembalakan liar, jauh lebih besar. Saat ini, ia mengandalkan penghasilan dari mengantar tamu yang ada hampir setiap hari. Di waktu senggangnya, nelayan ini menambah pendapatan dari menangkap ikan.

Di perhentian berikutnya, kami menaiki menara pandang yang digunakan oleh petugas taman nasional untuk memantau kebakaran hutan.  Dari ketinggian, tampak kehijauan tanaman rasau diseling padang rumput. Tampak juga lahan yang masih kerontang. Agaknya pemulihan hutan dari pembalakan liar perlu waktu berpuluh tahun. Kami hanya mampir sejenak di guest house, tidak melanjutkan perjalanan ke jembatan dan camping ground. Hari makin terik dan kami perlu bersiap untuk acara kondangan.

Dalam perjalanan kembali ke dermaga, Titi melorot di kursinya. Topinya menutupi muka, mata terpejam. Tidur yang nyaman di atas air.  Perjalanan kurang dari 3 jam ini sungguh berkesan baginya yang baru pertama kali menginjak bumi Kalimantan Tengah. Benarlah, bila ingin mendapat pengalaman baru, cobalah eksplor daerah yang belum pernah dikunjungi. Seperti kata Dalai Lama “Once a year go to some place you’ve never been before”.

 

 

Ikuti tulisan menarik Diah Purnomowati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu