x

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan (kiri), Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kedua kiri), Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (tengah), Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (kedua kanan) dan Plt Ketua Umum PPP Mardiono (kanan) berbincang usai silaturahmi partai koalisi pendukung pemerintah dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 2 Mei 2023. Dalam silaturahmi tersebut mereka juga membahas kondisi bangsa terkini serta sejumlah isu-isu strategis. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 14 Agustus 2023 07:32 WIB

Setelah Koalisi Indonesia (tidak lagi) Bersatu

Koalisi Indonesia Bersatu akhirnya pecah. PPP mendukung Ganjar, sedangkan Golkar dan PAN mendukung Prabowo. Namun, pada akhirnya kelak, koalisi besar akan kembali, sebab kompetisi Prabowo dan Ganjar--di luar keikutsertaan Anies Baswedan--hanyalah untuk menentukan siapa yang memegang kemudi RI-1.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Koalisi Indonesia Bersatu pada akhirnya tidak lagi bersatu. Aspirasi politik ketiga partai di dalamnya, khususnya terkait pencapresan, tidak sama. Koalisi ini ternyata tidak mampu mempertahankan kesatuannya, bahkan sebelum pendaftaran capres dimulai. PPP lebih dulu menyatakan diri mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres yang diusung PDI-P, sedangkan Golkar dan PAN akhirnya memilih untuk mendukung Prabowo Subianto yang dicalonkan Gerindra.

Elite Golkar, PAN, dan PPP dipaksa untuk mengakui realitas politik bahwa mereka tidak mampu mengusung pasangan capres-cawapres sendiri sekalipun dari sisi penguasaan kursi di parlemen sangat memungkinkan. Ketiadaan figur internal yang berpotensi menjadi daya tarik pemilih menjadikan nilai kecukupan kursi itu tidak cukup berarti. Ketiga partai politik tersebut, apa boleh buat, hanya dapat berperan sebagai pendukung calon dari partai lain.

Realitas politik tersebut boleh jadi terasa pahit bagi para elite ketiga partai politik itu. Ketiga partai sudah lama berkecimpung di jagat politik tapi tidak mampu mengusung calon sendiri. Airlangga Hatarto yang dicalonkan Golkar ternyata tidak cukup mampu menarik perhatian masyarakat. Upaya untuk mendongkrak popularitas Airlangga tidak cukup membuahkan hasil. Sementara itu, dua partai lainnya tidak memiliki figur alternatif untuk dicalonkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pecah kongsi akhirnya jadi pilihan, sebab ketiga partai tampaknya ingin tetap berada di pemerintahan pasca pemilihan 2024 nanti. Mereka tidak mampu mempertahankan ambisi untuk mengusung capres sendiri. Mereka harus menghadapi kenyataan pahit ini, sehingga pilihannya adalah bergabung dengan partai lain yang, dalam penilaian elite partai, memiliki peluang besar untuk menang. Pilihan yang berbeda antara PPP dengan PAN-Golkar itu menunjukkan hasil kalkulasi yang berlainan.

Politik itu dinamis, begitu kata para politisi. Istilah dinamis dimaksudkan untuk menggambarkan bahwa keadaan dapat berubah kapan saja. Dan memang itulah yang terjadi, namun yang dimaksud dengan dinamis itu sesungguhnya lebih merujuk pada kalkulasi menang-kalah dalam pemilihan presiden dibandingkan pada perbedaan mendasar sudut pandang dalam memandang masa depan negeri ini dan bagaimana menanganinya. Meskipun demikian, ujung dari perbedaan koalisi ini kelak akan berakhir pada pemerintahan yang satu juga.

Pragmatisme menang-kalah lebih menjadi pertimbangan bagi elite partai dalam menentukan pilihan untuk bersekutu dengan partai mana. Tidak ada pertimbangan yang lebih serius dibanding itu. Bahkan, bukan tidak mungkin, kedua koalisi baru ini, yaitu Gerindra-PKB-PAN-Golkar dan PDI-P-PPP, akan bersatu kembali setelah pilpres dan pileg berakhir dengan kemenangan salah satu dari dua capres itu: atau Prabowo atau Ganjar. 

Hal itu dapat terjadi karena seluruh partai tersebut merupakan tulang punggung pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini. Mereka memang memperebutkan kursi RI-1, namun setelah pertarungan selesai, mereka akan rujuk kembali dalam satu pemerintahan yang sama, persis seperti apa yang terjadi dalam pilpres dan pileg 2019. Prabowo dan Jokowi telah memberi contoh, dan elite politik lain dari keenam partai tersebut akan mengikuti jejak keduanya. Di luar keikutsertaan Anies Baswedan, pertarungan Prabowo dan Ganjar hanyalah menentukan siapa yang jadi RI-1 untuk menjadi nakoda pemerintahan bersama kelak. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu