x

Sejumlah biksu Sangha Theravada menerima sedekah berupa makanan dan uang dari umat Budha saat ritual pindapata di Jalan Pemuda, Kota Magelang, Jawa Tengah, 21 Mei 2016. Puluhan biksu berjalan dari klenteng Liong Hok Bio menuju kawasan Pecinan di Mage

Iklan

Redaksi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Tri Suci Waisak Sebagai Hari Kemenangan

Inti dari upacara ruwatan adalah upaya menghimpun energi positif supaya tetap mengalir untuk mengeliminir energi negatif.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tri Suci Waisak sebagai hari kemenangan yang sesungguhnya menang. Kemenangan tanpa menelan korban pihak manapun.  Pada Purnama Bulan Waisak pertapa Siddharta Gotama menang, bebas dan lepas dari segala bentuk penjajah yang membelenggu setiap kehidupan, sejak jaman kuno hingga jaman kini paling modern. Penjajah itu adalah, kekotoran batin berupa sifat-sifat kebencian, keserakahan, kedunguan (Lobha, Dosa, Moha).

Indahnya bangsa dipengaruhi indahnya negara. Indahnya bangsa dan negara dipengaruhi alam semesta. Dunia, bangsa, negara, alam, indahnya tergantung pada  manusia-manusia penghuni yang merawatnya. Manusia indah, dapat dilihat dari pikiran, ucapan, dan perbuatannya. Tinggal mau atau tidak merawat dengan niat indah sebagai manusia. Merawat yang indah cara menyentuhnya dengan rasa cinta. Jika menyentuh tanpa rasa cinta, artinya bukan merawat, tetapi merusak, mengutuk, mengamuk, menuduh, menuding, dan menjarah. Usaha merawat itu dalam tradisi Buddhis salah satunya Pindapatta.

Pindapatta adalah tradisi peduli budaya puja, kebiasaan saling memberi dengan hormat dan berhati-hati. Ajaran ini sudah menjadi dasar bagi mayarakat buddhis sejak jaman Sang Buddha 2600 tahun yang lampau. Pindapatta adalah kegiatan yang melibatkan para bhikkhu berjalan tanpa alas kaki dan menerima puja berupa 4 kebutuhan pokok yaitu, “sandang, pangan, papan, obat-obatan”, dari umat dan masyarakat untuk mereka mendapatkan berkah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pindapatta ini hanya dilakukan sekali dalam sehari atas undangan umat dan masyarat. Waktunya dimulai dari matahari terbit hingga jam sebelas (11.00) siang. Oleh karena para bhikkhu dalam 24 jam hanya makan 1-2 x saja antara jam 06.00-12.00 siang waktu setempat. Selebihnya tidak makan lagi sampai keesokan harinya. Hal ini sesuai dengan peraturan tata tertib hidup kebhikkhuan yang terdapat di dalam kitab Vinaya Pitaka.

Ketika dimuka bumi masih berbudaya puja tradisi, peduli antar sesama hidup, saling hormat, gotong royong, tolong menolong, kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama Negara tenteram dan damai. Jadi pindapatta adalah tradisi peduli budaya puja berasaskan tolong menolong, bukan tolong menyolong.

Panitia Gema Tri Suci Waisak Nasional 2560 menyelenggarakan pindapatta dan tradisi sesaji budaya puja abhisekha secara buddhis. Masyarakat luas menyebutnya dengan istilah indah “ruwatan”. Juga doa keselamatan bangsa secara lintas agama, lintas budaya yang berlokasi di plataran museum Fatahilah, Kota Tua Jakarta..

Inti dari upacara ruwatan adalah upaya menghimpun energi positif supaya tetap mengalir untuk mengeliminir energi negatif. Menurut bhikkhu Dhammasubho Mahathera ketua dewan sesepuh Sangha Theravada Indonesia, dalam tradisi buddhis ““Abhisekha” (Ruwatan) adalah salah satu cara menghimpun energi positif lewat jalur budaya puja mantra hal ini bertujuan untuk menggali dan menemukan kembali energi positif yang oleh masyarakat terasa hilang.”

Ditengah era ruwet, abad sibuk, jaman reformasi, generasi dominan saintis serba mesin. Manusia bekerja dengan mengikuti cara mesin, sedangkan mesin tidak mempunyai perasaan. Menempatkan harga materi diatas harga diri dan tidak merasa risih harga diri jatuh demi materi. Akibatnya terjadi pembunuhan dimana-mana, terkadang diatas namakan demi agama. Pindapatta dan Ruwatan salah satu upaya memuliakan hidup. Seperti Tuhan memuliakan ciptaanNya.

Dunia akan selamat oleh orang-orang yang malu berbuat jahat dan takut akan akibatnya. Orang-orang akan selamat, bukan dengan “pagar kawat berduri”, melainkan dengan “pagar hati” yang membuat seseorang takut dengan dirinya sendiri dan tau makna cinta yang sebenarnya, benar. Untuk itu Sangha Theravada Indonesia memilih tema Waisak 2560/2016 “Cinta Kasih Penjaga Dunia”.

Selamat Tri Suci Waisak 2560/2016

Semoga semua mahkluk berbahagia.

*) Artikel ini merupakan rilis dari Pindapatta Gema Waisak 2560/2016

Ikuti tulisan menarik Redaksi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu