x

Iklan

Erin Noviara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

HarPelNas2016: Hak Pelanggan Industri Pangan Belum Terpenuhi

Industri makanan dan minuman tengah marak di Indonesia. Ketika produk sudah diterima pasar, masih ada faktor keamanan pangan yang harus dipenuhi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hari Pelanggan Nasional yang diperingati setiap 4 September, awalnya merupakan ide yang dicetuskan oleh konsultan pemasaran Handi Irawan dari Frontier, seperti dikutip dari Beritagar.id. Untuk pertama kalinya, Hari Pelanggan Nasional diresmikan oleh Presiden RI ke-5, Megawati Soekarnoputri pada tahun 2003. 

Gagasan utamanya adalah bahwa istilah pelanggan merujuk pada suatu relasi kuat individu/organisasi dengan produsen/perusahaan, di mana pelanggan sebagai pengguna layanan dari perusahaan yang sifatnya konstan. Ini berbeda dengan istilah 'konsumen' yang diterjemahkan memiliki pola hubungan yang lebih bersifat kondisional. Di tingkat nasional, kita memiliki hari konsumen (diperingati setiap 20 April) dan hari pelanggan (diperingati setiap 4 September).

Salah satu industri yang tengah marak di Indonesia adalah bisnis di bidang makanan dan minuman. Pelakunya bisa berasal dari level ekonomi bawah hingga atas. Faktor tumbuhnya kelas menengah, perubahan kebiasaan konsumsi masyarakat yang ingin serba praktis, serta kondisi geografis Indonesia yang berada di wilayah tropis juga turut mendukung sektor bisnis di bidang pangan ini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Akibat faktor alam tadi, Indonesia memiliki karakteristik tanah dan keanekaragaman hayati yang melimpah sebagai bahan baku makanan. Ditambah dengan kekayaan dan keragaman budaya termasuk kuliner, maka lengkap sudah syarat terciptanya industri makanan yang potensial di Indonesia.

Pelaku usaha pangan ini beraneka ragam, mulai dari penjual makanan keliling, warung makan, serta jajanan kaki lima untuk level bawah atau biasa disebut sektor UMKM (usaha mikro kecil dan menengah). Di level menengah ke atas ada pengusaha kafe dan restoran, industri pangan domestik dalam bentuk pabrik atau rumah tangga (home industry). Berbekal modal dan ide kreatif, setiap orang bisa terlibat di dalam bisnis pangan. 

Dalam mendirikan suatu bisnis dan berupaya meraih konsumen, selalu ada feedback yang terjadi, entah produk tersebut disukai atau tidak. Ketika produk mereka sudah diterima oleh pasar, ternyata pola hubungannya juga tidak berhenti sampai di situ saja. Masih ada faktor keamanan pangan yang harus dipenuhi oleh pelaku bisnis.

Dasar Hukum

Menurut informasi dari Foodreview.co.id, hak masyarakat sebagai konsumen telah diatur dalam UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasal 4. Pemerintah juga telah mempertegas peraturan yang ada seperti yang tercantum pada UU no 23 tahun 1999 tentang Kesehatan, bab Pengamanan Makanan dan Minuman pasal 21 ayat 2 menyatakan bahwa “setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi (salah satunya) dinyatakan dalam poin c, harus mencantumkan tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa”.

Selain aturan bagi produsen, konsumen juga harus ikut bertanggung jawab sebagaimana diatur dalam UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Di situ dijelaskan bahwa sebelum mengkonsunsi/membeli suatu produk, konsumen diwajibkan untuk “membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang/jasa demi keamanan dan keselamatan (pasal 5 b)”. 

Ancaman Keamanan Pangan bagi Konsumen/Pelanggan

Ironisnya, pertumbuhan sektor bisnis pangan di Indonesia tidak disertai pengawasan yang memadai. Berbagai catatan kelam kerap mewarnai industri yang berkontribusi paling besar terhadap laju perekonomian Indonesia ini, di mana menurut data Kemenperin RI pertumbuhannya sebesar 8,16% per tahun. Di antaranya:

1. Kasus pangan kadaluarsa masih sering ditemukan di pasaran, terutama pada produk snack/makanan ringan dan bahan baku pembuatan kue seperti tepung terigu dan lain sebagainya.

2. Zat kimia aditif yang membahayakan konsumen masih banyak ditemukan, terutama di pasar tradisional, meliputi bahan pengawet formalin dan boraks, dan bahan pewarna tekstil untuk makanan misalnya Rhodamine B.

3. Faktor kemasan makanan yang sering disepelekan, contohnya penggunaan kertas bekas koran, plastik dan styrofoam. Selain mengandung bahan kimia berbahaya, juga banyak bakteri patogen yang dapat mencemari produk pangan.

4. Rendahnya kesadaran produsen untuk menjaga keamanan komoditas pangan yang mereka produksi, hanya semata-mata demi keuntungan bisnis.

5. Lemahnya kontrol dari regulasi yang ada, terutama pada level UMKM yang meliputi pabrik dan industri rumah tangga.

Sejumlah catatan kelam tersebut seyogyanya direspon secara serius oleh para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah sebagai regulator, dan tentunya oleh para produsen, baik skala kecil, menengah, maupun besar sebagai pelaku usaha dalam industri pangan. 

Tingginya persaingan memaksa produsen menghalalkan segala cara untuk meraup keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan hak-hak konsumen atau pelanggannya. Di Hari Pelanggan Nasional inilah, diharapkan menjadi momen refleksi yang tepat bagi para produsen untuk semakin peduli dan mengoptimalkan pelayanan baik berupa barang maupun jasa kepada para pelanggan. 

Ikuti tulisan menarik Erin Noviara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu