x

Iklan

Naswah Mirzanty

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 12 Desember 2021

Minggu, 12 Desember 2021 10:57 WIB

Memaknai Puisi ‘Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati’ Karya Sapardi

Memaknai puisi "Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati" karya Sapardi Djoko Damono.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Puisi merupakan karya sastra yang berisi pendapat penyair mengenai berbagai hal. Dengan kata lain, puisi merupakan suatu karya yang berisi ungkapan isi hati sang pengarang. Di dalamnya dikemas dengan bahasa yang imajinatif serta disusun dengan kata yang padat dan penuh makna, oleh sebab itu karya sastra berupa puisi mengandung nilai estetika tersendiri.

Terkadang puisi mengandung nilai-nilai atau makna yang tersirat. Sehingga membuat kita para pembacanya harus berfikir lebih dalam apa yang di maksud oleh sang penulis. Memaknai puisi sama dengan memaknai kehidupan. Yang artinya sulit untuk dimaknai atau ditebak. Oleh sebab itu, jika kita ingin memaknai sebuah puisi maka libatkanlah perasaan dalam setiap kata yang kita baca serta ikut merasakan apa yang penulis rasakan saat sedang menyusun huruf demi huruf menjadi bait sehingga menjelma menjadi puisi yang bernyawa. Dengan begitu kita dapat menemukan makna tersirat di dalamnya.

Puisi yang akan kita maknai kali ini ialah puisi “Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati” karya pujangga Indonesia yakni Sapardi Djoko Damono. Dalam karirnya di dunia sastra, beliau merupakan seorang penyair yang berperan penting dalam dunia sastra Indonesia. Puisinya yang mengandung kata-kata sederhana lagi bernas membuatnya dikenal oleh seluruh kalangan sastrawan dan masyarakat luas.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati” merupakan puisi yang dibuatnya pada tahun 1964. Dikutip dari buku antologi sajak Hujan Bulan Juni, berikut isi puisi “Tentang Seorang penjaga Kubur yang Mati” karya Sapardi Djoko Damono:

bumi tak pernah membeda-bedakan, seperti ibu yang baik.
diterimanya kembali anak-anaknya yang terkucil dan
membusuk, seperti halnya bangkai binatang, pada

suatu hari seorang raja, atau jenderal, atau pedagang,

atau klerek – sama saja.

dan kalau hari ini si penjaga kubur, tak ada bedanya. ia

seorang tua yang rajin membersihkan rumputan,

menyapu nisan, mengumpulkan bangkai bunga dan

daunan; dan bumi pun akan menerimanya seperti ia

telah menerima seorang laknat, atau pendeta, atau

seorang yang acuh-tak-acuh kepada bumi, dirinya.

toh akhirnya semua membusuk dan lenyap, yang mati tanpa
genderang, si penjaga kubur ini, pernah berpikir:

apakah balasan bagi jasaku kepada bumi yang telah

kupelihara dengan baik; barangkali sebuah sorga atau

ampunan bagi dusta-dusta masa mudanya. tapi sorga

belum pernah terkubur dalam tanah.

dan bumi tak pernah membeda-bedakan, tak pernah

mencinta atau membenci; bumi adalah pelukan yang

dingin, tak pernah menolak atau menanti, tak akan

pernah membuat janji dengan langit.

lelaki tua yang rajin itu mati hari ini; sayang bahwa ia tak

bisa menjaga kuburnya sendiri.

Makna puisi “Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati”

Puisi yang satu ini memiliki makna yang cukup mendalam. Di dalamnya terdapat pesan yang mengingatkan kita bahwa setelah mati, Tuhan akan memberikan perlakuan yang sama terhadap semua hamba-Nya. Tuhan tidak membeda-bedakan mana yang miskin dan mana yang kaya, semua akan tetap terkubur di dalam tanah dan akan membusuk di dalamnya. Begitu juga Sapardi yang menegaskan dalam bait puisinya bahwa bumi akan tetap menerima bagaimana pun kondisi seseorang yang telah mati, baik ia seorang yang dipandang tinggi maupun yang tidak dipandang sama sekali.

Pada bait pertama, Sapardi menggambarkan tentang bumi yang berperan sebagai seorang Ibu yang akan selalu menerima bagaimana pun keadaan anak-anaknya. Bumi tidak membeda-bedakan semua makhluk yang telah mati, ia tidak memandang orang tersebut dari segi pangkat, jabatan maupun pekerjaan melainkan ia akan tetap menerimanya hingga membusuk di dalamnya.

Pada bait kedua, menekankan makna pada bait pertama yakni dengan menjelaskan bahwa sang penjaga kubur telah mati dan jasadnya tetap diterima oleh bumi. Lagi dan lagi, bumi tidak pernah membeda-bedakannya dengan seorang pendosa, pemuka agama maupun orang yang tidak peduli dengan dirinya.

Pada bait ketiga, menegaskan bahwa jasad yang telah terkubur dalam tanah akan membusuk dan lenyap seiring berjalannya waktu. Dalam bait ini juga memberikan makna tentang seorang manusia yang tidak pernah ikhlas dalam perbuatannya sehingga selalu mengharapkan balas budi. Ia selalu mengharpakan balasan atas apa yang telah ia perbuat, seperti yang penjaga kubur inginkan yakni ingin diberikan balasan atas perbuatannya yang telah memelihara bumi dengan balasan surga atau ampunan bagi dosa-dosa yang telah ia perbuat di masa mudanya. Tetapi sayangnya bumi tidak mampu memberikan balasan yang penjaga kubur inginkan.

Pada bait keempat, bumi menerangkan bahwa ia merupakan tempat yang selalu menerima dan tidak pernah menolak jasad siapapun dan bumi juga memberikan pelukan yang dingin bagi orang yang telah mati. Pada bait ini juga bumi menekankan bahwa ia tidak pernah membuat janji dengan langit, yang artinya bumi hanya sebagai tempat peristirahatan terakhir bukan tempat yang menjanjikan surga bagi para penghuni yang menginginkannya, seperti yang diinginkan oleh penjaga kubur pada bait ketiga.

Lalu pada bait terakhir yakni bait kelima, menerangkan bahwa sang penjaga kubur yang selama hidupnya telah memelihara jasad orang lain dengan baik, kini harus mati dan ia tidak dapat menjaga jasad dan kuburnya sendiri.

Itulah makna dari puisi “Tentang Seorang Penjaga Kubur yang Mati” karya Sapardi Djoko Damono. Semoga makna yang diambil bisa mengajarkan kita untuk selalu berbuat baik dan ikhlas tanpa mengharapkan balasan, kita harus melakukan kebaikan semata-mata karena Tuhan.

Ikuti tulisan menarik Naswah Mirzanty lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler