x

Pinterest

Iklan

Dien Matina

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2022

Selasa, 4 April 2023 20:06 WIB

Memandang Kehidupan Lewat Film-film Lokal

Dan berikut 20 film cakep dari sineas-sineas tanah air yang wajib anda tonton. Bukan hanya karena akting dari aktor atau aktrisnya saja, tapi ceritanya yang beragam yang bisa menjadi mata untuk kita memandang kehidupan yang semakin kompleks ini. 

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pada perkembangannya film-film lokal tidak kalah keren dengan film dari luar negeri, tidak terkunci pada cerita cinta-cintaan atau horor. Terbukti banyak film lokal yang berhasil mendapatkan penghargaan internasional.

Dan berikut 20 film cakep dari sineas-sineas tanah air yang wajib anda tonton. Bukan hanya karena akting dari aktor atau aktrisnya saja, tapi ceritanya yang beragam yang bisa menjadi mata untuk kita memandang kehidupan yang semakin kompleks ini. 

1. Perempuan Punya Cerita

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesuai judulnya, film yang berisi empat cerita ini disutradarai empat sineas perempuan Indonesia. Fatimah T. Rony untuk Cerita Pulau, Upi dengan Cerita Yogya, Nia Dinata dengan Cerita Cibinong, dan Lasja F. Susatyo dalam Cerita Jakarta. 

Seluruh cerita adalah tentang realitas perempuan di masyarakat, pengorbanan dan ketidakberdayaan dalam menghadapi kehidupan di lingkungan yang semakin tidak manusiawi. 

 

2. Berbagi suami

Barangkali ini termasuk film feminis ya, yang mengangkat isu poligami lewat sudut pandang perempuan. Nia Dinata, menyampaikan segala kritik dan keresahannya dengan tiga cerita bertema sama tetapi situasi yang berbeda. Saya menyebut segmen kedua sebagai yang ter-memorable. Akting Ria Irawan, Rieke Diah Pitaloka dan Shanty mengalirkan kisah drama dan komedi secara apik. 

 

 

3. Arisan! 

Temanya sih umum, tentang cinta, perselingkuhan, persahabatan, dan penghianatan dalam kehidupan para sosialita. Tetapi lewat Joko Anwar sebagai penulis naskah, dan atas pengarahan Nia Dinata yang membuat film ini menarik. Sementara setelah 8 tahun lahirlah sekuelnya, Arisan! 2, yang kali ini dipegang langsung oleh Nia Dinata sebagai produser, sutradara, sekaligus penulis skenario. 

Ngomong-ngomong saya suka tagline di posternya Arisan! 2, "Eight years have passed. Now what are they looking for?" Iya, apa sih yang dicari di usia dewasa? 

 

 

4. 7 Hari 24 Jam

Kata dokter Hengky, "Speechless saya!" 

Iya saya juga speechless nonton aktingnya Dian Sastro dan Lukman Sardi. Dan sebaiknya anda nonton sendiri biar tahu bahwa semuanya pas. Pas dramanya, pas komedinya, pas romantisnya. Film arahan Fajar Nugros ini menjadi sajian manis di penghujung tahun 2014. 

 

 

5. Rectoverso

Salah satu film antologi yang diangkat dari kumpulan cerpen Dewi Dee Lestari. Lima cerita lima sutradara dan satu tema yang sama—cinta yang tak terucap. Beda di buku beda di film, beberapa tak seperti ekspektasi saya, tapi tak membosankan ditonton berkali-kali. Dan tiga cerita yang saya suka adalah.. 

⁣⁣

Malaikat Juga Tahu⁣⁣

Sutradara : Marcella Zalianty⁣⁣

Paket komplit nan epic. Lukman Sardi total sebagai Abang yang kondisi mentalnya selevel anak umur 4 tahun diusianya yang 38 tahun. Abang punya bakat musik, mampu merekonstruksi barang dan punya hafalan luar biasa. Abang juga terobsesi pada hal-hal macam tanggal lahir komposer kenamaan, simetri dari bangunan sabun di meja kamarnya, atau jumlah bintang yang sedang bersinar di langit. ⁣⁣

Leia (Prisa Nasution) pas banget meranin anak kos sederhana dan manis yang diam-diam dicintai Abang yang tak bisa mengatakannya perasaannya. ⁣⁣Adegan Abang ngamuk, nangis lalu memeluk bunda karena kehilangan Leia itu, duh, perih sekali. 

⁣⁣

Hanya Isyarat⁣⁣

Sutradara : Happy Salma ⁣⁣

Sebenernya ini nggak cakep-cakep amat, cenderung datar. Tapi cerita tentang jatuh cinta sendirian itu selalu menarik buat saya. Al (Amanda Soekasah) mencintai Raga (Hamish Daud), teman dalam lingkaran akun mailing list. Cintanya ia cukupkan sebatas memandang punggung tanpa bisa memiliki seutuhnya. 

Tetapi ada sih beberapa bagian yang mengena bagi yang pernah atau sedang jatuh cinta diam-diam. ⁣⁣

⁣⁣

Cicak di Dinding⁣⁣

Sutradara : Cathy Sharon ⁣⁣

Terlepas dari perannya sebagai Saras, Sophia Latjuba selalu menarik, cantik! Mungkin Tuhan sedang bahagia pas menciptakan dia. Sementara akting Taja (Yama Carlos) sebagai pelukis muda yang introvert, bolehlah. Sedih, sekalinya jatuh cinta kok ya sama calon istri sahabat sendiri. Dan saya suka sama hadiah Taja di pernikahan Saras, lukisan cicak di dinding kamar yang bisa menyala saat gelap, juga tatto cicak di perut Saras. ⁣⁣

⁣⁣

Silakan nonton Rectoverso, sangat-sangat-sangat recommended! 

 

 

6. A Copy of My Mind 

Salah satu karya keren Joko Anwar. Tak ada kemewahan atau jualan kesedihan macam di sinetron-sinetron itu, film yang agak-agak dokumenter gitu sih menurut saya. Tara Basro dan Chicco Jerikho berhasil menjadi Sari dan Alek, memberi nyawa sekaligus mengunci pikiran penonton pada sebuah kebenaran yang seringnya ditutupi. Tentang pemerintahan, sepak terjang orang-orang berduit, tentang penjara yang lebih mirip hotel daripada sel dan liarnya pembajakan DVD.

A Copy of My Mind adalah realita kehidupan orang-orang kelas bawah Jakarta yang bodo amat urusan politik, berusaha menikmati hidup dengan segala keterbatasan dan berbahagia dengan caranya sendiri, seperti menempelkan kepingan CD - DVD ke dinding, atau nonton film bajakan sambil makan mie instan di kamar kos yang sempit dan pengap misalnya. Sebuah bahagia yang sederhana. 

 

 

7. Belahan Jiwa (The Soulmates)

Film buatan Sekar Ayu Asmara ini membawa nama Indonesia ke kancah perfilman internasional, dengan memenangkan Best International Feature Film dalam New York International Independent Film & Video Festival di penghujung 2007.

Belahan Jiwa menghadirkan banyak pemain kelas, seperti Rachel Maryam, Dian Sastrowardoyo, Marcella Zalianty, Dina Olivia, dan Nirina Zubir, tapi dinilai bukan film pasar karena temanya psycho-drama meski berbumbu cinta. Ya kalau dari Hollywood ada American Psycho, Split, Secret Window, Fight Club, atau Shutter Island. 

 

 

8. Jakarta Maghrib

Satu lagi film antologi berisi enam cerita yang bisa menjadi bahan renungan, bahwa ada sisi lain dari kehidupan manusia yang terjadi di senja hari. Tonton saja Iman Cuma Pengin Nur, Adzan, Menunggu Aki, Jalan Pintas, Cerita Si Ivan, dan Ba’da, yang sungguh relate dengan kehidupan sehari-hari, tapi sering terlewatkan di pikiran kita yang disibukkan dengan urusan kehidupan. 

 

 

9. Cek Toko Sebelah

Tepat setahun setelah kesuksesan Ngenest, Ernest Prakasa merilis film layar lebar keduanya, Cek Toko Sebelah, yang mengajak penonton untuk becandaan satir tentang kondisi sosial budaya penduduk plus 62. Saya sih suka. Terasa ringan, mengalir, dan meninggalkan pesan untuk kembali cek diri sendiri. 

Dan kemudian setelah menunggu enam tahun, lahirlah sekuelnya, Cek Toko Sebelah 2. Kali ini penulisan naskah cerita digarap bersama istri, Meira Anastasia, yang terasa lebih pada dramanya daripada komedinya. Yang pasti konflik-konflik yang hadir relate dengan kehidupan kita. So silakan cek filmnya ya. 

 

 

10. Modus Anomali

Film persembahan Joko Anwar dengan film horror-thriller ber-plot twist, Modus Anomali alias Ritual, yang berhasil membawa pulang penghargaan Bucheon Award dengan label Asia Teror Cotta. 

Film dengan sedikit dialog ini berlatar pemandangan hutan dan kabin, dan ekspresi karakter utama Rio Dewanto yang teriak-teriak lari sana sini karena bingung dan panik atas apa yang menimpanya. Di awal sih saya bosan, tapi penasaran juga ending-nya gimana. Ternyata.. 

 

 

11. Pintu Terlarang

Di tahun yang sama penayangannya, Pintu Terlarang berhasil menyabet Piala Citra 2009 sebagai Film Terbaik dan Editing Terbaik. Sementara Joko Anwar sebagai sutradara juga  menerima penghargaan sebagai Sutradara Terbaik pada Puchon International Fantastic Film Festival 2009.

Seperti hidup yang tak bisa diprediksi dan penuh misteri, jadi jangan tanya bagaimana ceritanya film ini, plot twist-nya pasti. 

 

 

12. Hoax 

Dengan berbagai alasan beberapa hal tak bisa seenaknya diceritakan di meja makan bersama anggota keluarga lainnya. Terutama di Indonesia yang notabene acara makan harusnya menyenangkan dan tidak terlalu banyak bicara, apalagi membicarakan sesuatu yang dianggap tak sopan, tak menghargai perasaan orangtua,  sesuatu yang sensitif yang bisa jadi negatif karena perbedaan cara pandang. Anggap saja lagi asyik makan bareng, tiba-tiba ada yang opening topik hubungan beda agama, mantan pacar yang diusir suaminya karena menolak memakai jilbab, perkosaan, bertemu hantu yang menyerupai mama, dan  percintaan sesama jenis. 

Jadinya bagaimana? Ya sudah banyak yang memilih skip membicarakannya dengan keluarga, menyimpannya sendirian, dan berpura-pura semua baik-baik saja. Semacam kebohongan yang disimpan rapat-rapat. Perhatikan poster film Hoax, dan lihat bagaimana penampakan mereka adalah dunia tipu-tipu, Kepura-puraan yang bisa menjadi ancaman mengerikan daripada hantu-hantu penguasa rumah tua peninggalan Belanda dan pohon beringin. 

Sekadar informasi, Hoax awalnya berjudul Rumah dan Musim Hujan (One Day When The Rain Falls) yang diikutkan dalam Jogja-NETPAC Asian Film Festival pada Desember 2012, International Film Festival Rotterdam pada Januari 2013 dan Southeast Asian Film Festival 2013.

 

 

13. Sabtu Bersama Bapak

Pesan bapak di suatu Sabtu, "Mungkin bapak tidak dapat berada di samping kalian. Tapi, bapak ingin kalian tumbuh dengan bapak di samping kalian. Ingin tetap dapat bercerita kepada kalian. Ingin dapat mengajarkan kalian. 

Di Sabtu yang lain bapak mengatakan, "Tumbuhlah dewasa. Bukan sekadar dewasa usia, karena usia bisa sangat pendek. Dewasa secara jiwa, akhlak. Menjadi lengkap itu bukan tugas pasangan kalian, tapi tugas kita masing-masing." 

Dan setiap Sabtu akan ada pesan baru. Pesan-pesan cinta untuk Satya, Cakra, dan mama Itje, untuk membantu mereka meneruskan perjalanan kehidupan tanpa sang bapak. 

Well sesungguhnya saya menikmati film adaptasi novel dengan judul yang sama karya Adhitya Mulya ini, dan merasa pesan-pesan bapak itu juga ditujukan untuk saya. Terima kasih, bapak. 

 

 

14. Yuni 

Film Yuni hadir bersama puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Salah satunya puisi ini.. 

 

Berjalan ke barat waktu pagi hari 

waktu aku berjalan ke barat di waktu pagi matahari mengikutiku di belakang

aku berjalan mengikuti bayang-bayangku sendiri yang memanjang di depan

aku dan matahari tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang telah menciptakan bayang-bayang

aku dan bayang-bayang tidak bertengkar tentang siapa di antara kami yang harus berjalan di depan 

 

Saya mengartikannya sebagai sebagai ungkapan dari keinginan, keadaan, dan perasaan Pak Sapardi, relate dengan film Yuni. 

Perempuan muda yang galau dengan pilihan hidupnya. Haruskah ia menyerah dengan keadaan? Nonton saja ya.. 

By the way film ini memborong banyak penghargaan seperti, Platform Prize Award di Toronto International Film Festival 2021, Snow Leopard untuk Aktris Terbaik di Asian World Film Festival 2021, Piala Citra untuk kategori Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Silver Hanoman di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2021, dan Young Cineastes Award di Palm Springs International Film Festival 2022. 

 

 

15. Tanda tanya 

Film ke-14 Hanung Bramantyo ini menyelipkan dua lagu Sheila On 7, Pasti Kubisa dan Kamus Hidupku. Juga lagu Mbah Sujiwo tejo, kalau tidak salah judulnya Titi Kolo Mongso, koreksi jika saya salah. 

Dengan tema pluralisme agama, sepertinya Hanung ingin menitikberatkan pada hubungan antar manusia. Bukan tentang ini benar atau itu salah, seperti yang dikatakan Menuk (Revalina S. Temat), “Tuhan mengajarkan cinta melalui agama yang berbeda-beda.” 

 

 

16. 27 Steps of May 

Saya pernah membahas film ini di tulisan lama saya. Salah satu film minim dialog tapi cukup jelas menceritakan bagaimana trauma masa lalu bisa membuat dunia hanya satu warna dan seluas kamar tidur saja, begitu sempit dan membosankan. Tapi itulah pilihan untuk tidak terhubung dengan orang-orang yang hanya membuat rasa sakitnya semakin menjadi-jadi. 

 

 

17. Ave Maryam

Jika surga belum pasti buat saya, untuk apa saya mengurusi nerakamu. 

~Suster Monic 

 

Ave Maryam adalah cinta kasih dan penerimaan. Terlepas dari konflik perasaan antara Romo Yosef dan Suster Maryam, saya sebagai penonton mengerti betapa menentukan pilihan memang tak semudah teorinya. Salah, benar, dan konsekuensinya adalah bagian dari perjalanan kehidupan kita manusia yang tidak sempurna ini. Iya, selain kesempurnaan hanya milik Tuhan, kita juga tidak bisa merencanakan dengan siapa akan jatuh cinta kan. Kalau kata Mbah Sujiwo Tejo, menikah itu nasib, mencintai itu takdir. 

Ngomong-ngomong Romo Yosef romantis juga ya. Kalimat,"Aku ingin mengajakmu mencari hujan di tengah kemarau," itu bikin melting. Sebuah ajakan yang bermakna sangat dalam. Bukan sekadar, mari berkencan, tapi lebih dari itu, pelan-pelan menyatukan rasa yang ada. 

Ngomong-ngomong lagi, entahlah, saya tidak suka-suka amat dengan kota Semarang, panas dan asing. Tapi di Ave Maryam kenapa terlihat cakep bener, teduh dan nyeni sekali, instagramable. 

 

 

18. Fiksi

Singkatnya begini, film-film bergenre psikologi-thriller seperti ini mengingatkan saya tentang trauma-trauma yang bisa mengubah kepribadian seseorang. Jadi sekiranya saya tidak mudah menghakimi seseorang. Kita tidak pernah tahu apa yang dialaminya, lagian siapa juga yang mau jadi pribadi yang 'aneh' atau 'mengerikan'. 

Anyway ide cerita yang apik menjadikan film Fiksi yang naskahnya ditulis Mouly Surya bersama Joko Anwar ini layak mendapatkan penghargaan. Termasuk di antaranya penghargaan kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik pada Festival Film Indonesia 2008. 

 

 

19. Mencuri Raden Saleh

2 jam 34 menit waktu yang saya luangkan untuk film ini tak sia-sia. Seperti kue yang baru diambil dari pangganggannya, wangi, sedap, meski tak sempurna bentuknya. Dua titik kekurangan versi saya adalah tokoh Rama sebagai anak mantan presiden Permadi, kurang pas. Semisal pasang lukisan di dinding, sedikit miring ke kiri gitulah. Berikutnya seorang Reza yang tiba-tiba membantu pertarungan Sarah di acara pesta. Tidak ada kelanjutan cerita yang menjelaskan siapa dia dan mengapa mendadak ikutan berantem. Apa karena suka sama Sarah? Ya anggap saja seperti itu ya. Dan nggak salah saya bilang bagus, sebab situs IMDb pun memberi rating 8,2/10 untuk film ini. Jangan lupa nonton, siapa tahu ada yang terinspirasi jadi presiden hehe.. 

 

 

20. Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas   

Seperti novelnya, filmnya juga bagus. Jadi pantas memboyong penghargaan di Locarno Film Festival 2021, sebagai film terbaik dengan penghargaan tertinggi, Golden Leopard. 

Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah campuran drama romantis, laga, erotis jadul dan sedikit horor, yang menggunakan bahasa Indonesia baku. Hanya Reza Rahadian saja yang logatnya masih kekinian, jadi berasa sedikit timpang.

Oiya yang suka suaranya Hari Moekti, ada lagu Laron-laron yang dinyanyikan bersama band Makara. So silakan bersenang-senang dengan tontonan ala-ala 80-an, ya meski narasinya tidak selalu menggembirakan. Ada yang pahit-pahit tentang pemerintahan orba. Apa saja? Nonton saja.  

 

 

Terima kasih sudah membaca. 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Dien Matina lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler