x

Warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menabur bunga di kantor KPK, Jakarta, Jumat, 13 September 2019.  Aksi tersebut sebagai wujud rasa berduka terhadap pihak-pihak yang diduga telah melemahkan KPK dengan terpilihnya pimpinan KPK yang baru serta revisi UU KPK. ANTARA/Sigid Kurniawan/wsj.

Iklan

Rohmat Eko Andrianto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 September 2019

Sabtu, 14 September 2019 16:01 WIB

Inikah Penyebab Jokowi Leluasa Menjinakkan KPK?

Kenapa Jokowi yang selama ini dianggap pro-kepentingan publik, kali ini justru mengabaikannya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sikap  Presiden Joko Widodo yang  nekat menjinakkan Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan kabar buruk bagi para  aktivis antikorupsi.  Hampir bisa dipastikan,  perang terhadap korupsi  akan mengalami kemunduran, bahkan  terhenti.

Pertama,  Jokowi mengabaikan tuntutan banyak pihak dengan  membiarkan hasil panitia seleksi calon pemimpin KPK  yang meloloskan Inspektur Jenderal Pol. Firli  Bahuri. Padahal Firli dinilai bermasalah karena melanggar kode etik  ketika bertugas di Komisi Antikorupsi.

Jokowi mengirim hasil seleksi itu ke Dewan Perwakilan Rakyat tanpa koreksi.   Dan seperti yang dicemaskan oleh para anti korupsi, Komisi Hukum DPR akhirnya menetapkan Firli sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kedua, Presiden Jokowi juga mengesampingkan tuntutan publik agar pemerintah menolak pembahasan Revisi Undang-undang KPK.   Padahal,  revisi itu jelas mempreteli sejumlah kewewangan penting Komisi Antikorupsi.  Dalam konferensi  pers, 13 September 2019,  Presiden menyatakan sejumlah poin yang ia tolak dan setujui dalam revisi itu.

Hanya, tak ada penolakan  esensial dari pemerintah terhadap rancangan revisi.  Sikap Jokowi itu justru semakin memuluskan pembahasan revisi UU KPK.  Presiden, misalnya, setuju  adanya mekanisme penghentikan perkara di Komisi Antikorupsi.

Krisis Kemimpinan KPK  
Sikap Jokowi  yang mengabaikan aspirasi  para aktivis antikorupsi itu  memicu krisis kepemimpinan Komisi Antikorupsi.   Seolah menanggapi sikap Presiden,   Ketua KPK Agus Rahardjo  giliran menggelar konferensi pers pada malam harinya.

Pimpinan KPK  menyerahkan tanggung jawab lembaga antikorupsi ini ke Presiden Joko Widodo. "KPK rasanya seperti dikepung dari berbagai sisi," kata Agus dalam jumpa pers. Menurut  dia, revisi Undang-undang  KPK  merupakan salah satu upaya melemahkan lembaga ini. Apalagi,  pihaknya  tak pernah diajak berbicara terkait perubahan aturan tersebut.

"Kami menunggu perintah apakah masih dipercaya sampai Desember dan kemudian akan tetap operasional. Mudah-mudahan kami diajak bicara," ujar Agus.

Sebelumnya Saut Situmorang mundur dari kursi Wakil Ketua KPK sehari setelah DPR memilih lima orang pemimpin Komisi Antikorupsi. Saut Situmorang termasuk yang getol mengkritik hasil seleksi calon pimpinan Komisi Antikorupsi  dan revisi UU KPK.

Kenekatan  Jokowi
Kenapa Jokowi yang selama ini dianggap pro kepentingan publik, kali ini justru mengabaikannya?   Mengapa pula ia mengabaikan janji dalam kampanye untuk menguatkan KPK?

Salah satu penyebab  adalah tak adanya figur  kuat di pemerintahan Jokowi yang  benar-benar pro KPK.  Kalau pun ada, mereka  tidak berani menentang langkah Jokowi.  Di tengah masa transisi pemerintahan saat ini para pejabat  dan politikus di lingkaran Jokowi justru  berusaha “main  aman”.

Sementara itu di  Dewan Perwakilan  Rakyat, tak satu pun fraksi yang menolak skenario pelemahan KPK.  Masa transisi di parlemen juga memungkin skenario pelemahan Komisi Pemberantasan Korupi   berjalan mulus.  Para politikus anti-KPK memanfaatkan sisa masa kerja 2014-2019, untuk bergerilya untuk menggegolkan revisi UU KPK.

Proyek pelemahan KPK  pun mudah  mendapat sokongan kalangan elite. Banyak politikus, pejabat, dan elite penguasa, berkepentingan agar KPK menjadi jinak.   Sebagian di antara mereka bahkan sudah masuk penjara karena kasus korupsi atau  menjadi  diincar oleh lembaga ini.

Skenario pemerintah-DPR untuk menjinakan KPK semakin lancar karena masyarakat sipil kurang peduli.  Sementera, banyak aktivis atau tokoh antikorupsi yang sudah masuk ke pemerintahan  atau parlemen.  Otomatis mereka menjadi bagian dari kekuasaan yang oligarkis.  ***

Baca juga:
Pemimpin Baru KPK Terpilih, Pesta Kemenangan Oligarki di Era Jokowi?
Bapak Presiden Jokowi,  Iinilah 10 Poin Penghancur KPK

Ikuti tulisan menarik Rohmat Eko Andrianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu