x

DEMO 4 NOVEMBER

Iklan

Antoni Putra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Skandal Ahok dan Perilaku Adil

Aksi ini tentu menggambarkan bahwa isu agama merupakan permasalahan yang mampu menggiring banyak orang untuk berdemonstrasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh calon gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), telah melahirkan amarah dari umat muslim di berbagai daerah. Sebagian umat muslim beranggapan bahwa apa yang dilakukan Ahok tersebut merupakan perbuatan yang tidak dapat dimaafkan, sehingga ia harus dihukum.

Sebagai akibat dari amarah tersebut, berbagai seruan pun di lontarkan, baik melalui ceramah-ceramah di mesjid, maupun melalui media sosial, agar umat muslim melakukan unjuk rasa akbar yang bertajuk Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Aksi ini tentu menggambarkan bahwa isu agama merupakan permasalahan yang mampu menggiring banyak orang untuk berdemonstrasi.

Memang, demonstrasi merupakan hal yang tidak dapat dhindarkan dalam sebuah negara demokrasi. Bahkan Imam Nawawi pernah berkata " barang siapa yang mendiamkan kemungkaran seorang pemimpin lalu menunjukkan sikap rela, setuju, atau mengikuti kemungkaran tersebut, ia telah berdosa." Perkataan tersebut menunjukan bahwa tugas dari umat muslim adalah mengingatkan pemimpin bila ia telah melenceng dari jalur kebenaran. Dalam konteks itulah yang tengah dilakukan umat muslim saat ini, yaitu mengingatkan pemimpin agar menindak siapapun yang di duga telah melenceng dari kebenaran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun, yang menjadi pertanyaa saat ini adalah apa benar demonstrasi akbar yang dilakukan tersebut murni terjadi atas dasar dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, mengingat saat ini, salah satu calon gubernur DKI Jakarta tersebut tengah mempersiapkan diri dalam pertarungan memperebutkan kursi DKI Jakarta 1 pada Pilkada 2017 mendatang.

Kepentingan Politik

Bila kita berbicara mengenai Ahok, tentu tidak dapat dipisahkan dari status non-muslim yang melekat kepadanya. Bahkan dengan predikat non-muslim tersebut pula lah banyak umat muslim yang menolak Ahok ketika menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Kita tentu masih ingat bagaimana bencinya Organisasi Masyarakat (ormas) Front Pembela Islam (FPI) terhadap Ahok karena memimpin DKI Jakarta. Bahkan, ketidakrelaan FPI terhadap pemimpin yang dianggap "kafir", mereka sampai mengangkat Gubernur tandingan untuk menandingi Ahok. Tentu hal yang demikian mengambarkan bahwa kebencian terhadap Ahok telah sejak lama terpendam. Dan dikala ada isu penistaan agama yang dilakukan Ahok, kebencian mereka pun semakin menjadi-jadi. Isu penistaan agama ini bisa jadi dijadikan momen untuk menyuarakan kembali penolakan terhadap ahok, mengingat pada pilkada 2017, Ahok kembali maju sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.

Bila benar demikian, tentu hal ini mengambarkan bahwa perlakuan deskriminasi masih saja terjadi. Isu SARA (Suku, agama, ras, dan antar golongan) dijadikan sarana untuk memuluskan jalannya politik kepentingan. Tentu hal ini merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia yang dilindungi konstitusi.

Berlaku Adil

Tidak ada yang dapat melarang seseorang untuk mengutarakan pendapat dimuka umum, baik secara personal maupun bersama-sama melalui demonstrasi. Namun patut disadari, kebebasan berekpresi yang dibolehkan itu tidak boleh didasari oleh kebencian karena unsur SARA. Tidak boleh pula aksi demonstrasi itu untuk menyerang pribadi seseorang yang bertujuan untuk menjatuhkan harkat dan martabatnya di depan umum. Setiap orang harus mampu berlaku adil, baik itu kepada teman maupun lawan politik sekali pun.

Secara etimologis, adil artinya seimbang, tidak berat sebelah. Secara terminologis adalah meletakkan sesuatu pada tempatnya. Sementara lawan dari adil adalah zalim, yaitu menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Sekarang kita melihat gejolak amarah dari umat muslim di Indonesia atas dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok, namun belum tampak sekali pun umat muslim memberi apresiasi terhadap kebaikan yang dilakukan Ahok selama memimpin DKI jakarta.

Dalam konteks negara hukum, kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, hendaknya di selesaikan melalui proses hukum. Dalam kasus ini, sebagian umat muslim beranggapan bahwa Ahok telah melanggar Pasal 156a KUHP, dan agar prilaku adil sebagaimana tuntunan Islam terlaksana, maka kawal kasus ini dengan damai, agar permasalahan dapat terselesaikan dengan seadil-adilnya.

Namun, meski proses hukum tengah berjalan, dan presiden pun telah memerintahkan kepada Polri untuk meproses kasus penistaan agama tersebut, sebagian umat muslim yang sudah "terlanjur" membenci Ahok tetap melakukan serangan-serangan. Mereka seolah tidak memberikan kesempatan kepada Ahok untuk melakukan pembelaan diri, sebagaimana yang diatur didalam konstitusi.

Patut kita sadari, Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan sebuah negara yang terbentuk oleh banyak kepercayaan dan suku. Kemudian kita juga harus menghormati hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi, dimana salah satunya adalah terbebas dari perlakuan deskriminasi. Oleh sebab itu, berhentilah menyerang Ahok lewat media apapun, biarkan proses hukum yang akan menentukan apakah Ahok bersalah atau tidak. Dan sebagai bentuk prilaku adil, umat muslim yang "membenci" Ahok nantinya juga harus menghormati apapun hasil dari proses hukum yang sedang berjalan.

Oleh : Antoni Putra

(penggiat di Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik Universitas Andalas)

Ikuti tulisan menarik Antoni Putra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu