Prabowo Pilih Gibran Demi Pemilih Muda atau Bayang-bayang Jokowi?

Rabu, 1 November 2023 19:45 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gibran seolah menyeruak begitu saja tanpa terduga. Dia gercep naik menjadi walikota Solo atas “ajakan” PDIP, dan lalu leluasa manggung ke pentas calon wakil presiden RI melewati banyak senior yang telah malang-melintang di dunia perpolitikan.

‘Tenang Pak Prabowo, Tenang…. Saya  sudah ada disini!”, begitu orasi pidato politik Gibran Rakabuming Raka yang muncul viral belakangan di media sosial. Karuan saja langsung bisa jadi viral karena setelah digaet capres Prabowo Subianto, Gibran selain mewakili sosok anak muda, bahkan akan menjadi orang termuda yang pernah mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden Republik ini.

Orasi politiknya itu bisa dimaknai dengan beragam arti; bisa diartikan sebagai kehadiran sosok anak muda. Namun juga dapat diartikan sebagai kehadiran sebuah kekuatan politik baru yang melawan arus mainstream komando politik partai. Dan tentu saja dengan segala kekuatan di belakang layar yang mendukungnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tentu kita maklum dan tidak heran, setelah gercep-nya naik menjadi walikota Solo atas ajakan PDIP, kini ia bisa leluasa manggung ke pentas calon wakil presiden RI dengan melewati banyak senior gaek yang telah malang melintang di dunia perpolitikan. Mau tidak mau orang akan menyangkutpautkan dengan PDIP yang telah membesarkannya dan tentu saja andil nama besar Joko Widodo atau Jokowi, ayahnya yang tidak lain adalah Presiden-nya Republik Indonesia saat ini.

Tentu saja banyak senior yang kecewa karena dilangkahi karirnya oleh si anak muda ini, tapi mau bilang apa. Politik, ya, begini modelnya. Pragmatis, kalau ada kesempatan ya diambil, meskipun ia sebenarnya kader dari partai lain yang kini malah menjadi saingan beratnya. Toh, bisa dikompromikan atau dikomunikasikan, setidaknya itu jawaban paling diplomatis yang selalu di ucapkan Gibran setiap kali ditanya orang. Apakah PDIP mengizinkan kadernya maju melangkahi sendika dawuh pimpinan umum PDIP yang tidak lain adalah Megawati Soekarno Putri.

Padahal ketika Ganjar Pranowo yang kini telah dipilih PDIP secara aklamasi, dahulu membangkang dengan mengajukan diri menjadi capres sebelum akhirnya dipilih (karena elektabilitas), partai berlambang banteng moncong putih itu bukan cuma kebakaran jenggot, bahkan kebakaran kandang. Ganjar dibawa rame-rame dan disidang, didesak untuk jangan macam-macam sebagai kader, jangan melangkahi rencana besar partai dan pimpinan umum.

Tapi realitas terbalik justru terjadi ketika Gibran naik, meski Ketua DPP PDIP Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat bahkan sampai merasa gagal sebagai kader partai karena putra sulung Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) naik menjadi bakal calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto. Padahal, ia selalu menyuarakan dan menanamkan tiga hal kepada para kader PDIP di Sekolah Partai, yakni disiplin, loyal, dan ikhlas.

Bahkan Djarot sampai harus mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ayahnya Gibran agar tak menggunakan instrumen negara untuk mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Senin (30/10/2023).

Menurut Djarot banyak kadernya yang sedih dengan sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Khususnya setelah Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden (cawapres)-nya Prabowo Subianto. Namun ia menegaskan, partai berlambang kepala banteng itu tidak baperan dengan yang terjadi terhadap Jokowi. Bahkan, PDIP tetap menyampaikan komitmennya mengawal pemerintahan Kabinet Indonesia Maju hingga periodenya berakhir.

Garis Komando yang Tidak Lagi Tegak Lurus

Apakah garis komando Jokowi, dan saat ini Gibran yang dianggap membangkang memang tidak lagi tegak lurus dengan partai pembesutnya?. Dan itu artinya periode dominasi Megawati dan PDIP sudah waktunya berakhir?

Bagaimanapun Jokowi sebagai Presiden juga merupakan kader loyal PDIP sejak lama, bahkan publik selalu menilainya seolah berada dibawah bayang-bayang besar PDIP dan tentu saja Megawati sebagai ketumnya.

Kini Jokowi mungkin merasa tidak lagi harus kuatir jika PDIP tidak lagi berada di sisinya, setelah keputusan Gibran maju dalam pilpres 2024. Ia telah memiliki kendaraan sendiri bersama Prabowo, soal kalah menang itu sudah menjadi risiko jika berpolitik.

Jabatan sebagai Walikota Solo adalah prestasi terbaiknya sejauh ini. Dan bukan tidak mungkin jejak politiknya juga tidak akan mudah hilang sekalipun ia kalah dalam pilpres mendatang. Kan masih ada Gerindra? Kan anak bekas Presiden. Kurang lebih itu kekuatan yang tidak bisa diabaikan begitu saja.

Bibit penolakan Jokowi sebenarnya sudah mulai terlihat sejak lama, seperti diutarakan Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP, Adian Napitupulu yang mengungkapkan awal masalah antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Permasalahan tersebut bermula dari penolakan PDIP terhadap permintaan Jokowi untuk memperpanjang jabatan.

"Ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak. Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui," PDIP menolak perpanjangan masa jabatan presiden, karena hal tersebut melanggar konstitusi. Sebab dalam  Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan,"ujar Adian lewat keterangannya, Rabu (25/10/2023).

Meskipun pernyataan itu ditolak Puan Maharani. "Nggak, nggak pernah setahu saya. Nggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode," ujar Puan di  Kantor Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Sebenarnya jauh sebelum itu, kita tentu masih ingat ketika bibit itu sudah mulai muncul saat Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menegaskan kalau PDIP berperan penting terhadap karier Presiden Joko Widodo. Penegasan itu disampaikan Megawati saat memberikan pidato politik dalam peringatan HUT ke-50 PDIP di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1/2023).

"Pak Jokowi itu ngono lho mentang-mentang, lah iya padahal Pak Jokowi kalau gak ada PDIP kasihan, dah," kata Megawati seraya bertepuk tangan. Merespons pernyataan Megawati, Jokowi hanya tersenyum ketika itu.

Namun setelahnya manuver-manuver politiknya dimainkan di ruang politik dan di ruang publik dengan bersahaja. Tentang sosok berambut putih yang suka kerja, orang istana, orang elit, semuanya sedang dimainkan dengan sangat hati-hati dan halus. Bisa sebagai bentuk dukungan atas tokoh yang dimaksud, namun juga bisa diartikan sebagai bentuk perlawanan. Siapa bisa menduga?

Kembali pada cerita Gibran, keputusannya untuk naik ke pentas dengan melangkahi partai besutannya, dianggap oleh banyak kalangan sebagai langkah politik yang mengejutkan. Apalagi rumor yang muncul sejak lama, saat pertemuan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, Jumat (19/5/2023) malam di  angkringan Omah Semar, Solo.

Prabowo datang bersama Gibran disertai sejumlah pengurus partai Gerindra Solo dan perwakilan relawan Jokowi. Menurut Prabowo, kehadirannya ke Solo ketika itu hanya untuk makan malam. Dan Prabowo kembali menegaskan tidak ada agenda khusus dalam pertemuannya dengan Gibran. Demikian juga kata Gibran yang membenarkan jika agenda tersebut berkaitan dengan pelaksanaan musyawarah rakyat (Musra) yang diselenggarakan oleh sukarelawan Jokowi dan sukarelawan Gibran di Jakarta beberapa waktu lalu.

Nah, benarkah demikian? Politik memang bisa terbolak-balik, bahkan drama konflik kehidupan para artis yang riuh di televisi dan medsos yang menjengkelkan dan kadang-kadang ngawur karena ternyata di rekayasa, apalagi politik.

Langkah Terakhir Prabowo  Merebut Suara Anak Muda?

Jika langkah Prabowo maju dan memilih anak muda untuk kedua kalinya gagal, apakah akan menjadi pengalaman politiknya di pentas Pilpres? Jawabannya —Maybe yes, Maybe no!.

Di pilpres sebelumya Prabowo Subianto menggandeng Sandiaga Uno, sosok anak muda, pengusaha sukses dan bersih. Publik seperti menemukan alternatif sosok pemimpin muda baru, hanya sayangnya pengalaman politik Sandi ketika itu masih dianggap muda, semuda usianya meskipun di sandingkan dengan Prabowo. Tentu saja harapan Prabowo yang paling sederhana, setidaknya pilihannya pada sosok Sandy adalah keberpihakan para pemilih muda agar merapat dalam barisannya.

Sayangnya, publik mungkin masih terbawa euphoria sosok Jokowi yang kehadirannya pertama kali begitu bombastis, dan menjadi media darling. Atau, Jokowi telah memiliki kekuatan, lingkaran politik yang telah dibentuknya selama lima tahun periode pertamanya.

Logisnya, kerjanya memang sudah terlihat dan terbukti. Dan kekuatannya untuk menggerakkan semua instrumen pendukung kekuatan juga lebih siap dan solid dan sudah terbentuk karena masih dipenuhi kepastian dengan jabatannya sebagai presiden yang sedang dipegangnya dalam periode pertamanya. Sehingga siapapun pendukung yang berpikir pragmatis akan menganggap memilih Jokowi lebih punya kepastian daripada memilih paslon lain yang belum teruji sekalipun punya pengalaman dan kepiawaian berpolitik.

Maka jadilah hal itu menjadi pengalaman berulang kekalahan kubu Prabowo untuk kesekian kalinya. Dan pengalaman pilpres 2019 memberikan banyak catatan kepada publik bagaimana perlawanan Prabowo atas kekalahannya itu, yang secara kalkulasi memang cukup jomplang selisihnya.

Namun sebagai senior politik yang sudah banyak makan asam garam, Prabowo tidak mau menyerah kalah. Bahkan setelah proses pencarian calon wakil presiden sebagai pendampingnya yang panjang, Prabowo akhirnya kembali memilih anak muda, diantara tokoh muda lainnya seperti Erick Tohir, Sandiaga Uno, dan lainnya. Intinya Prabowo tetap akan menggunakan tokoh muda untuk bisa mengimbangi manuver politiknya yang terlihat dewasa atau ada yang menyebutnya “tua, mapan”. Pilihan outfitnyapun terkesan itu-itu saja yaitu jas atau baju safari berkantong empat dan berwarna krem, coklat, atau putih.

"Kalau saya jadi timsesnya Pak Prabowo hal pertama yang saya ganti dengan dari Prabowo itu adalah kostum, jangan lagi putih, krem, cokelat, orang bosen ngeliatnya, masa dari tahun 2014 itu itu lagi," kata pengamat politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio. Meskipun Prabowo memilihnya karena alasan historis ala Soekarno-Hatta. Maka jadilah kehadiran Gibran diharapkan akan memberikan efek perimbangan.

Dan Prabowo maupun Gibran sendiri seolah mengabaikan segala omong kosong orang tentang pembusukan politik yang mengatasnamakan kekuatan anak presiden, atau upaya membangun dinasti politik, sesuatu yang buruk, bahkan menjadi sesuatu yang jamak terjadi dalam politik meskipun sebenarnya tabu.

Bahkan di era Presiden sebelumnya Soeharto, dinasti itu juga kuat mengakar, meskipun tidak ada yang sekuat ambisi Gibran dan mungkin ambisi barisan pendukung dibelakangnya agar Gibran bisa melenggang hingga sampai ke tangga calon wakil presiden setelah lompatan sukses pertamanya sebagai Walikota Solo. Langkah yang kurang lebih sama kuatnya seperti Jokowi, ketika melaju dari Walikota Solo, menuju Jakarta 1 dan RI 1 setelahnya dengan sangat mulus.

Apakah Gibran akan mengikuti langkah itu?. Apakah hanya kekuatan anak muda sebagai penyokongnya, atau adakah barisan besar di belakangnya yang sekali lagi juga berpikir sangat pragmatis untuk memilih calon yang memiliki sedikitnya kekuatan kyang lebih pasti dan meyakinkan dari calon lainnya, karena lagi-lagi, diluar kekuatan Prabowo Subianto plus Gibran Rakabuming Raka, juga tersembunyi bayang-bayang ayahnya?

Terlepas dari semua itu seperti harapan Anies Baswedan bakal capres Koalisi Perubahan yang menitipkan pesan kepada Jokowi saat hadir dalam makan siang di Istana Merdeka pada Senin, 30 Oktober 2023. Anies Baswedan meminta agar Presiden Jokowi menjaga netralitas di Pemilu 2024 nanti.

Jokowi sudah merespon hal tersebut dengan baik. Jokowi disebut akan mengumpulkan pejabat gubernur, walikota, bupati, hingga TNI, polisi, seluruh aparat untuk menyampaikan netralitas dalam pesta demokrasi mendatang. Lebih lanjut, Anies menegaskan jika pesan tersebut sifatnya penting agar Pilpres mendatang bisa berjalan dengan aman dan damai. Dan selanjutnya markiwal --mari kita kawal, agar Pilpres 2024, memang damai adanya.

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Hanif Sofyan

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler